Art Market Trends 2025

Ditulis kembali oleh: Kuss Indarto

Pada 24 April 2025 situs artsy.net merilis hasil survei internal mereka tentang perkembangan pasar seni rupa 2025. Hasil riset yang diedarkan ke publik itu berisi laporan berbasis penelitian baru Artsy tentang topik-topik utama yang membentuk industri seni dan koleksi pada tahun 2025.

Laporan tersebut tidak sekadar melihat satu bagian pasar seni pada satu waktu seperti yang telah dilakukannya di tahun-tahun sebelumnya, namun juga membuat laporan tersebut dari dua survei bersamaan, yakni satu dikirim ke galeri, dan satu lagi dikirim ke kolektor, yang bersama-sama menghasilkan data yang diperoleh dari sekitar 1.600 responden yang berada di lebih dari 60 negara.

Tujuan dari laporan ini adalah untuk menjembatani dua pilar pasar seni ini untuk menghasilkan serangkaian temuan yang secara holistik mewakili keadaan pasar saat ini. Melalui temuan ini, kita mendapatkan jawaban tidak sekadar tentang galeri dan kolektor, namun juga tentang bagaimana mereka berinteraksi, seperti misalnya pertanyaan: apakah segmen pasar yang paling penting bagi galeri juga paling diminati oleh kolektor? Apakah kolektor digital-native mencari galeri dengan operasi penjualan online yang kuat?

Nah, survei ini fokus pada topik tentang kebutuhan akan peningkatan transparansi di pasar seni, kategori seni yang dipandang paling penting secara komersial, tren penetapan harga seni, strategi penjualan, serta peran saluran online.

Hal yang ditemukan Artsy secara keseluruhan adalah perihal gambaran bernuansa tentang entitas kolektor dan galeri memandang satu sama lain. Salah satu temuan utama menawarkan konteks penting: Hanya 17% kolektor yang percaya bahwa pasar seni melayani mereka dengan "sangat baik". Sebagian besar kolektor, menurut Artsy, menganggap bahwa pengoleksian karya seni akan lebih mudah dengan menerapkan penetapan harga dan informasi karya seni yang lebih transparan. Poin tentang kurangnya transparansi soal ini dipandang sebagai penghalang utama untuk mengoleksi karya seni secara online. Tetapi sentimen ini hanya sebagian diimbangi oleh galeri yang disurvei. Sementara sebagian besar mengakui bahwa kolektor mereka peduli dengan transparansi, sebagian kecil mengatakan mereka mengambil langkah untuk memperbaiki kekurangan di tahun sebelumnya.

Survei ini juga menemukan bahwa dalam lingkar ekonomi yang menantang, galeri beralih ke ranah digital untuk menjangkau kolektor baru secara lebih efektif. Lebih dari separuh galeri mengatakan bahwa mereka memperluas saluran online mereka sebagai tanggapan atas tantangan yang dihadapi oleh bisnis mereka. Sementara di sisi lain, kolektor menggunakan platform online seperti Artsy dan Instagram untuk menemukan seniman baru. Tren ini sangat menonjol di kalangan kolektor muda, yang diprioritaskan oleh sebagian besar galeri dalam upaya penjangkauan pasar baru.

Ada 5 (lima) poin penting didapatkan dari survei ini sebagai ringkasan laporan sepanjang 37 halaman yang telah dirilis oleh artsy dalam bentuk PDF. Kelima poin tersebut adalah sebagai berikut:

(1). 43% Galeri Berencana untuk Lebih Fokus pada Penjualan Online

Lewat maraknya saluran online yang sekarang menjadi pilar pasar seni yang mapan, galeri ingin berinvestasi lebih banyak di ruang digital untuk memenuhi permintaan kolektor yang terus meningkat dan menarik kolektor baru.

Sekitar 43% galeri mengatakan bahwa mereka berencana untuk lebih fokus pada penjualan di jalur online dalam waktu dekat. Ketika ditanya strategi keterlibatan baru apa yang mereka rencanakan untuk diterapkan pada tahun 2025, sebagian besar (55%) mengatakan bahwa mereka ingin membuat lebih banyak konten online, mulai dari video media sosial hingga tayangan galeri khusus online. Tanggapan ini mengungguli perhelatan seni offline yang mengedepankan acara tatap muka (45%), serta acara kolaborasi dengan galeri atau institusi lain (42%).

