Posts

Showing posts with the label Jokowi

Lanyah

Image
LANYAH. Orang Jawa punya istilah “lanyah” yang kurang lebih berarti terbiasa, “fasih”, atau “luwes” dalam melakukan sebuah aktivitas. Istilah tersebut mengindikasikan pelakunya telah mempraktikkannya dengan rutin, lama, dan terus-menerus. Misalnya, “Bayine wis lanyah le mlaku” (Si bayi sudah lancar berjalan), “Mbak Ponirah lanyah tangane olehe mbathik” (Mbak Ponirah sudah terampil tangannya dalam membuat batik), dan seterusnya. Dua kalimat contoh itu mengindikasikan bahwa si bayi telah lebih dulu jatuh bangun berlatih berjalan dan diduga baru di bulan kesebelas lancar berjalan. Demikian pula, Mbak Ponirah mungkin telah berlatih membatik sejak usia dini dan baru dikatakan fasih atau terampil setelah masuk di tahun ketiga, bahkan lebih. Pendeknya, semua aktivitas butuh upaya, latihan, mempraktikkan langsung secara kontinyu, berkesinambungan, dan terus-menerus sehingga bisa mengalami "trial and error" untuk kemudian mencoba menghindari atau meminimalisasi tit...

Lanyah

Orang Jawa punya istilah “lanyah” yang kurang lebih berarti terbiasa, “fasih”, atau “luwes” dalam melakukan sebuah aktivitas. Istilah tersebut mengindik asikan pelakunya telah mempraktikkannya dengan rutin, lama, dan terus-menerus. Misalnya, “Bayine wis lanyah le mlaku” (Si bayi sudah lancar berjalan), “Mbak Ponirah lanyah tangane olehe mbathik” (Mbak Ponirah sudah terampil tangannya dalam membuat batik), dan seterusnya. Dua kalimat contoh itu mengindikasikan bahwa si bayi telah lebih dulu jatuh bangun berlatih berjalan dan diduga baru di bulan kesebelas lancar berjalan. Demikian pula, Mbak Ponirah mungkin telah berlatih membatik sejak usia dini dan baru dikatakan fasih atau terampil setelah masuk di tahun ketiga, bahkan lebih. Pendeknya, semua aktivitas butuh upaya, latihan, mempraktikkan langsung secara kontinyu, berkesinambungan, dan terus-menerus sehingga bisa mengalami "trial and error" untuk kemudian mencoba menghindari atau meminimalisasi titik "error"-ny...

Jokowi dan Seni(man)

Image
Oleh Kuss Indarto Jokowi-JK resmi terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2014-2019. Setelah membaca pidato kemenangan (selengkapnya silakan baca di bagian bawah) yang dibacakan oleh Jokowi di atas geladak kapal pinisi “Hati Buana Setia” di Pantai Sunda Kelapa, ada beberapa hal yang bisa dicermati: (1) Jokowi-JK ingin menjalankan roda pemerintahan dengan baik tanpa banyak dijegal oleh lawan politik nya. Maka dia mengucapkan terima kasih mengapresiasi Prabowo-Hatta Rajasa sebagai “sahabat dalam kompetisi politik”, BUKAN seperti yang telah diucapkan oleh Prabowo dalam wawancaranya dengan BBC beberapa waktu lalu yang menyebut Jokowi sebagai “enemy” (musuh), bukan “rival” (pesaing), apalagi “sahabat”. (2) Jokowi menyebut dengan tegas bahwa Pemilu/Pilpres kemarin bukan hanya “sebagai sebuah peristiwa politik semata-mata, tetapi peristiwa kebudayaan”. Ini memberi indikasi yang kuat bahwa era pertarungan politik ke depan akan memberi porsi yang besar pa...

