Jatuh


Nyaris tiap dua hari sekali, pagi-pagi, saya membuang sampah di sebelah timur pasar Serangan, Wirobrajan, Yogyakarta. Di situ jadi tempat pengepulan (pool) sampah dengan truk pengangkut yang standby tiap hari.
Selepas membuang sampah, saya sering atau nyaris selalu masuk ke pasar untuk berbelanja "sekunder". Istri sayalah yang berbelanja "primer" karena dialah yang paling tahu semua kebutuhan rumah tangga. Saya paling beli jajanan pasar, buah untuk jus, telur ayam kampung, tape, atau sayuran kesukaan saya: wortel, luncang, seledri, genjer, lembayung atau daun kelor bila ada. Aktivitas buang sampah lalu masuk pasar itu lama-lama seperti mekanis dan otomatis. Bila pagi naik motor ke arah pasar Serangan hampir pasti saya buang sampah lalu belanja.
Hari Minggu kemarin saya tidak berniat membuang sampah. Tapi ada "bisikan" yang menggerakkan untuk beli sesuatu ke pasar. Maka naik sepeda motorlah saya ke sana. Sampai beberapa meter di depan pintu gerbang pasar, kendaraan masih melaju. Ya itulah, karena digerakkan oleh otomatisme: kalau pagi-pagi ke ke pasar berarti saya membuang sampah.
Saya tergeragap setelah persis di depan pintu gerbang pasar. Saya sadar akan ke pasar, bukan untuk membuang sampah. Maka dengan seketika kendaraan saya rem mendadak. Ndilalah, kebetulan, mengerem persis di atas aspal yang basah oleh siraman air penjual soto gerobak di trotoar itu. Ditambah ban depan sepeda motor yang mulai halus, maka: ciyyeeeettt... brrruuukkkk...!!! Kromyaaanngg!!
Sepeda motor terpeleset. Saya terpelanting lalu terjatuh cukup keras ke aspal. Hasilnya: lecet-lecet di kaki kanan, dan tulang pavicula di bahu kiri patah. Ternyata, plesetan itu lebih asik dan menyehatkan daripada terpeleset. Apalagi di atas aspal. Juga, aktivitas yang terlalu mekanistik, lama-lama membuat saya jadi agak robotik ya? Hehehe...
Mohon doanya ya, teman-teman, saya harus menjalani operasi pagi ini. Matur nuwun. Terima kasih.

(Catatan 10 September 2018)

Popular posts from this blog

Lukisan Order Raden Saleh

Memanah

Apa Itu Maestro?