Posts

Showing posts from June, 2007

Karya yang Menarik dalam Shout Out!

Image
INI beberapa karya yang tereksposisi dalam pameran seni visual Shout Out! Berteriaklah! di Festival Kesenian Yogyakarta, 22 Juni s/d 2 Juli 2007. Aku yang kebetulan menguratori pameran ini (bersama Arie Dyanto sebagai co-curator ) sebetulnya belum begitu puas. Tapi apapun, masih banyak karya yang kuat dan menarik perhatian. Di antaranya yang terpajang di sini. Ada mural 'bayangan pohon' karya Aidi Yupri, peti mati karya Wijayanto, bak truk sampah yang dimural karya anak-anak Jogja Mural Forum (JMF), dan Doggie House karya Dona Prawita. Tidak seperti biasa, kali ini hanya 3 seniman yang berkarya derngan medium lukisan di antara 35 seniman/kelompok seniman peserta tersebut. Ini juga kali pertama jumlah peserta pameran FKY sangat sedikit. Hanya 35. Biasanya di atas 70 peserta, atau seringnya di atas 100 seniman. Jelas, ini bagian penting dari kesadaranku untuk memberi bobot prestise FKY di mata publik seni sendiri. Biar tidak dipandang rendah terus-menerus. Moga-moga sih bisa lebi

Conflicts being Fought, Contradictions Put at Stake

Image
By Kuss Indarto (Dalam versi bahasa Indonesia, teks ini akan dipresentasikan dalam Seminar Nasional "Membangun Dinamika Seni Rupa Indonesia", di Galeri Nasional, Jakarta, 12-13 Juli 2007. Dalam surat edaran yang kuterima ada 13 pemakalah yang terpilih dari 50-an yang mengajukan. Para penanggap seminar ini adalah Bambang Budjono, Suwarno Wisetrotomo, Amna Sardono W. Kusumo, dan Nindityo Adipurnomo) It is perhaps not an exaggeration to say that Entang Wiharso’s visual art is not stable. His frame of mind and "habits" are consistently oriented to instilling a creativity which shakes the stability of his past work and leads to new, more dynamic work that is more progressive and novel. He "shakes" the stability of his work while maintaining a consistency of ideas rather than forms. To some extent, Entang within his work appears to have developed what post-structuralists Deleuze and Guattari (1986) call "schizophrenic signs" of a nomad, i.e. constantly

Editorial Cartoon FKY 1995

Image
Ah, tiba-tiba kuingat dan kutemukan salah satu editorial cartoon yang aku buat 12 tahun lalu, persisnya tanggal 7 Juni 1995. Ya, itu tanggal pemuatan di harian Bernas tempat aku bekerja jadi tukang gambar waktu itu. (Sekarang dah gak jelas tuh manajemen koran itu. Bedebah!) Gambar ini dengan tegas mengetengahkan aikon FKY (Festival Kesenian Yogyakarta), burung derkuku kali ya, yang jadi pengusung gerobak reyot bernama rutinitas. Hal penting yang kupikirkan 12 tahun lalu itu, atau ketika FKY berusia 7 tahun adalah ancaman rutinitas yang mekanistik terhadap perhelatan "besar" itu. Dan kita tahu, sesuatu yang telah mekanistik biasanya membunuh kreativitas. Itu yang kuamati pada FKY waktu itu. Tanpa banyak pembaruan, ide-ide baru, dan lainnya. Nah, celakanya, 4 tahun terakhir aku dapat "musibah" menjadi koordinator dan/atau kurator Divisi Seni Rupa FKY. Alamak! Jadi ya, sebisa mungkin momok rutinitas yang mekanistik seperti kusindir sendiri 12 tahun lalu itu sedikit-sed

Ke Arah Mana Kita Nge-Shout Out!

Image
Oleh Kuss Indarto (Teks ini telah dimuat dalam buklet pameran "Shout Out" FKY 2007, sebelum dibikin katalog post-event ) 1/ Yah, FKY lagi, FKY lagi! Apa boleh buat, perhelatan pameran bertajuk kuratorial Shout Out! (Berteriaklah!) ini tergelar kembali. Sejumlah 36 nama seniman dan kelompok seniman (16 nama di dalamnya adalah undangan), siap “bertarung” beradu perhatian di depan publik seni rupa di Yogyakarta. Jelas bukan perkara mudah untuk menentukan dan memilih nama-nama yang akhirnya jadi peserta pameran ini. Sejarah kreatif mereka yang menjadi dasar pertimbangan, dan tentu saja progres kreatif terakhirlah yang kemudian mengerucutkan nama-nama yang ada dalam pameran ini. Sudah barang pasti, relativitas dan dugaan adanya unsur subyektivitas akan mewarnai reaksi publik terhadap hasil pemilihan dan seleksi ini. Ah, ini masalah wajar yang nyaris menjadi “hikayat” tersendiri dan senantiasa menyertai perhelatan yang menerapkan sistem seleksi. Di manapun di dunia! Tapi bukan apa-
Image
jangan takut masuk peti mati! Yup! Peti mati betulan akan siap jadi ruang untuk Anda berpose dan berfoto bersama teman dan keluarga, tanpa air mata! Mau coba ? Datang aja di pembukaan pameran seni rupa Shout Out! Berteriaklah! , Jumat 22 Juni 2007 jam 19.00 WIB di Taman Budaya Yogyakarta , Jalan Sriwedani 1 Yogyakarta . Ada Woodland Band, Sangkakala Band, juga titisan sang fuhrer Adolf Hitler yang siap meneror saraf ketakutan Anda. Eits, ada juga truk sampah yang manis, bungalow merah yang cihuy, dan lainnya! Datanglah, datanglah! Pameran berlangsung hingga 2 Juli 2007 kok! Ingin ngintip? Buka aja attachment ya! Salam! Icha (081578713748) Kuss (o81 228 35525) Ari (081804077211)

