Posts

Showing posts with the label indonesia art curator

Anak Muda yang Datang Saat Senja

Image
  Selepas Maghrib, pada sebuah senja di tahun 2005, mendadak sesosok anak muda datang ke rumah kontrakan saya di kampung Nitiprayan, Bantul. Sepeda motor lawasnya tampak penat membawa tubuh kurusnya. Lajunya pelahan, tak seimbang dengan suara knalpot yang meraung-raung memekakkan telinga.  Saya membukakan pintu sebelum dia mengetuk. Benar saja, dia memang akan bertamu kepadaku. "Kulanuwun, mas," sapanya sembari pringas-pringis. Senyam-senyum. "Monggo. Silakan masuk," sambutku.  Dia tak bergegas masuk. Ternyata tengah repot melepas tali di jok sepeda motor. Selepas beberapa menit, dia masuk dengan menenteng barang di tangan kanan-kirinya.  Kami berbasa-basi. Lalu berlanjut dengan perbincangan cukup panjang lebar. Saya membuatkan dia teh panas. Ya, saya buatkan sendiri karena waktu itu saya masih melajang.  Perbincangan pun akhirnya masuk pada salah satu tujuan dia bertamu di tempatku. "Mas, saya harus menyelesaikan kuliah saya semester ini. Kalau tidak, akan di-...

Seabad Rustamadji

Image
Persis seratus tahun lalu, 19 Januari 1921, Rustamadji lahir di Klaseman, Klaten, Jawa Tengah. Ayahnya, Soegiman Sastroredjo atau Reso Dipo III dan ibunya berasal dari keluarga sederhana. Rustamadji tak sempat mengenyam pendidikan tinggi karena berbagai alasan. Kegigihannyalah yang mampu mewujudkan mimpi masa kecilnya untuk menjadi seniman.  Dia dididik di Sekolah Rakyat (SR) di Ceper, Klaten. Lalu di Tamansiswa di kota yang sama. Sempat juga di Sekolah Persambungan Muhammadiyah di Temanggung, Jawa Tengah. Tapi tidak lulus. Ia ingin mencari sekolah "tanpa ruang kelas" yang lebih membebaskan diri dan akal pikirannya.  Antara tahun 1942-1947 Rustamadji tinggal di Malang, Jawa Timur. Di sana dia memulai membuat gambar dari pensil konte dan krayon untuk memenuhi pesanan orang yang menginginkannya. Imbalannya pun tak mesti berupa uang. Kadang beras, singkong, pisang bahkan ayam. Dia ingin membuktikan bahwa dengan menggambar bisa membuatnya bahagia dan ini bukanlah pekerjaan yang s...

Mural KPU DIY II

Image
"Tunggal Sedulur, Sing Padha Akur" . Satu saudara, tetaplah rukun. Kalimat kunci ini meñjadi pesan utama dari karya mural yang dikerjakan oleh komunitas seni mural Seuni, Yogyakarta. Karya ini berukuran 4 x 4 meter dan menempel di dinding sisi utara stadion Kridosono Yogyakarta. Ini dibuat sebagai partisipan dalam Lomba Mural Pemilu 2019 yang diadakan oleh KPU DIY. Tim juri yang terdiri dari Ong Hari Wahyu (seniman), Ahmad Shidqi (komisioner KPU DIY), dan Kuss Indarto (kurator seni rupa) menempatkan karya komunitas Seuni ini sebagai peraih Juara Harapan I. Lomba berlangsung 9-10 Februari 2019, dan mural terpajang untuk publik hingga tanggal 28 Februari 2019.

Mural Pemilu

Image
Minggu sore, 10 Feb 2019, lomba mural yang dihelat oleh KPU DI Yogyakarts diumumkan para juaranya. Saya bersama mas Ong Harry Wahyu dan salah satu komisioner KPU DIY menjadi juri. Proses penjurian diawali dengan menyeleksi disain dan konsep yang diajukan oleh para seniman peserta. Pada tahap ini terseleksi menjadi 30 kelompok seniman. Berikutnya juri berdiskusi dan memberi masukan pada disain mur al yang diajukan. Dalam proses ini ada penajaman gagasan, juga penguatan korelasi karya dengan visi dan misi KPU. Lalu, selama 2 hari para seniman berkarya. Ada kebebasan dalam mengekspresikan karya, meski tentu tak lepas dari disain yang telah dibuat dan disepakati. Saya berpotret bersama kelompok SMART dari Magelang yang berhasil menggaet juara 3. Lomba mural ini dihelat di tembok sisi luar stadion Kridosono, Yogyakarta.

