Posts

Showing posts from November, 2007

Bob(rok), Bob!

Image
Oleh Kuss Indarto (Tulisan ini telah dimuat dalam katalog sederhana pada pameran tunggal Bob Yudita Agung yang berpameran di Kedai Kebun, 17 Mei 2004. Bob sendiri, beberapa belas jam sebelum pembukaan pameran, mengalami kecelakaan hebat. Tapi belakangan ketahuan kalau ternyata dia tersungkur karena dikeroyok beberapa orang setelah nonton pentas musik. Beberapa giginya rontok. Tulang rahangnya patah. Wajahnya bengap setengah mati) Aku masih ingat betul dengan beberapa ke- asu -an Bob. Siang hari yang terik, mungkin sekitar tahun 1996-an, dia menyelinap masuk di garasi tempatku tinggal waktu itu, di Jalan Melati Wetan 37 Baciro. Namaku dipanggil-panggilnya, meski tanpa antusiasme karena ada subyek sasaran yang lebih menarik perhatian. Dan benar. Olie samping yang masih utuh yang sedianya untuk ngrefill sepeda motorku, diembat. Meski kepergok beberapa orang, tetap saja Bob cuek . Aku tak tahu karena tengah asyik siesta (tidur siang) setelah begadang semalaman, antara nonton sepakb

Meta-Etalase, Membaca Tubuh-tubuh

Image
Oleh Kuss Indarto (Ini adalah catatan kuratorialku untuk pameran Meta-Etalase di Galeri Semarang, 25 Juni s/d 9 Juli 2005 lalu. Ada 6 seniman yang terlibat dalam pameran ini, yakni Agus Suwage, Putut wahyu Widodo, Made Adiana, Budi Kustarto, Sigit Santoso, dan Nurkholis). HADIRNYA tubuh-tubuh manusia dari realitas sosial yang melompat ke kanvas realitas imajinasi jelas bukanlah hal baru. Banyak perupa telah mememindahkan tubuh-tubuh itu sebagai pokok soal (subject matter) dan menjadikannya sebagai sebuah sistem representasi atas zaman, gaya hidup, “ideologi” kreatif, patronase politik bahkan dunia-dalam sang perupa sendiri. Tak jarang, tubuh-tubuh itu hadir sebagai subyek (tema) perbincangan yang amat dominan – bukan menempel sekadar sebagai instrumen atas subyek yang lain. Sebaris sejarah bisa dideretkan di sini, yang menyensus contoh karya seni rupa dengan segenap corak, medium dan kecenderungannya. Misalnya, David, karya patung monumental dari si jenius Michelangelo Buonarr

Pindah Rumah

Image
Ini hari-hari yang cukup merepotkan. Beberapa pekerjaan belum bisa tuntas kukerjakan. Aku lagi pindah rumah kontrakan. Rumah sekarang lebih gede dan bersih. Ada 4 kamar, 2 kamar mandi kecil, dapur, dan dan yang terpenting halaman luas dan sejuk karena penuh tanaman mlinjo dan nangka. Terpaksa harus pindah, tidak kuperpanjang, karena rumah lama di Nitiprayan terlalu sempit untuk keluarga. Apalagi lay out ruangan juga kurang menarik. Belum lagi sirkulasi udara, apalagi sinar matahari, jauh dari memadai. Selama tinggal di rumah lama, aku tak bisa menikmati cahaya pagi dari timur dari dalam rumah. Maklum, semua sisi timur dari rumah itu tembok. Dan efek yang tak menarik dari rumah tanpa rongga cahaya di sisi timur ya tingkat kelembaban udara yang amat tinggi. Ini aku rasakan akibat buruknya. Ketika harus angkat2 barang, huah, semua yang nempel di lantai nyaris rusak semua. Terutama yang dari kain, apalagi kertas. Banyak yang rusak. Termasuk beberapa bukuku yang kusayangi, hiks, ternyata te

Kompetisi yang Sepi Kontribusi

Image
Oleh Kuss Indarto (Ah, 4 tahun lalu aku mengulas sekaligus mengritik pameran Biennale Jogja yang dikuratori Hendro Wiyanto. Sekarang, hmm, gantian aku yang jadi (salah satu) kurator Biennale Jogja tersebut. Berikut catatanku atas Biennale Jogja 4 tahun lalu yang (dalam bahasa Inggris) dimuat di harian The Jakarta Post , Oktober 2003) Biennale atau kompetisi seni rupa dua tahunan, seperti halnya kebanyakan perhelatan kompetisi seni rupa, hampir selalu menuai kontroversi dan perdebatan. Dan kali ini, riuh-rendah kontroversi tersebut kembali mengiringi pameran Biennale Yogyakarta VII yang berlangsung 17 hingga 31 Oktober 2003 di Taman Budaya Yogyakarta. Biennale yang dimahkotai tema kurasi Countrybution, oleh kuratornya, Hendro Wiyanto, sepertinya dihasratkan sebagai sebuah catatan kecil seniman (yang terpilih dalam perhelatan ini) untuk “menandai” kecenderungan meredupnya peran negara dalam masyarakat. Relasi negara-masyarakat yang kian mengecil itu diasumsikan menjadi celah sekaligus pe

Majalah Pusara edisi November 2007

Image
RUU BHP (Rancangan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan) sedang digodok oleh DPR. RUU ini, meskipun mengatur mengenai masalah pengelolaan pendidikan, tapi tidak ada satu pasal pun yang mengatur tentang peran pendidikan dalam pencerdasan bangsa, proses dan pengembangan budaya, pengembangan intelektual, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seluruh pasal hanya mengatur mengenai tata kelola BHP. Substansi yang menonjol dari RUU BHP ini adalah privatisasi dan liberalisasi pendidikan. Padahal, amanat Pembukaan UUD 1945 salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan bangsa. Jadi mestinya RUU BHP ini lebih banyak mengatur mengenai upaya-upaya pencerdasan bangsa. Tapi bila fokus RUU ini ke sana, maka bagaimana dengan keberadaan UU Sisdiknas sendiri? Apakah RUU BHP ini akan mengeliminasi keberadaan UU Sisdiknas? Inilah petikan tulisan Darmaningtyas dalam Majalah Pusara edisi 2 November 2007 . Simak juga tulisan menarik tentang