Posts

Showing posts from March, 2015

Artistic Gambling In “Three Characters, Three Colors”

Image
"Prahara", lukisan karya Anang To2 Sutoto, Medan. By Kuss Indarto   Fine art is empowered to question itself and its community by searching for appropriate ideas. It develops on its own dynamics, including its own dialectic ideas. In other words, it is expected that it carries self- development, not simply following the development of fine art in a foreign country (the West). ~ Sanento Yuliman , “Fine Art in the Transition Period: Where does the Young Spirit Go? Kompas daily newspaper, 7 June 1987 Beauty is the infinite depicted in the finite.[Keindahan adalah ketidakterbatasan yang digambarkan dalam suatu batas] ~ August Wihelm Schlegel /one/   FINALLY, the three fine art artists: Anang To2 Sutoto, M. Yatim Mustafa, and S. Handono exhibited their works together; the one which they had planned for a long time, the one with a variety of obstacles and ups and downs. The exhibition, at least contains some important and fundamental things. First , each of

Affandi Teles (Basah)

Image
Foto: Lukisan abal-abal yang seolah-oleh karya maestro Affandi Lukisan bodong a.k.a. bagongan alias aspal (asli tapi palsu) masih saja beredar di Indonesia. Tampaknya ini sulit berhenti karena nyaris tidak ada persoalan/pihak yang dikasuskan secara hukum, dan—celakanya—didukung oleh “mafia” yang memilki jejaring kerja rapi, banyak pendukungnya, dan punya kekuatan modal besar. Lukisan karya Affandi adalah salah satu yang paling banyak ditiru dan dimirip-miripkan seolah dibuat oleh sang Maestro itu, dan kemudian masuk dalam art market—entah pasar berkelas ecek-ecek, maupun kelas yang tidak sembarangan. Maksudnya, kelas yang berlatar belakang ekonomi tinggi, namun pengalaman dan pengetahuan seninya minim serta belum teruji. Dalam jaringan para pemalsu dan pengedar lukisan aspal, ada istilah “Affandi teles” atau “Affandi basah”. Ini mengacu pada fakta bahwa lukisan aspal yang dibuat dengan meniru gaya, ekspresi dan corak visual seniman Affandi itu relatif baru. Karena

Rebranding Luar-Dalam

Image
Oleh Kuss Indarto   HAMPIR seratus tahun lalu, persisnya sekitar tahun 1920-an, produsen raksasa minuman ringan asal Amerika Serikat, Coca Cola , mulai merambah pasar China. Mereka masuk dengan nama (yang kalau dieja secara harfiah berbunyi): “kou-ke-kou-la”. Dalam aspek kebahasaan lokal ternyata itu membawa masalah. Orang-orang China banyak menertawakannya karena dalam bahasa Mandarin kata tersebut memuat dua kemungkinan makna yang relatif lucu bahkan negatif, yakni: “mulut yang dahaga dan penuh dengan lilin”, atau “menggigit kecebong lilin”. Coca Cola tanggap, lalu mengadakan riset dengan mengedepankan aspek budaya, khususnya bahasa lokal. Hasilnya, brand name dalam bahasa Mandarin tersebut kemudian diubah, diselaraskan dengan situasi lokal, dan terbaca sebagai: “ke-kou-ke-le”. Arti dan maknanya lebih menguatkan citra serta identitas atas produk itu: “suatu rasa yang menggembirakan dan kebahagiaan” atau “kebahagiaan di mulut”. Paul Temporal, pakar manajemen merek yang meng

Tangan Banyak Seniman

Oleh Kuss Indarto   SIANG yang terik itu, kira-kira 20 Desember 2005, rumah kontrakan Hendro Suseno yang berada di sebelah barat lapangan Mancasan, Wirobrajan, Yogyakarta, dipenuhi ratusan tetamu. Seluruh rumah dan halamannya—dari belakang, samping hingga depan—tak kuasa menampung jejalan para tamu. Luberan tetamu bertebar di gang kecil di depannya hingga ke lapangan. Momentum itu adalah pernikahan Guntur Nugroho alias Guntur Songgolangit, lelaki kelahiran 22 Februari 1961 yang menikahi (atau dinikahi?) Barbara, seorang perempuan Amerika Serikat. Pernikahan itu tidak saja menjadi momentum penuh percik-percik nilai sakral bagi kedua mempelai, namun juga menjadi “peristiwa kebudayaan” bagi orang-orang yang berkerumun di perhelatan tersebut. Banyak tamu menganggap peristiwa ini unik karena banyak hal: pasangan mempelai yang kontras latar belakangnya, prosesi upacara pernikahan yang penuh nuansa seni, pakem tradisional dalam ritus menikah tidak tertib diikuti, dan lainnya. Lebih da