Putri Pertiwi di Kompas

Image
Mbak Putri Pertiwi tengah berpose di depan 24 karya dari 90 karya yang terpajang. Potret ini dimuat harian Kompas, edisi Minggu, 6 Januari 2019, halaman 8. Terima kasih untuk respons dari teman-teman media, juga masyarakat umum pada Pameran Seni Rupa "Titik Balik" yang berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta, 5-13 Januari 2019. Pameran ini memiliki pengharapan yang lebih meluas agar publik bisa mengapresiasi karya seni, termasuk memiliki perspektif yang lebih familiar, hangat terhadap ODS (orang dengan down syndrome) seperti Putri Pertiwi.

Haul Freddie

Image
Wajah-wajah Freddie Mercury a.k.a. Farroukh Bulsara 27 tahun lalu, 24 November 1991, Farroukh Bulsara—yang kemudian lebih menjulang namanya sebagai Freddie Mercury—meninggal dunia. Tubuhnya digerogoti oleh salah satu penyakit yang mematikan waktu itu, yakni HIV AIDS. Dunia musik populer begitu kehilangan nama besar. Bersama Queen, Freddie Mercury telah memberi warna penting bagi dunia musik. Setidaknya dalam sebulan terakhir nama Freddie Mercury kembali mencuat dalam medan perbincangan. Tak pelak, ini karena kehadiran film “Bohemian Rhapsody” yang tengah diputar di berbagai bioskop di seluruh dunia. Film itu tidak saja kembali mengangkat popularitas Freddie dan Queen, namun juga menjadi salah satu film laris dunia. Menurut catatan situs  boxofficemojo.com  dalam 21 hari pemutarannya di seluruh dunia, “Bohemian Rhapsody” diperkirakan telah menangguk keuntungan hingga $ 138,247,250 (sekitar Rp 2 triliun, dengan kurs sekarang). Tentang film “Bohemian Rhapsody” , mu...

Sandi(wara)

Image
Sebagai sebuah tawaran isu, omongan Sandiaga Uno bahwa "harga makanan di Singapura lebih murah daripada di Jakarta" sebenarnya berpotensi menarik untuk diikuti. Di belakang Sandi, saya menduga ada pasukan intelektual yang siap mengelaborasi dengan baik, argumentatif, padat data dan gigih mempertahankan tawaran isu tersebut. Salah satu yang mencoba mempertahankan isu itu adalah anggota DPR dari Gerindra, Rahayu Saraswati, yang tampil di acara talk show "Mata Najwa", Rabu, 10 Oktober 2018 malam. Dia sempat bilang bahwa lontaran isu Sandi itu didukung oleh data dari World Bank. Sayang sekali dia tidak mampu menjelaskan dengan jernih dan detail plus rentetan data faktual. Maka, ketika dia mampat kata-katanya karena tanpa bukti data dan fakta, lawannya--si mpok Irma dari kubu Jokowi yang juga anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat--menghadangnya dengan data yang diperolehnya dari media barat, The Economist (lihat nukilannya di bagian bawah status ini). ...

emiria soenassa

Image
Tak banyak diketahui bahwa dalam sejarah seni rupa modern Indonesia kurun 1930-an hingga 1960-an ada sosok perempuan yang namanya agak tercecer dalam perbincangan. Emiria Sunassa namanya. Dia lahir di Sulawesi Utara tahun 1895 dan meninggal tahun 1964 di Lampung. Darah ningrat mengalir dalam tubuhnya karena ayahnya adalah Sultan Tidore (Maluku Utara) pada masanya. Emiria seorang bohemian. Dia melanglang kemana-mana hingga pada satu kurun waktu menetap dan belajar di Eropa, ya kni di Belgia. Dia juga pernah aktif di Persagi (Persatoean Achlie Gambar Indonesia) bersama S. Sudjojono dan para seniman senior lainnya. Foto ini adalah salah satu karya Emiria Sunassa. Dibuat tahun 1951 dan bertajuk "Pemanah Papua/Papuan Archer". Kini menjadi salah satu koleksi perupa Nasirun, dan sedang dipamerkan di Pameran Koleksi Seni Perjuangan "Jasmerah" di Indieart House , Jl. As Samawaat no. 99, Bekelan, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogya, antara tanggal 17 hin...