Berpihak

ENTAHLAH. Aku juga heran, betapa aku begitu antusias dengan Pilpres 2014 ini. Bentuk antusiasku adalah dengan keberpihakan pada capres Jokowi yang memberi banyak harapan perubahan ketimbang capres lainnya. Logika pilihanku berasal dari fakta pencapaian dan prestasi Jokowi, juga komitmennya, setidaknya dalam 10 tahun terakhir. Aku sama sekali bukan tim sukses atau relawan yang bergerak masif. Tak ada uang sama sekali yang hinggap ke dompetku karena keberpihakanku itu. Tapi aku akan membela keberpihakan ini dengan semampu logikaku. Kalau kelak Jokowi memang, kukira tak perlu mengemukakan pembelaan dan keberpihakan ini pada dunia, apalagi sampai berharap pada konsesi ekonomi atau cipratan kuasa apapun sebagai balas jasa. Maaf, tak akan pernah itu. Sebaliknya, kalau Jokowi kalah, aku akan menghormati siapapun presidennya sebatas dia menang tanpa kecurangan. Bagiku, dalam situasi seperti ini, keberpihakan lebih bermartabat dan akan mendewasakan diri ketimbang seolah-olah n...

(Calon) Presiden dan Aku

Kalau berpikir egosentrik, memang, siapapun presidennya tidak akan berpengaruh pada kehidupan seseorang (secara langsung). Tapi kalau berpikir bahwa tiap individu adalah jaring-jaring utama dari sebuah komunalisme besar bernama negara-bangsa, maka relasi antara siapa presidennya akan terasa pada (tiap) warga negara. Misalnya, andaikan Jokowi jadi presiden, dia akan merekrut orang-orang profesional di bidangnya dalam kabinet kelak. Bukan seperti SBY yang gagah tapi luar biasa lembek keika dibawah tekanan. Maka, antara lain, dia (SBY) menunjuk Tifatul Sembiring menjadi Menkominfo yang sepertinya tidak dia kuasai. Publik pernah teriak tentang akses internet di Indonesia yang lelet, tapi direspons oleh Tifatul bahwa: "Untuk apa internet cepat? Untuk buka situs yang enggak-enggak?" Inilah respon fatalistik seorang pejabat dari kabinet kompromistik yang busuk. Saya masih optimis kalau Jokowi jadi RI-1, dia akan mencari Menkominfo yang cerdas dan berintegritas di ...

"That One"

oleh Kuss Indarto Awalnya begitu percaya diri. Namun ketika mulai terdesak, kehabisan argumentasi, John McCain, capres Amerika Serikat tahun 2008 dari Partai Republik itu tidak lagi menatap wajah lawannya dari Partai Demokrat, Barrack Obama, dan menyebutnya sebagai "Mister". Namun berpaling pada moderator dan hadirin serta menyebut seterunya sebagai "that one". Cukup emosional hingga mulai kehilangan kesantunan. Ma lam ini, pada sebuah negeri di khatulistiwa, ada seorang calon presiden yang (tampaknya) juga mulai kehilangan keseimbangan emosinya. Pada bagian awal dia menyebut lawannya sebagai "Bapak", namun lama-kelamaan berubah dengan menyebut: "Saudara". Ini hal mungil, namun gejolak kecerdasan emosi bisa nampak dari soal tersebut. Semoga Tuhan mengampuninya. ***

Logika Jokowi

oleh Kuss Indarto Mari bermain logika yang sangat-sangat sederhana. Pencapaian tertinggi Prabowo adalah sebagai Danjen Kopassus, berpangkat Letjen (bukan jenderal bintang 4 lho, ya), memimpin sekitar 50 ribu pasukan. Itu terakhir terjadi 15 tahun lalu, lalu dipecat (dihaluskan menjadi "diberhentikan") oleh institusi tempat dia bernaung. Jokowi dalam 10 tahun terakhir memimpin kota Solo yg cukup plural dengan popul asi sekitar 500 ribu orang (10 kali lipat Kopassus), lalu bersambung, terpilih secara demokratis oleh rakyat DKI, yang populasinya sekitar 9 juta jiwa. Prabowo diduga kuat bisa menjadi Letjen karena menantu Soeharto. Beberapa kalangan menganggap sulit baginya untuk menjadi jenderal (minimal bintang 1) karena rekam jejak indiplinernya termasuk tinggi. Jokowi terpilih lewat Pilkada yang relatif demokratis. Pilkada kedua di Solo dimenangkannya dengan raupan suara 90%. Fakta ini memberikan gambaran awal bahwa Jokowi punya akseptabilitas (tingkat pe...