Posts

Showing posts from March, 2016

Lesung Gerhana

Image
(Catatan kecil ini kutulis tanggal 5 Maret, beberapa hari sebelum gerhana matahari total pada 9 Maret di beberapa kawasan Indonesia, seperti Belitung, Palu, Ternate, dan lain-lain ) "Gerhana", judul ilustrasi ini, yang digambar oleh W.K. De Bruin, seorang ilustrator berkebangsaan Belanda yang tinggal di Indonesia (Hindia Belanda). Ilustrasi ini diduga ada dalam buku "Voor Jong Indonesia" yang diterbitkan oleh penerbit Uitgeversmaatchappij N.V., Groningen-Batavia, tahun 1948. Ilusrasi De Bruin ini menerbitkan narasi masa lalu tentang peristiwa alam gerhana yang ditautkan deng an mitos unik. Gerhana matahari terjadi ketika posisi bulan terletak di antara bumi dan matahari sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya matahari. Bagi masyarakat tempo dulu, peristiwa itu dimitoskan bahwa sosok raksasa bernama Bathara Kala (?) hendak memangsa matahari. Maka, agar aksi sang raksasa itu batal, harus digagalkan dengan cara membuat kegaduhan. Nabuh gejug lesung atau m

Mooi Indahnya...

Image
Baiklah, kita berkelebat kembali ke karya jadul, lukisan yang ditengarai sebagai karya mooi Indie atau lukisan yang mengeksploitasi keindahan alam di tanah Hindia Belanda --dan dianggap bertendensi turistik. Banyak dicibir karena membawa nilai-nilai estetik yang rendah. Setelah lebih dari seabad, karya ini bisa saja membopong nilai dokumentasi yang berharga: tentang arsitektur rumah sebuah kawasa n di Jawa Tengah, misalnya. Apapun, Anda bisa menjadi hakim atas karya ini, sebuah karya yang dikreasi dengan teknis ketukangan (craftmanship) tingkat tinggi. Tak perlu menganggap rendah hanya karena ada kata-kata "tukang" atau "ketukangan". Lukisan yang dibuat tahun 1854 ini menggambarkan suasana kampung di desa Pandean, Magelang, Jawa Tengah (tak jelas persisnya di kecamatan apa). Ukuran karya ini relatif termasuk mungil, yakni berukuran 51,5 x 69,5 cm. Pelukisnya adalah Jacob Dirk van Herwerden (1806-1879), seniman Belgia yang pernah berkunjung ke Nusantara tahun

Cuilan Cahaya

Image
Bisa jadi ini sekadar info lebay dan ecek-ecek namun tak ada salahnya untuk tetap disebarkan. Dalam sebuah pameran seni rupa, unsur tata (pen)cahaya(an) atau "lighting" punya peran sangat penting. Itu punya pengaruh untuk lebih "menghidupkan" sebuah karya--bahkan dalam kasus tertentu bisa memberi aspek dramatik pada karya. Teknologi tata cahaya juga ikut terus mengiringi perkembangan jagad seni r upa. Ini yang perlu dicermati oleh banyak kalangan yang bergelut dalam dunia seni rupa. Salah satu contoh kecil dari perkembangan tata pencahayaan adalah seperti dalam foto ini. Tampak ada serentetan teks yang memberi penjelasan atas data seniman dan karyanya. Teks tersebut berupa "cutting sticker" yang harus ditempatkan dalam ruangan bersama karya. Namun ruangan itu diinginkan oleh senimannya dalam keadaan minim cahaya atau sangat temaram. Maka, cahaya lampu yang ada semestinya memang minimal. Di sinilah teknologi mencoba memfasilitasi. Pada karya, ada s

Kerbau di Taman Ambarrukmo

Image
Ada sekian banyak hotel bintang 5 di Yogyakarta kini. Salah satunya adalah hotel tertua warisan Orde Lama, yakni Royal Ambarrukmo yang dibangun di ujung akhir pemerintahan presiden Soekarno. Menariknya, selera seni Bung Karno juga disematkan pada hotel ini, antara lain berupa patung perunggu berjudul "Dua Gembala dan Kerbau" karya seniman Mon Mudjiman yang dibuat tahun 1964. Kalau benar catatan itu, berarti patung tersebut dibuat ketika Mon Mudjiman berusia 22 tahun, saat ham pir menyelesaikan studi seni di kampus ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia), Yogyakarta. Atau mungkin sudah jadi dosen muda di almamaternya. Dari judul yang menerakan kata "gembala" dan dibandingkan dengan tampilan yang ada kini, tampaknya ada yang berubah. Patung itu sepertinya sudah tidak sesempurna kondisi awal dulu, yakni hilangnya sosok anak gembala yang bertengger di atas kerbau. Memang ada sisa perunggu di atas punggung kerbau sebelah kiri yang sangat mungkin lepas/dilepas. Pat

Affandi dan Basuki Abdullah

Ketika Basuki Abdullah kembali ke Indonesia, setelah lulus dari sekolah gambar di negeri Belanda, ia banyak berpameran di luar negeri dan di dalam negeri. Namanya termashur. Surat-surat kabar Belanda memuji-muji dan mengagung-agungkannya. Mendengar berita ini, makin menyala hasrat Affandi untuk menemui Basuki Abdullah. Ingin belajar dan berguru padanya. Pada suatu hari, datanglah ia ke tempat kediaman Basuki Abdullah. Hatinya berdebar-debar. Takut-takut memasuki halaman rumah gedung itu. Tapi hati dikuatkannya. Pintu dibuka pelayan, ketika ia memijit bel. "Saya ingin bertemu dengan tuan", kata Affandi. Pelayan masuk kembali untuk memberi tahu tuannya. Affandi berdiri di ambang pintu. Lama baru ada suara. Dari pintu yang terbuka, terdengar oleh Affandi suara orang bertanya: "Apakah tamu itu bisa bicara bahasa Belanda?" Sejenak kepala Affandi pusing mendengarkan pertanyaan dari dalam itu. Hatinya tiba-tiba tidak senang. Bencilah, pokoknya. Affa

Old Master Menguasai (Kembali)

Image
Akhir Februari 2016, Artprice, lembaga data dan riset pasar seni rupa yang berkedudukan di Paris, kembali mengeluarkan laporan tahunan (annual report). Banyak informasi dan data bertebar di dalamnya. Salah satu data yang selalu ditunggu adalah daftar 500 Besar seniman yang karyanya paling banyak diserap dengan angka penjualan tertinggi oleh pasar selama tahun 2015 lalu—terutama oleh balai lelang di seluruh dunia. Tentu lembaga itu hanya bisa menyandarkan data pada balai lelang karena relatif lebih terukur secara kuantitatif dan terbuka sumbernya. Dari 500 nama seniman sedunia itu, nama­-nama yang sudah mapan seperti Pablo Piccasso, Andy Warhol, Francis Bacon, Mark Rothko, juga Roy Liechtenstein, masih bertahan di level 10 Besar. Sementara Jeff Koon mulai terlempar dari 10 Besar. Tapi posisinya masih lebih baik ketimbang Damien Hirst yang terperosok pada level agak jauh di bawahnya, meski masih masuk 100 Besar. Ini serupa dengan para perupa China yang cukup dominan di level 50 Besa