Posts

Showing posts from September, 2007

Minggu Tegang...

Image
(Harusnya ini tertulis pada 28 Agustus lalu, tapi salah kamar ngirimnya...) Ini pekan yang menegangkan bagiku. Perhelatan pameran Boeng Ajo Boeng: Tafsir Ulang Nilai-nilai Manusia Affandi yang aku kuratori bersama mas Hari Budiono (Bentara Budaya Yogyakarta) dan Sujud Dartanto, masuk dalam tahap akhir persiapan. Displai akan segera dilakukan. Ini yang merepotkan. Seharusnya, sesuai jadwal, para seniman peserta sudah menyerahkan karya paling akhir pada 20 Agustus kemarin. Nyatanya, setelah lewat seminggu, baru ada sekitar 35 persen karya yang masuk ke panitia. Jelas memusingkan karena kami harus mendisplai di tiga tempat sekaligus, yakni di Bentara Budaya, Museum Affandi, dan Taman Budaya Yogyakarta. Kalau hanya lukisan saja sih sebenarnya tak terlalu masalah, lha ini kan banyak yang rencananya mau bikin karya instalasi. Tentu repot. Karya lukisan pun juga tak mudah mesti ukurannya sudah ketahuan lewat data. Kalau belum tau secara fisik, aku gak bisa gegabah karya si A dipasang bersebel

Oom Pasikom, Sang Perekam Zaman

Image
Oleh Kuss Indarto Menyimak karya-karya GM Sudarta serasa menyimak orang Jawa (atau Timur?) menuturkan kritik. Karya-karya kartun editorialnya (atau yang secara salah kaprah lebih diakrabi sebagai karikatur), dengan Oom Pasikom sebagai maskotnya, seperti memberi representasi yang melekat atas modus orang Jawa dalam menyampaikan kritik. Pada sebagian besar karyanya, terasa kuat gejala eufemisme atau kramanisasi yang bertolak dari ungkapan dalam bahasa Jawa sebagai titik pijak ketika berolah kritik: Ngono ya ngono, ning aja ngono . Begitu ya begitu, tapi jangan begitu. Ungkapan ini, yang telah mengental sebagai ideologi, memberi semacam garis demarkasi bagi hadirnya sebuah kritik. Dua kata ngono pada bagian awal mengindikasikan kemungkinan dan peluang akan hadirnya sebuah kritik dalam pergaulan sosial kemasyarakatan. Di sini tersirat kemampuan manusia dan atau kultur Jawa untuk mengakomodasi datangnya kritik. Sedangkan kata ngono yang ketiga seolah menjadi kunci pokok yang menyiratkan p

Cermin Affandi

Image
Oleh Kuss Indarto LIMA puluh tiga tahun lalu, dalam majalah Budaya edisi ke 6 bulan Juni 1954, Kusnadi, staf pengajar Akademi Seni Rupa Indonesia (sekarang Fakultas Seni Rupa ISI) Yogyakarta yang juga anggota redaksi majalah terbitan Djawatan Kebudajaan Kementerian P.P.K tersebut, menorehkan laporan khusus seputar Bienal Seni Rupa ke-2 di Sao Paulo, Brasil. Laporan yang menyita 48 halaman edisi khusus tersebut memaparkan perhelatan seni rupa tingkat dunia yang berlangsung 12 Desember 1953 hingga 12 Maret 1954. Kusnadi mencatat ada 33 negara peserta yang secara keseluruhan mempertontonkan 4.500 hasil karya seni rupa dalam berbagai ragam ekspresi. Negara-negara yang kuat dan berpengaruh dalam jagad seni rupa hadir dengan karya (dan) para seniman bintangnya. Ada Spanyol yang menghadirkan karya-karya megabintangnya yang paling kemilau waktu itu, Pablo Picasso. Ada pematung Inggris yang jadi trendsetter dunia, Henry Moore. Hadir pula Ben Shahn dari Amerika Serikat. Tampak George Braque, R.