Posts

Showing posts from June, 2016

Lampu Kuning untuk Kampus Seni Rupa

Image
Oleh Kuss Indarto Jarum waktu menuding ke angka 17.22 wib. Dalam sore yang gerah itu, di halaman Galeri R.J. Katamsi, ISI Yogyakarta, pembukaan pameran seni rupa “Ars Longa Vita Brevis” , dimulai. Seorang mahasiswi manis yang berperan sebagai MC mengawali acara formal yang seharusnya—sesuai waktu yang tertera di undangan—dimulai pukul 16.00 wib. Waktu yang molor hingga 1,5 jam tampaknya masih menjadi istiadat yang lazim, bahkan di lingkungan kampus. Sore itu, rektor ISI Yogyakarta, Prof.Dr. M. Agus Burhan M.Hum baru bisa hadir sekitar pukul 17.00 wib karena harus merampungkan sebuah rapat di rektorat. Pun dengan bintang sore itu, Drs. Wardoyo Sugianto dan Drs. Soewardi M.Sn. yang kasip datang. Sementara Dra. Nunung Nurdjanti M.Hum malah berhalangan hadir.             “Ars Longa Vita Brevis” dihelat sebagai penghargaan dan momentum pelepasan bagi tiga orang dosen Fakultas Seni Rupa, ISI Yogyakarta menuju masa pensiun. Drs. Wardoyo Sugianto (dosen seni lukis) dan Drs.

Bashher...

Image
Bagi mereka yang sering atau sesekali ke negeri jiran, mungkin tak asing lagi dengan lanskap ruangan ini. Ya, lantai kotak hitam-putih serupa papan catur dan ribuan buku yang relatif baru tertata dan berserak dalam beberapa ruangan tersebut sudah membentuk identitas tersendiri. Ruang-ruang itu bernama Basheer Graphic Bookstore, berada di lantai 4 kompleks Bras Basah, Singapura. Letaknya berseberangan dengan Raffles Hotel, tak jauh dari National Library, Singapore Art Museum ( SAM), dan Museum Nasional Singapura. Hanya berbilang raturan meter dari tempat-tempat tersebut, dan tentu bisa ditempuh dengan jalan kaki. Basheer mungkin bisa dibilang "hanya" sebuah "kios" buku yang berukuran agak luas. Kalah luas ketimbang semua toko buku Gramedia di Indonesia. Tapi jualannya yang cukup spesifik itu jadi kelebihan yang tampaknya belum ada di negeri sebesar Indonesia. Buku-buku seni rupa, arsitektur, animasi dan lainnya ngumpul di sini. Majalah seni rup

Aware

DALAM sebuah interviu yang mempertanyakan "apa itu seni", filsuf Baudrillard menjawab bahwa: "Seni adalah bentuk. Sebuah bentuk adalah sesuatu yang benar-benar tidak mempunyai sejarah, melainlan memiliki tujuan (destiny). Kini seni sudah tumbang dalam nilai, dan celakanya kini nilai-nilai itu sudah rusak. Nilai: nilai estetis, nilai komersial... Nilai-nilai bisa dinegosiaaikan, dibeli dan dijual, dipertukarkan. Bentuk sebagai bentuk tidak dapat dipertukarkan dengan sesuatu; bentuk hanya dapat dipertukarkan dalam bentuk-bentuk itu sendiri, dan harganya adalah nilai estetis." Jawaban tersebut mengindikasikan adanya pergeseran yang kuat dalam seni dan praktik penciptaannya. Hal pertama yang penting dalam seni adalah bentuk, bukan menyoal pada nilai tukar yang bisa dihasilkan oleh karya seni tersebut. Seni bisa bergerak leluasa menentukan tujuannya sendiri ketika berdiri sebagai bentuk. Ia bisa dikaitkan dengan desire for illusion, hasrat untuk (membuat) ilusi, ya

Lanyah

Orang Jawa punya istilah “lanyah” yang kurang lebih berarti terbiasa, “fasih”, atau “luwes” dalam melakukan sebuah aktivitas. Istilah tersebut mengindik asikan pelakunya telah mempraktikkannya dengan rutin, lama, dan terus-menerus. Misalnya, “Bayine wis lanyah le mlaku” (Si bayi sudah lancar berjalan), “Mbak Ponirah lanyah tangane olehe mbathik” (Mbak Ponirah sudah terampil tangannya dalam membuat batik), dan seterusnya. Dua kalimat contoh itu mengindikasikan bahwa si bayi telah lebih dulu jatuh bangun berlatih berjalan dan diduga baru di bulan kesebelas lancar berjalan. Demikian pula, Mbak Ponirah mungkin telah berlatih membatik sejak usia dini dan baru dikatakan fasih atau terampil setelah masuk di tahun ketiga, bahkan lebih. Pendeknya, semua aktivitas butuh upaya, latihan, mempraktikkan langsung secara kontinyu, berkesinambungan, dan terus-menerus sehingga bisa mengalami "trial and error" untuk kemudian mencoba menghindari atau meminimalisasi titik "error"-ny