Posts

Showing posts from May, 2007

UNDANGAN

Image
Pameran Tunggal “IN TOXIC” karya Entang Wiharso di RUMAH SENI YAITU, Kp. Jambe 280 Semarang 50124 Telp. (024)8414892 / 70184240 E-mail: yaitu_art@yahoo.com Pembukaan: Jumat, 25 Mei 2007; Pukul 19.00 WIB Dibuka oleh Hendro Wasito (pecinta seni) Artist’s Talk/Diskusi: Sabtu, 26 Mei 2007; Pukul 10.00 WIB Penanggap: Hendro Wasito, Suwarno Wisetrotomo, Kuss Indarto, dan Prof. Byron Good (Medical Anthropology, Dept.Social Medicine, Harvard Medical School) Pameran: 26 Mei s/d 16 Juni 2007 Jam Buka: setiap hari; Pkl. 10.00--17.00 WIB

Inter-Eruption

Image
Inter-Eruption: Konflik yang Dipertarungkan, Kontradiksi yang Dipertaruhkan Oleh Kuss Indarto (Teks ini dimuat dalam katalog pameran tunggal "In Toxic" yang berlangsung di Rumah Seni Yaitu, Semarang, 26 Mei 2007) TAK berlebihan kiranya kalau menilai bahwa karya-karya seni visual Entang Wiharso bukanlah karya yang stabil. Atau apalagi ditendensikan masuk dalam perangkap kemandegan. Dia memiliki “istiadat” dan kerangka berpikir sendiri yang terus-menerus berupaya memberi nafas kreativitas untuk menggoyahkan kestabilan karyanya yang terdahulu menjadi lebih bergerak. Lebih progresif. Lebih punya nilai kebaruan (novelty). Kestabilan karyanya “digoyangnya” sendiri, namun dengan tetap merawat konsistensi gagasan, bukan kebentukan. Dalam gradasi tertentu, barangkali diri dan karyanya mengembangkan konsep yang disebut oleh Deleuze dan Guattari (1986) sebagai “tanda-tanda skizofrenik” (schizophrenic signs) dari seorang nomad, yaitu semacam arus tanda-tanda (sign flow) yang se

Pengamen London

Image
GADIS ini bukan tengah berhadapan dengan sesosok patung, tapi manusia yang mematung, sebagai modus jualan jasa di sebuah sudut kota London. Ini sebenarnya bukan hal yang istimewa dan satu-satunya, karena di belahan wilayah lain juga ada modus yang serupa. Misalnya ada sosok miniatur manusia-patung liberty di jejalalan di kota New York, atau figur Lenin, Stalin, Marx di Moskow, dan machonya gladiator di sekitar Colosseum di kota Roma. Modus kreatif ini, bagiku, sangat menarik untuk memberi pengingat pada realitas yang terjadi di sekitar kita di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Kota ini sekarang sudah begitu banyak dikerumuni oleh pengemis dan tukang parkir. Ya, kukira mereka sama, ya pengemis. Pengemis meminta uang tidak dengan jualan jasa, tapi menyodorkan keibaan secara vulgar dan transparan. Tak ada "seni"-nya sama sekali. Pun demikian dengan tukang parkir yang berposisi seperti menjadi pemegang otoritas wilayah trotoar atau jalan yang sebenarnya milik umum, bukan hak tu

Undangan Diskusi Seni Rupa

Image
PAMERAN & DISKUSI 'SENI LUKIS INDONESIA TIDAK ADA' Pembukaan Hari/Tanggal : Minggu, 20 Mei 2007 Jam : 19:00 WIB - Selesai Diskusi Hari/Tanggal : Senin, 21 Mei 2007 Jam : 19:00 WIB - Selesai di Kedai Kebun Forum. Pembicara: Hafiz (Pelukis, pembuat film dokumenter, kurator pameran) Penanggap: Mikke Susanto (Penulis/Kurator) Moderator: Agung Kurniawan (Pekerja seni/art enterpreneur) Pameran berlangsung sampai 23 Mei 2007. Tempat : Kedai Kebun Forum Jl. Tirtodipuran 3, Yogyakarta

