Posts

Showing posts from February, 2012

Cermin dari Suvenir

Image
Potret candi Borobudur dengan "catra" di ujung atas stupa utama. Oleh Kuss Indarto KEBIASAAN Haji Hermanu, pengelola Bentara Budaya Yogyakarta (BBY), untuk gresek-gresek (mencari-cari barang-barang yang tersembunyi dan jarang diperhatikan) acap kali memberi semangat dan energi untuk membuat sesuatu yang bersahaja menjadi penuh pesona makna. Dari gresek-gresek di lapak seorang pedagang buku-buku tempo dulu, kembali mas Manu—begitu lelaki kalem ini kerap disapa—mendapatkan sebuah album foto penting. Album tersebut bertajuk “Souvenir Album Midden Java”. Ukurannya nyaris seperti format kertas kuarto (A4), yakni 23x27 cm. Kertasnya cukup tebal, 120 gram seperti yang sering digunakan sebagai kertas halaman isi katalogus pameran seni rupa di Indonesia dewasa ini. Menurut Manu, diduga album itu dicetak di kota Haalem, Belanda sekitar tahun 1920 karena ada tanda-tanda keterangan waktu pada beberapa bagian. Dari 19 buah foto yang berkualitas bagus inilah kemudian Hermanu mem

Hidden Passion

Image
Painting "Hidden Power of Woman", created by I Made Toris Mahendra. By Kuss Indarto I Made Toris Mahendra has—yet—never acclaimed himself as a male feminist. He might not know the big and “scary” names such as Mary Woolstonecraft, Betty Friedan, Dorothy Dinnerstein, Simone de Beauvoir, Iris Young, Helene Cixous, Luce Irigaray, Julia Kristeva, Vandana Shiva, Maria Mies, and many other names of world’s feminist thinkers, be it liberal, radical, Marxist-Socialist, existentialist, post-modern, or eco-feminism, among many other “genres” in such-ism. He might not notice local activists and feminist thinkers who pass by in mass media such as Ratna Megawangi, Gadis Arivia, Maria Hartiningsih, Maria Pakpahan, Mariana Aminudin, and so forth. He might not know much about the map or connecting dots among theoretic landscape produced by aforementioned feminists and all of their derivatives, how they practice the thoughts in most

Kendi Sindiran Totok?

Image
Oleh Kuss Indarto “GERABAH” sederhana itu berujud kendi, tempat untuk menyimpan air minum. Posisinya menjulang meski agak memiringkan diri hingga cucuk atau moncong lubangnya seperti hendak menuangkan cairan dari kendi itu. Julang tubuhnya seperti hendak menantang angin yang terus mendesak-desak tubuhnya. Sekitar 9 meter titik paling atas kendhi itu berada. Gembung tubuhnya berdiameter kira-kira 5,4 meter. Di bawah, di sekitar kendi berserak  8 “gerabah” berujud genthong yang seolah bergerak melingkar. Kendi berada di tengah dan tinggi memenara, sementara genthong-genthong yang bertinggi sekira 125 sentimeter bagai bergerak melindungi sang kendi. Pemandangan itu sejak akhir Januari 2012 menyedot perhatian bagi siapapun yang melintasi titik seratusan meter menjelang pintu utama TPI (Tempat Pelelangan Ikan) di pantai Depok, Bantul, Yogyakarta. Letaknya di sebelah timur jalan, atau di kiri jalan kalau Anda datang dari arah Yogyakarta. Pe

Erotika Mendoktorkan Edi Sunaryo

Image
Dr. Edi Sunaryo bersama para mahasiswanya seusai Ujian Terbuka berlangsung di kampus ISI Yogyakarta. (foto: kuss) oleh Kuss Indarto   PROBLEM erotika telah mengantarkan seniman Edi Sunaryo meraih jenjang akademik doktor. Dalam sidang terbuka di ujung akhir studi program doktor penciptaan seni pada Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, seniman yang juga staf pengajar Fakultas Seni Rupa (FSR) ISI Yogyakarta ini berhasil mempertahankan disertasinya yang bertajuk “Sublimasi Erotika”. Senin siang, 16 Januari 2012, hampir 200 pasang mata menjadi saksi penabalan Edi di altar akademik yang terhormat itu. Ada rektor ISI Yogyakarta Prof. Dr. AM. Hermien Kusumayati, SST. SU., Dekan FSR Dr. Suastiwi Triatmojo, MDes, hingga para dosen senior di lingkungan ISI Yogyakarta seperti Wardoyo Sugianto, Subroto SM, Anusapati MFA., Alexandri Luthfi, Suwarno Wisetrotomo, Prof. Dr. Kasidi, dan masih banyak lagi. Juga tampak para seniman seperti Tisna Sanjaya, Ong Hari Wa