Posts

Showing posts from April, 2016

“Journey”, Kebersamaan Bob dan Widi

Oleh Kuss Indarto PERUPA Bob Yudhita Agung yang mempopulerkan diri sebagai Bob Sick kembali akan menghelat sebuah pameran seni rupa. Kali ini bersama Widi Benang, istri ketiganya yang telah memberi Bob dua anak perempuan cantik. Pameran yang dikurasi oleh A. Anzieb ini berlangsung di Green Art Space, Greenhost Boutique Hotel, Jl. Prawirotaman II No. 629, Yogyakarta, 5 hingga 16 April 2016. Inu Wicaksono—dokter spesialis ahli kejiwaan yang telah puluhan tahun memiliki banyak pasien dari kalangan seniman di kawasan Yogyakarta—didaulat untuk membuka pameran ini. Kata “Journey” dipilih sebagai judul kuratorial pameran. Ya, perjalanan. Ini lebih membincangkan pada perjalanan hidup dan kesenimanan pasangan Bob-Widi. Terkhusus pada Bob Sick yang telah membentangkan rute perjalanan kreatifnya sekitar 25 tahun—kalau awal masuk studi di kampus Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta sebagai titik pijaknya. “Karya-karya yang akan kupamerkan ya lahir seperti biasanya.

Patung József di Ruang Publik

Image
Aku dan Moosa Omar, seniman asal Oman, di Kaposvar, Hongaria, Juni 2015. Di kota kecil Kaposvar, sekitar 187 km ke arah barat daya ibukota Hongaria, Budapest, saya menghirup suasana kota lama Eropa Timur yang khas: bangunan kuno, beberapa moda transportasi tinggalan zaman komunis, dan penduduk yang tak banyak. Kota yang tertib, bersih, namun sepi karena sedikit penduduk. Di salah satu plaza kota kujumpai sebuah patung sosok laki-laki mengendarai kereta mungil yang ditarik oleh keledai. Kenapa sih bentuk patungnya seperti ini? Mengapa memfigurkan b apak tua ini? Aku cek di sekujur tubuh karya patung berbahan perunggu ini. Ah, kutemui secuil keterangan yang membantu. Ternyata sosok ini adalah: József Rippl-Rónai (23 May 1861-25 November 1927). József adalah seniman besar Hungaria di abad 19 yang asli kelahiran Kaposvar. Rumah dan studionya yang asri di pinggiran kota Kaposvar bahkan masih ada, dirawat, dan kini dijadikan museum. Sedang sebagian besar karya-karya seni József disi

Kedaton Ambarrukmo

Image
Bangunan ini kupotret di hari Minggu, 27 Maret 2016 lalu. Tempat asri ini, dulu, dimanfaatkan untuk beristirahat dan menyepi bagi para raja Mataram Islam. Yang tampak dalam foto adalah satu dari beberapa bangunan lain berupa pendapa dan gandhok tengen (bangunan sekunder berupa kamar-kaman di sebelah tengen atau kanan pendapa). Awalnya, Sultan Hamengkubuwono (Sultan HB) II menjadikan kawasan Jenu menjadi kebon raja mulai tahun 1792. Nama Jenu kelak diganti menjadi Ambarrukmo oleh Sultan Hamengkubuwono VII. Mulai 17 Januari 1828 Sultan HB V memerintah Mataram. Pada masa pemerintahan sultan inilah Jenu kembali dibangun, antara lain dengan membangun pendapa kecil. Tahun 1867-1869 Sultan HB VI memperluas pendapa dan kebun raja karena difungsikan untuk menyambut para tamu kerajaan. Lalu diberi nama menjadi Pesanggrahan Harja Purna. Tahun 1867 sendiri terjadi gempa bumi besar di Yogyakarta yang mengakibatkan beberapa bangunan kraton runtuh. Tugu Golong Gilig yang ada di ujung utara J

Mahalnya Mahar

Image
PETANG itu, Sabtu, 19 April 2014, mas George Eman—perupa senior di kota Kupang—bergegas mengajakku meninggalkan kompleks gedung Taman Budaya NTT menuju kediaman Prof. Dr. Alo Liliweri. Dia tak ingin kami terlambat mengikuti semua urutan prosesi acara lamaran anak putri sang professor, yang juga adik kandung teman kami, Yopie Liliweri. Benar, sekitar 200 meter menjelang tempat acara, kami terjebak oleh sedikit kemacetan. Ada puluhan kendaraan roda empat mengantri untuk mencari tempat parkir yang tak luas. Apalagi jalan sekitar itu relatif sempit, maka perlu waktu untuk bersabar. Beruntunglah acara baru mulai persis beberapa menit setelah kami duduk di celah kerumunan ratusan tetamu lain. Seperti biasa, mereka terdiri dari tiga pilahan: orang-orang yang masih bertalian darah dengan pihak perempuan, sebagian adalah mereka yang menjadi keluarga dari pihak laki-laki, dan para tamu undangan termasuk saya (uuups, tamu liar aku!). Prosesi acara dimulai ketika serombongan kelua