Ketemu Presiden RI 2001

Image
Ini ruang kerja R. Hardi, seniman yang di tahun 1970-an lalu jadi eksponen GSRB (Gerakan Seni Rupa Baru). Aku menemui bapak yang satu ini hari Kamis, 10 Mei lalu untuk ngobrol lagi soal GSRB. Sekarang Hardi menjabat sebagai Presiden SIAN (Seniman Anti Narkoba) yang secara struktural di bawah BNN (Badan Narkoba Nasional), sebuah lembaga bentukan Polri. Dia ngantor tiap hari Senin-Jumat, dengan ritus yang tentu berbeda dengan ruang-ruang sebelahnya yang begitu tertib. Di ruangnya banyak hilir mudik orang yang berkepentingan dengannya. Ada seniman, wartawan, atau perwira Polri, atau mantan pecandu narkoba. Yah, inilah sisi lain yang menarik untuk diintip dari sosok Hardi, yang tahun 1977 lalu bikin lukisan bertajuk "Presiden Indonesia 2001", dan kemudian menjulangkan namanya karena dirinya ditangkap aparat. Maklum, kuku kekuasaan Orde Baru waktu itu mulai hegemonik sehingga aparatus negara begitu sensitif terhadap setiap gerak apapun yang diasumsikan subversif. Tahun-tahun itu a

Negara, Seni Rupa, Kenyinyiran, dan Kambing Hitam

Image
Oleh Halim HD , networker Kebudayaan Forum Panilih Solo (Ini ada tulisan menarik yang aku ambil dari blognya uda Nasrul Azwar yang moga-moga ada manfaatnya. Tengkiu untuk uda Nasrul Azwar dan mas Halim. Juga txs berat untuk Tita Regol yang kupinjam oleh2 fotonya) Setiap warga pembayar pajak berhak mempertanyakan dan bahkan menggugat posisi-fungsi negara: sejauh manakah pengelola negara sudah benar-benar menerapkan undang-undang yang telah disepakati, misalnya adakah negara beserta perangkatnya memberikan anggaran yang cukup bagi kehidupan kesenian, dan sejauh manakah anggaran itu memadai bagi missi kesenian yang bisa mencitrakan sebuah bangsa melalui berbagai peristiwa, apakah itu biennale (dan festival). Hal itulah yang dipertanyakan oleh para seniman-perupa dalam diskusi di Yogyakarta seperti yang ditulis oleh Kuss Indarto “Lenyapnya Negara di Seni Rupa” ( Kompas, Minggu 1 April 2007). Diskusi itu menggugat posisi-fungsi negara yang tidak pernah mendukung missi senirupa moderen kebe

DecoraGent: Laki-laki dalam Ironi

Image
Oleh Kuss Indarto (Tulisan ini telah dimuat di katalog pameran tunggal Dyan Anggraini di Hadiprana Gallery. Pameran berlangsung mulai 3 Mei 2007 dan berlangsung hingga 2 minggu. Foto di atas dari lukisan Jogja Icon ) Dyan Anggraini tak pernah menabalkan diri sebagai seorang (aktivis) feminis. Dia, barangkali, juga tak mengenal, atau bahkan tak tahu, nama-nama besar nan “seram” semacam Mary Woolstonecraft, Betty Friedan, Dorothy Dinnerstein, Simone de Beauvoir, Iris Young, Helene Cixous, Luce Irigaray, Julia Kristeva, Vandana Shiva, Maria Mies, dan berderet-deret lagi para pemikir feminisme dunia, entah itu feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme Marxis-Sosialis, feminisme eksistensialis, feminisme posmodern, ekofeminisme, dan lainnya. Dia mungkin saja melewatkan perhatian pada nama-nama aktivis atau pemikir feminisme lokal yang sesekali berkelebat disebut media massa seperti Ratna Megawangi, Gadis Arivia, Maria Hartiningsih, Maria Pakpahan, dan segudang nama lainnya. Dia