Ubasute No Hanashi

Image
(Ini kisah "mutiara" yang kujumput dari blog seorang teman, dina. Foto kuambil juga dari teman fotografer Kompas , Arbain Rambey) Dahulu kala di Jepang terdapat sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh para petani miskin yang disebut 'Ubasute', yaitu membuang orang tua mereka yang telah lanjut usia di daerah pegunungan. Hal ini dilakukan karena mereka terlalu miskin untuk menghidupi orang tua mereka. Cerita ini adalah cerita kuno dan di masa ini tentu saja tidak dilakukan hal seperti itu. Ceritanya: Pada hari itu, seorang ibu tua dengan digendong oleh puteranya berangkat menuju gunung untuk 'disisihkan'. Namun selama perjalanan ia mematahkan ranting-ranting dan menjatuhkannya. Ketika ditanya oleh puteranya, ia menjawab, "Agar kau tidak tersesat pada waktu kembali ke desa." Mendengar hal itu, puteranya terharu dan menangis lalu menggendong ibunya dan kembali ke rumah mereka.

FKY Krusial

Image
(Ini foto karya Alexis, Coffee Morning, yang lolos untuk dipamerkan di Shout Out) Minggu-minggu ini jadi pekan paling krusial bagiku dalam menyiapkan pameran seni rupa Shout Out Festival Kesenian Yogyakarta 2007. Rencananya sih pameran dibuka Jumat malam, 22 Juni 2007 di Taman Budaya Yogyakarta. 36 karya telah disiapkan oleh 36 seniman dan kelompok seniman. (Ditambah lagi beberapa karya dari seniman Gerakan Seni Rupa Baru yang menggelar artefak karya yang pernah dibuat tahun 1975-an lalu). Secara umum sebenarnya aku belum puas dengan hasil seleksi kali ini karena banyak karya yang belum optimal konsep dan penggarapannya. Makanya aku cukup waswas, sehingga harus banyak kontak dengan teman2 seniman agar eksekusi karyanya nanti saat pameran jauh lebih maksimal. Mulai dari displai, material, hingga mempertanyakan ulang judul karya yang menurutku kurang sreg. Moga-moga sih tak dipahami sebagai intervensi yang eksploitatif karena menurutku masih cukup proporsional, dan belum ada suara

Entang di Kompas (edisi Semarang)

Image
Di bawah ini adalah kutipan berita review pameran tunggal Entang di harian Kompas edisi Jawa Tengah), Senin, 28 Mei 2007. Entang Pertanyakan Nilai Kemanusiaan Mempertanyakan Kehancuran Etika Manusia berkepala botak yang membuka mulutnya lebar-lebar terlukis dalam sebuah cermin berlatar belakang ornamen bunga. Sebagian mulut dan pipi manusia itu tak lagi terlukis rapi. Lukisan itu berjudul "Are you looking back or front?" Lukisan itu merupakan salah satu karya Entang Wiharso yang dipamerkan di Rumah Seni Yaitu, Semarang, 25 Mei-16 Juni. Tidak jauh dari lukisan itu terpampang lukisan dalam kanvas berukuran 290 x 600 sentimeter. Lagi-lagi manusia berkepala botak menjadi tokohnya. Mereka tergambarkan duduk di kursi panjang disandingkan dengan beragam latar, seperti manusia tanpa kepala, manusia membasuh kepala, manusia penuh angkara membawa kepala manusia lain. Dalam lukisan berjudul "In Toxic" itu juga terdapat lukisan poster yang bertuliskan "etika itu apa?"

Taman di Monas

Image
Wuih, ini lanskap yang kutangkap sebulan lalu dari ketinggian "atap" Monas (Monumen Nasional). Ya, sekitar 135 meter dari tanah. Titik penting yang kutangkap adalah jalinan taman yang kini dibangun di empat sisi pelataran dalam Monas. Conblock tak lagi polos, tapi ada sentuhan artistik dengan diisi taman. Belum tuntas sih ketika kupotret, tapi cukup memberi nilai beda ketimbang sebelumnya. Ada detil ornamen pada tekstur tanah di tiap lahan taman yang belum tergarap. Konsepnya sih mencoba mengeksplorasi elemen tradisi dan lokalitas yang diaplikasikan dalam taman dan tanaman. Kebetulan yang menggarap proyek taman itu adalah temanku, Mas Handoyo (lembaganya Rumah Seni namanya), yang dibiayai penuh oleh Gudang Garam. Menariknya, GG tak akan branding secuilpun di lokasi itu. Yah, proyek (ekonomi-)politik kukira, untuk menangguk keuntungan yang lebih besar selepas proyek itu selesai. Harga proyek itu menggiurkan juga, apalagi kalau dibanding dengan kaplingnya yang tak terlalu besar