Posts

Showing posts from July, 2014

Jokowi dan Seni(man)

Image
Oleh Kuss Indarto Jokowi-JK resmi terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2014-2019. Setelah membaca pidato kemenangan (selengkapnya silakan baca di bagian bawah) yang dibacakan oleh Jokowi di atas geladak kapal pinisi “Hati Buana Setia” di Pantai Sunda Kelapa, ada beberapa hal yang bisa dicermati: (1) Jokowi-JK ingin menjalankan roda pemerintahan dengan baik tanpa banyak dijegal oleh lawan politik nya. Maka dia mengucapkan terima kasih mengapresiasi Prabowo-Hatta Rajasa sebagai “sahabat dalam kompetisi politik”, BUKAN seperti yang telah diucapkan oleh Prabowo dalam wawancaranya dengan BBC beberapa waktu lalu yang menyebut Jokowi sebagai “enemy” (musuh), bukan “rival” (pesaing), apalagi “sahabat”. (2) Jokowi menyebut dengan tegas bahwa Pemilu/Pilpres kemarin bukan hanya “sebagai sebuah peristiwa politik semata-mata, tetapi peristiwa kebudayaan”. Ini memberi indikasi yang kuat bahwa era pertarungan politik ke depan akan memberi porsi yang besar pa

Elek Ning Jero

(Pengantar singkat untuk buku kumpulan kartun Prie GS., "Indonesia Tertawa" , 2014)   SALAH satu maestro seni rupa Indonesia, almarhum H. Widayat, saat masih mengajar di kampus Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia (FSR ISI) Yogyakarta, sering membuat keder mahasiswa. Apalagi kalau mengritik karya-karya lukis para mahasiswanya. Tak jarang, saat menghadapi lukisan yang tidak menarik secara artistik dan estetik (baginya), pak Widayat langsung bertanya, “Ini lukisan siapa? Maunya apa?” Sang mahasiswa empunya lukisan tersebut dengan antusias bergegas menjawab, “Karya saya, pak!” Pak Widayat hanya berkomentar pendek: “Elek we durung, mas!” (Jelek saja belum, mas!) Seperti biasa, ledakan tawa seperti nyaris meruntuhkan tembok kelas mendengar komentar sang dosen itu. Dan dari titik momentum tersebut pak Widayat biasa memberi argument dan dalih atas komentarnya. Sejujurnya, saya juga punya komentar serupa ketika menyaksikan karya-karya kartun mas Prie GS yang terhimp

Kesederhanaan dalam Ujian Konsistensi Artistik

DALAM pelataran sejarah, publik telah menengarai bahwa seni lukis abstrak telah lama mengemuka sebagai bagian penting dari dinamika seni rupa. Robert Atkins dalam ARTSPEAK: A Guide to Contemporary Ideas, Movements, and Buzzwords (1990) memberi peta kecil bahwa seni lukis abstrak telah muncul dan dipioniri oleh tiga sosok penting, yakni Wassily Kandinsky yang beproses di Munich, Jerman, dan Frantisek Kupka serta Robert Delaunay di Paris, Perancis. Pada rentang waktu yang nyaris bersamaan, yakni antara 1913-1916, tokoh constructivist Rusia, Vladimir Tatlin mengkreasi bentuk-bentuk relief abstrak yang dianggap sebagai pencapaian baru. Dalam perkembangannya, sekira tahun 1940-1950, setidaknya yang bisa ditapaki jejaknya di Amerika Serikat, tidak sedikit seniman yang masuk dan suntuk dalam kesadran kreatif abstract expressionism. Ada banyak nama yang membawa arus ini seperti William Baziotes, Adolf Gottlieb, Philip Guston, Franz Kline, Lee Krasner, Robert Motherweli, Barnett Moth

Berpihak

ENTAHLAH. Aku juga heran, betapa aku begitu antusias dengan Pilpres 2014 ini. Bentuk antusiasku adalah dengan keberpihakan pada capres Jokowi yang memberi banyak harapan perubahan ketimbang capres lainnya. Logika pilihanku berasal dari fakta pencapaian dan prestasi Jokowi, juga komitmennya, setidaknya dalam 10 tahun terakhir. Aku sama sekali bukan tim sukses atau relawan yang bergerak masif. Tak ada uang sama sekali yang hinggap ke dompetku karena keberpihakanku itu. Tapi aku akan membela keberpihakan ini dengan semampu logikaku. Kalau kelak Jokowi memang, kukira tak perlu mengemukakan pembelaan dan keberpihakan ini pada dunia, apalagi sampai berharap pada konsesi ekonomi atau cipratan kuasa apapun sebagai balas jasa. Maaf, tak akan pernah itu. Sebaliknya, kalau Jokowi kalah, aku akan menghormati siapapun presidennya sebatas dia menang tanpa kecurangan. Bagiku, dalam situasi seperti ini, keberpihakan lebih bermartabat dan akan mendewasakan diri ketimbang seolah-olah n