Posts

Showing posts from February, 2007

Masks of Multi-interpretations

Image
by Kuss Indarto Examining the works of Dyan Anggraini, in my opinion, is like looking at ourselves in the mirror. It is an inward-looking persuasion, a self-introspection. Through her works, we are provoked to observe fragments of reality and its representation that evolved within our daily live. Whether or not we are consciously aware of them, the theme of her works (featuring various figures in masks) is connecting both denotative and connotative meaning of (man in) mask. Mask is not perceived as “it is”, a cultural (read: art) icon existed in Indonesian ethnics, but rather as a meaning connoted by various system of interpretation or even deconstructed by the changing lexical (and social) values within the context of its culture. Denotative Mask At first, mask is a face protector – made from wood, paper, clothe or other – in various form used by traditional dancers of performance art. Several masks may resemble the face of god-goddess, various expressions of human, faces of demons a

Komik: Berburu Makna Lewat Rupa

Image
Oleh Kuss Indarto (Ini tulisan jadul yang kutulis sekitar 5-6 tahun lalu, untuk keperluan workshop komik di depan anak2 pengelola pers kampus di Yogya. Bahannya banyak aku ambil dari bukunya Scott McCloud yang kufotokopi dari seorang teman. Belakangan buku itu sudah diterjemahkan oleh KPG (grupnya Kompas) Jakarta. Foto di samping adalah petilan komik karya Thomas Ott yang kucomot dari kompilasi komik indie Jerman, oleh2 dari temenku, Claudia Ruppert, yang waktu itu bikin riset tentang pers di harian Bernas tempatku kerja dulu. Entah dimana dia sekarang). PENGERTIAN paling elementer dari komik, seperti yang diistilahkan oleh pakar komik Amerika Will Eisner dalam bukunya Comics and Sequential Art , adalah seni gambar berturutan (the sequential visual art) . Pengertian ini relatif “aman’ untuk diterapkan dibanding memberi definisi lebih detail dan kompleks yang justru memenjarakan kompleksitas komik itu sendiri. Karena pada perkembangannya komik telah berdiri tidak sebatas sebagai sebua

Kasihan Lomba Lukis Anak

Image
Minggu siang, 4 Februari kemarin, aku, mas Hermanu, dan Samuel Indratma di-dhapuk jadi juri lomba mewarnai dan lukis anak di Jogja Exhibition Centre (JEC). Panitianya Kelompok Kompas Gramedia dan Bank BNI 46. Ada sekitar 250-an lebih peserta. Seperti biasa, riuh rendah. Apalagi itu hari terakhir pameran buku yang telah berlangsung 4 hari sebelumnya. Parkiran penuh, pengunjung berjubel. Proses penjurian relatif cepat. Apalagi waktu yang diberikan juga mepet. Jam sebelas gambar masuk, dan jam 12 diharapkan proses penjurian bisa selesai semuanya. Kami bertiga sih gak masalah. Cuman ya sebenarnya ada yang bisa lebih detil didiskusikan, seperti tentang kecenderungan hegemoniknya karya-karya anak-anak sanggar yang sudah sangat stereotip. Tapi ya udah, waktu sempit sekali, meski bukan berarti sembarangan pola penilaiannya. Lalu hasil penilaiannya diumumkan. Kami bertiga sendiri yang mengumumkan, bahkan dengan menyertakan gambar para pemenangnya. Biar lebih terbuka. Situasi keriuhan cepat sele