Di sisi lain, kolektor mengimbangi. Mereka terus mengoleksi karya seni secara online. Sekitar 59% mengatakan mereka membeli karya seni secara online pada tahun 2024, dengan 73% mengatakan bahwa mereka membeli lebih banyak karya seni secara online pada tahun 2024 dibandingkan tahun 2023.

Galeri juga menggunakan saluran online untuk beradaptasi dengan lingkungan makroekonomi yang menantang. Dari galeri yang disurvei, 75% memilih ketidakpastian ekonomi sebagai salah satu tantangan terbesar yang mereka hadapi, diikuti dengan perubahan perilaku kolektor atau kurangnya permintaan (60%). Untuk mengatasi tantangan ini, 57% responden mengatakan mereka memperluas kehadiran online mereka.

(2.) 30% Kolektor Seni Mengatakan Mereka Lebih Selektif

Pertumbuhan ekonomi yang tersendat, ketegangan geopolitik, dan suku bunga yang terus tinggi akan membebani industri seni. Maka, tidak mengherankan jika sentimen ini tecermin dalam survei kami terhadap galeri dan kolektor.

Ketika ditanya bagaimana faktor ekonomi dan eksternal lainnya memengaruhi kebiasaan mengoleksi karya seni mereka pada tahun 2024, sekitar 30% kolektor mengatakan bahwa mereka menjadi lebih selektif dalam kebiasaan mengoleksi karya seni, dan hanya 7% yang menjawab bahwa mereka mengoleksi lebih banyak dibandingkan tahun 2023. Memang, 75% galeri mengidentifikasi ketidakpastian ekonomi sebagai salah satu tantangan terbesar, diikuti oleh perubahan perilaku kolektor atau kurangnya permintaan kolektor (60%). Kesulitan ekonomi diperkirakan akan terus berlanjut: Proporsi galeri tertinggi (48%) mengantisipasi faktor-faktor eksternal ini akan terus mempengaruhi pasar seni "secara signifikan" dalam waktu dekat, sementara 45% mengatakan mereka akan "sedikit" berpengaruh.

Demikian pula, 45% galeri mencatat bahwa kolektor kurang bersedia membeli karya dengan harga yang lebih tinggi untuk karya seniman tertentu pada tahun 2024. Sedangkan mayoritas kolektor (73%) memilih harga tinggi sebagai tantangan yang mereka hadapi saat membeli karya seni. Ada sekitar 78% kolektor juga mengatakan mereka ragu-ragu untuk membeli sebuah karya seni karena terlalu mahal untuk anggaran pribadi mereka. Sementara itu, 52% mengatakan ragu-ragu karena menganggap karya seni itu terlalu mahal, dan 32% ragu-ragu karena tidak yakin apakah itu sepadan dengan harganya.

(3.) 69% Kolektor Seni Mengatakan Kurangnya Transparansi Membuat Mereka Tidak Membeli Karya Seni

Soal transparansi, yakni dalam hal harga karya seni, asal-muasal karya, atau informasi tambahan tentang karya, tetap menjadi faktor kunci dalam keputusan pengoleksian oleh kolektor seni. Survei ini menunjukkan bahwa galeri telah menyadari hal ini.

Sekitar 69% kolektor seni yang disurvei mengatakan mereka ragu-ragu untuk membeli karya seni karena kurangnya transparansi. Sementara itu, hanya 5% kolektor yang disurvei mengatakan bahwa pasar seni "sepenuhnya" transparan dalam hal faktor-faktor seperti sejarah, asal-muasal, dan ketersediaan harga karya seni. Kebutuhan akan informasi lebih lanjut tentang karya seni muncul sebagai tema yang berulang di kalangan kolektor. Ketika ditanya apa yang dapat dilakukan pasar seni dan galeri untuk mempermudah pengumpulan karya seni, 60% mengatakan transparansi yang lebih besar dalam penetapan harga karya seni.

Ini sangat relevan untuk saluran penjualan online. Ketika ditanya tentang hambatan terbesar untuk mengoleksi karya seni secara online, proporsi tertinggi responden yang telah membeli karya seni secara online pada tahun 2024 memilih informasi yang tidak memadai tentang karya tersebut (48%), serta harga yang terlihat atau transparan (43%).