mural

Image
Upaya estetisasi ruang publik tidak selamanya berhasil. Dan keberhasilannya pun bisa memiliki tingkat yang berbeda-beda. Mural karya Bambang Nurdiansyah di dusun Jeblog, Tirtonirmolo, Bantul, Yogyakarta ini menurut saya merupakan salah satu karya yang berhasil. Dia membeberkan citra visual yang sederhana namun mengena. Juga menawarkan narasi yang cukup enigmatik (mengusung teka-teki), bukan membopong keasingan yang kurang relevan dengan lingkungannya (misalnya citra sosok Che Guevara yang dipaksa masuk kampung). Public art semacam mural memang idealnya mampu memeluk dan menggugah publik di sekitarnya.

Bonjol

Image
Lukisan "Imam Bonjol" ini dilukis oleh seniman Yogyakarta asal Kutoarjo, Jateng, Harijadi Sumadidjaja (1919-1997). Diduga karya ini dibuat "by order" atau atas pesanan presiden Soekarno yang ingin menghimpun lukisan sosok-sosok pahlawan nasional. Sosok Imam Bonjol atau Muhammad Syahab ini dilukis oleh Harijadi tahun 1951, dengan ukuran kanvas 120 x 90,5 cm. Ulama besar dari daerah Bonjol, Sumatera Barat ini bergelar Peto Syarief Ibnu Pandito Buyanudin. Karena Imam Bonjol hidu p di Sumatera Barat antara tahun 1772-1864 dan belum ada teknologi fotografi, Harijadi mengandalkan proses visualisasi sosok kiai kharismatik tersebut lewat sebuat sketsa. Sketsa itu dibuat oleh residen atau semacam walikota Padang waktu itu, Hubert de Steurs. Tahun pembuatan sketsa itu tertera: 1826, atau ketika Imam Bonjol berusia 54 tahun. Di balik menariknya karya ini sebetulnya ada hal yang mengkhawatirkan. Kondisi lukisan sudah penuh retak dan bercak jamur ada di ...

Sunarto untuk Saptoto

Image
Potret diri pendiri Sanggar Bambu, Sunarto PR ini memuat kisah cinta yang patah. Kalau tak salah, ada dua orang seniman muda mencintai satu gadis. Dalam helaan waktu berikutnya, sang gadis memilih satu di antara dua jejaka yang seniman itu. Pilihan jatuh pada jejaka bernama Saptoto. Dan yang tertampik cintanya bernama Sunarto. Saptoto pun menikahi gadis itu. Suatu ketika, saat Saptoto berulang tahun (kemungkinan besar tahun 1956), sahabatnya, Sunarto memberikan kado ultah. An ehnya, kado itu lukisan crayon potret diri Sunarto. Bukan potret yang diberi kado. Tampaknya Saptoto paham maksud kado tersebut. Sunarto masih menyimpan bara cinta dan ingin potret dirinya bisa sering ditatap oleh perempuan yang sudah jadi istri Saptoto. Apa lagi dalam lukisan tertulis teks, antara lain: kerinduan kelahiran ooo... terlalu lengang terlalu lengang kapan... kapan. kapan kan kusambut kata tangan-tangan sayang jangan keburu jangan keburu terbang, njawa seribu blatju akan...

“Jasmerah”: Kesaksian dan Interpretasi

Image
Sebuah karya Agoes Djaja, koleksi Nasirun. Oleh Kuss Indarto   PAMERAN seni rupa “Jasmerah” ini memuat banyak makna. Pertama , ditinjau dari materi karya dan substansinya, sedikit banyak memuat potongan peristiwa yang bertalian dengan sejarah tertentu. Entah itu sejarah perjuangan bangsa, sejarah sosial sebuah kawasan, sejarah personal dan komunal, dan lainnya. Pada konteks ini, artifak dan konten karya seni bisa dibaca sebagai perangkat dokumentasi, juga sebagai sebuah kemungkinan alternatif “alat baca sejarah” di luar bentuk artifak sejarah yang lain dan mainstream .   Kedua , pameran ini menyadarkan kembali kepada publik seni rupa akan betapa pentingnya sebuah dokumentasi. Dokumentasi tak bisa dilihat sebagai sekumpulan benda-benda lawas, lama dan mungkin kuno, namun sebagai segepok sejarah yang bisa dihidupkan kembali untuk membaca gerak peradaban dan kebudayaan pada kurun waktu jauh di belakang. Ketiga, pameran “Jasmerah” juga mengingatkan kembali pentingnya bu...