Posts

Showing posts from May, 2014

LANYAH

ORANG Jawa punya istilah “lanyah” yang kurang lebih berarti terbiasa, “fasih”, atau “luwes” dalam melakukan sebuah aktivitas. Istilah tersebut mengindikasikan pelakunya telah mempraktikkannya dengan rutin, lama, dan terus-menerus. Misalnya, “Bayine wis lanyah le mlaku” (Si bayi sudah lancar berjalan), “Mbak Ponirah lanyah tangane olehe mbathik” (Mbak Ponirah sudah terampil tangannya dalam membuat batik), dan seterusnya. Dua kalimat contoh itu mengindikasikan bahwa si bayi telah lebih dulu jatuh bangun berlatih berjalan dan diduga baru di bulan kesebelas lancar berjalan. Demikian pula, Mbak Ponirah mungkin telah berlatih membatik sejak usia dini dan baru dikatakan fasih atau terampil setelah masuk di tahun ketiga, bahkan lebih. Pendeknya, semua aktivitas butuh upaya, latihan, mempraktikkan langsung secara kontinyu, berkesinambungan, dan terus-menerus sehingga bisa mengalami trial and error untuk kemudian mencoba menghindari atau meminimalisasi titik error- nya agar pekerjaan lebih opti

Menelusuri Jalur Ngalor Ngetan

Oleh Kuss indarto [1/satu]: Dua seniman dengan karakter, corak dan pola visual yang relatif berbeda bergabung dalam pameran “Ngalor-Ngetan”. Rb. Ali dan Khoiri, duo perupa tersebut, menandai pameran ini dengan tajuk yang diambil dari terminologi bahasa Jawa yang artinya harfiahnya “menuju ke utara dan ke timur”, dan diandaikan mengendapkan makna “berjalan beriringan lalu merunuti arah dan keyakinan masing-masing”. Makna ini tentu tak terlalu tepat benar karena pada dasarnya tajuk pameran ini juga merupakan “pelesetan” dari ungkapan “yang lebih asli”, yakni “ngalor-ngidul” . Ngalor-ngidul sejatinya merujuk pada aktivitas perbincangan antara dua orang atau lebih tanpa tema yang fokus dan terarah—sehingga bisa berkisah mulai dari tema politik, perkembangan teknologi gadget , olah raga, klenik , metafisika, hingga seks, atau pun progres pasar seni rupa kontemporer, dan lainnya. Semua bisa masuk dalam “agenda” perbincangan “ngalor-ngidul” —dari utara hingga selatan

Okomama, Upaya Menawarkan Nilai-nilai

Oleh Kuss Indarto   PAMERAN itu usai sudah. Setelah dibuka resmi oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur, Drs. Sinun Petrus Manu pada Senin, 28 April siang, pameran seni rupa OKOMAMA: Bianglala Rupa Flobamorata berlangsung hingga 3 Mei 2014. Seribuan lebih pengunjung menyaksikan 40-an karya seni rupa dalam kurun waktu tersebut. Bagi kalangan seniman di Nusa Tenggara Timur, khususnya di kota Kupang, perhelatan itu dikatakan sebagai pameran seni rupa terbesar dan paling serius yang pernah terjadi di kawasan itu. Serius karena persiapan yang dilakukan—meski mepet waktu dan banyak keterbatasan—telah memberi perspektif yang berbeda ketimbang persiapan pameran-pameran yang terjadi sebelumnya. Dan disebut terbesar karena ajang ini telah mengumpulkan sekitar 15 seniman NTT dengan 20-an karya rupa yang disandingkan dalam satu ruang dan waktu bersama 20 karya pilihan koleksi Galeri Nasional Indonesia—yang sebagian besar berupa karya asli, serta 4 di antaranya karya