Posts

Showing posts from May, 2020

Djaduk Ferianto: Antara Ngeng, Mulur Mungkret, dan Ngayogjazz

Image
Djaduk Ferianto bersama Nita Azhar dan Arni Oktaviani dalam sebuah pembukaan pameran seni rupa di OHD Museum, Magelang, Yogyakarta. Oleh Kuss Indarto (Catatan ini sudah dimuat dalam majalah Graha Padma, 2019) SOSOK laki-laki berewokan dengan postur tinggi besar itu sudah “mencegat” kami di pelataran parkiran di kompleks Padepokan Bagong Kussudiardjo siang itu. Tertawanya lepas, sebebas karya-karya musiknya yang telah mengantarkan laki-laki itu di level pencapaian dan reputasi penting dalam seni musik kontemporer (berbasis tradisi) di tanah air. G. Djaduk Ferianto nama laki-laki tersebut. Pada sebuah siang yang cukup terik itu, kami berbincang dengan penuh keriangan dan canda selama sekitar 3,5 jam. Ruang tamu di salah satu bagian dari padepokan di bilangan Kembaran, Kasihan, Bantul, D.I. Yogyakarta menjadi begitu regeng (hidup) karena penuh gelak tawa selama sesi wawancara. Di balik gaya bicaranya yang penuh humor, ada sekian banyak keseriusan dalam substansi obrolannya

Mencari Karya yang Problematis

Oleh Kuss Indarto Pada sebuah café bernama Les Select di kawasan Montparnasse, Paris, sekitar musim panas 1993, seniman Christian Boltanski dan Bertrand Lavier berbincang selama berjam-jam bersama kurator muda (waktu itu), Hans Ulrich Obrist. Kurator asal Swiss, Obrist bahkan mengaku nongkrong nyaris 24 jam di situ. Mereka membincangkan banyak problem dan perkembangan jagat seni rupa dalam seabad terakhir—yang mereka baca, amati, dan dirasakan bersama—terutama di Eropa Barat. Salah satu poin penting yang ditangkap oleh Obrist kala itu—seperti yang kemudian ditulis dalam buku “Ways of Curating” (Faber and Faber inc.: 2014)—adalah bahwa karya seni rupa itu bukan sekadar sebentuk objek atau artefak yang terdisplai (dalam sebuah pameran), namun juga instruksi atau petunjuk untuk mengeksekusi gagasan perihal karya seni tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa tantangan tradisional tentang seni itu berkait dengan soal pemahaman kreativitas, kesenimanan, dan interpretasi. Ya, bagaima

Sebuah Dunia Pascacorona

Image
Oleh Yuval Noah Harari , penulis buku ‘’Sapiens”, ‘’Homo Deus” dan ‘’21 Lessons for the 21st Century’’. Jika perusahaan dan pemerintah mulai memanen data biometrik kita secara massal, mereka dapat mengenal kita jauh lebih baik daripada diri kita sendiri. Hingga mereka tidak hanya memprediksi perasaan, tetapi juga memanipulasi perasaan. Bisa jadi, bahkan ketika infeksi dari coronavirus turun ke nol, beberapa pemerintah yang haus data dapat berargumentasi bahwa mereka perlu mempertahankan sistem pengawasan biometrik. Antara pengawasan total atau penguatan warga Kemanusiaan menghadapi krisis global. Bisa jadi krisis terbesar dalam generasi kita. Keputusan pemerintah dan masyarakat yang diambil untuk beberapa minggu ke depan, sangat mungkin bakal menentukan keputusan di tahun-tahun mendatang. Keputusan tersebut akan memberi bentuk, bukan hanya tentang kesehatan kita, tetapi juga ekonomi, politik dan kebudayaan. Kita harus bertindak cepat dan meyakinkan. Sekaligus memperhitungkan konsek