Posts

Showing posts from May, 2015

Politisi Digantung

Image
KALAU sempat mengunjungi Rijkmuseum, Amsterdam, Belanda, Anda/kita bisa menyimak salah satu lukisan yang vulgar, sadis, dan mengerikan, yakni karya seniman Jan de Baen (1633-1702). Lukisan itu menggambarkan dua tubuh manusia yang tergantung pada sebuah tiang pancang berbentuk tangga, dengan kaki terikat di atas, kepala di bawah, dengan kondisi perut yang telah terkoyak hingga bolong. Dua sosok itu dikisahkan sebagai kakak beradik, Johann dan Cornelis de Witt bersaudara. Keduanya adalah politisi yang berpengaruh di Bel anda pada abad 16. Tahun 1672, masa ketika mereka masuk pada puncak kekuasaan, terjadi banyak kasus yang memaksa de Witt bersaudara harus bertanggung jawab. Setelah mengalami berbagai pergolakan dan tekanan, akhirnya, oleh para lawan politiknya kakak beradik itu dihabisi di tiang gantungan, di kawasan Groene Zoodje, The Hague, dan disaksikan oleh khalayak sebagai layaknya sebuah tontonan. Lukisan ini nyaris tanpa eufemisme visual. Penggambarannya apa adany

Nyali

Image
ANAK muda yang masih terlihat culun itu--mungkin sekitar 17-19 tahun--tampak menghampiriku untuk meminta bantuan. Hanya satu kata yang kupahami darinya: "Guangzhou". Ya, itu nama kota di daratan China. Selebihnya, dia mencoba berkomunikasi dengan bahasa Mandarin, Hoakiau, atau apalah aku tak tahu. Kutanya dalam bahasa Inggris, namun dia tak paham sama sekali. Tak secuil pun. Secarik kertas disodorkannya, berupa tanda booking tiket pesawat yang harus ditukarkannya di loket. Da n untuk urusan itu pun dia tak tahu harus bagaimana. Di Kuala Lumpur International Airport (KLIA) yang luas dan megah itu, anak muda tersebut kubimbing ke loket untuk menukarkan tiket. Tentu dengan bahasa tarzan. Akhirnya kami berpisah ketika dia mendapatkan tiket dan dibimbing oleh petugas yang sebahasa dengannya. Bagiku, ada yang "ajaib" dengan anak muda itu: (1) dia berani bepergian ribuan kilometer dari daerahnya tanpa kemampuan bahasa internasional sedikit pun, dan (2

Narkoba dan Bapak Tua

Image
"Kok sekarang banyak orang pinter, tapi lupa pakai 'roso' (rasa, perasaan) ya, mas?" ungkap seorang bapak yang tampak mulai rapuh tubuhnya. Kami tak sengaja bertemu di sebuah warung angkringan di pinggir jalan. "Lha kenapa to, pak?"tanyaku balik, sembari nyeruput teh manis. "Mosok menghukum mati dianggap bodoh, salah total, dan ketinggalan jaman!" seru si bapak sembari makan nasi kucing dengan lahap. "Lha kenapa to, pak?" tanyaku hati-hati. "Belum pernah sih orang-orang pinter itu merasakan seperti saya. Saya sudah hampir 60 tahun, seharusnya sudah banyak santai di rumah, melihat anak-anak hidup nyaman, momong cucu, atau reunian dengan teman lama. Tapi malah sebaliknya," si bapak mulai curhat. "Memangnya ada apa to, pak?" lagi-lagi, aku harus hati-hati. "Ya, anak saya tiga, hancur semua hidupnya karena narkoba! Anak pertama yang memulai sebagai pemakai lalu pengedar. Adiknya lalu ketularan. Selu