Untungnya, banyak galeri menyadari perlunya transparansi yang lebih besar. Sekitar 62% mengatakan mereka merasa bahwa soal transparansi "sangat" penting bagi kolektor mereka, sementara 27% mengatakan itu "agak" penting, 8% mengatakan "tidak terlalu" penting, dan 1% mengatakan itu sama sekali tidak penting."Faktanya, ada hubungan yang jelas antara transparansi dan penjualan: Karya seni dengan harga yang terlihat di Artsy, misalnya, sekitar enam kali lebih mungkin terjual daripada yang tidak.”

Tetapi apakah galeri melakukan cukup banyak hal untuk meningkatkan transparansi? Tidak cukup. Kurang dari setengah galeri (44%) yang disurvei mengatakan mereka menampilkan harga karya seni secara online untuk semua karya yang tersedia, sementara 25% yang signifikan mengatakan mereka hanya membagikan harga berdasarkan permintaan.

(4.) 72% Kolektor Seni Tertarik pada Seni Baru

Perupa atau seniman baru, ini dikategorikan sebagai mereka yang berada pada tahap awal karir seni profesional mereka, adalah alasan yang membentuk landasan dari kebiasaan membeli bagi kolektor seni dan strategi bisnis galeri yang disurvei.

Ketika ditanya tentang kategori perupa atau seniman yang mereka minati, 72% kolektor memilih perupa pendatang baru. Sementara 69% memilih artis mapan—kelompok ini didefinisikan sebagai perupa yang telah mencapai dan mendapatkan pengakuan internasional. Galeri menggemakan sentimen ini: 51% mengatakan bahwa perupa pendatang baru termasuk di antara dua kategori terpenting untuk bisnis mereka, diikuti oleh perupa mapan (45%).

Banyak kolektor tertarik pada seniman baru, sebagian di antaranya, karena status awal karir mereka sering kali berarti harga karya seni yang masih rendah. Ketika ditanya kisaran harga tipikal yang mereka pertimbangkan untuk karya seni, persentase kolektor tertinggi (61%) mengatakan mereka menganggap karya seni dengan harga di bawah $5.000 (Rp 82,5 juta dengan kurs $1= Rp 16.500), diikuti oleh 38% yang mengatakan mereka menganggap karya seni dengan harga antara $5.000–$9.999 atau tertinggi Rp 165 juta (responden dapat memilih hingga dua kisaran harga).

(5). Hanya 17% Kolektor yang Percaya Bahwa Pasar Seni Memenuhi Kebutuhan Mereka

Aksesibilitas telah menjadi fokus utama di pasar seni, karena penjual berusaha menarik dan mempertahankan kolektor baru. Namun, temuan dalam survei ini menunjukkan bahwa industri ini masih gagal memenuhi ekspektasi pembeli. Hanya 17% kolektor yang disurvei mengatakan bahwa pasar seni melayani mereka dengan "sangat baik", dan hanya 18% yang percaya bahwa galeri cukup baik untuk mendidik dan melibatkan kolektor baru.

Namun, survei ini mengungkapkan keselarasan yang luas antara pihak kolektor dan galeri dalam menghargai interaksi mereka satu sama lain. Ketika ditanya jenis keterlibatan apa yang mereka hargai dari galeri, sebagian besar kolektor (62%) mengatakan soal preview eksklusif karya baru, lalu diikuti oleh akses di balik layar ke seniman (54%). Galeri menggemakan hal ini, dengan 50% mengutip preview eksklusif dan 46% mengutip akses ke seniman di balik layar sebagai konten yang paling disukai para kolektor.

Namun, keterputusan yang mencolok muncul di sekitar mendidik para kolektor. Sekitar 46% kolektor mengatakan mereka menghargai konten pendidikan tentang sejarah seni atau teknik dari galeri. Namun, hanya 15% galeri yang mengidentifikasi konten pendidikan sebagai sesuatu yang ditanggapi secara positif oleh para kolektor. ***

Sumber:
https://pages.artsy.net/rs/609-FDY-207/images/Art%20Market%20Trends%202025.pdf?version=0



Popular posts from this blog

Lukisan Order Raden Saleh

Memanah

Antara Kolektor dan Kolekdol