Posts

Showing posts from March, 2010

Melacak Pergeseran Tiga Perupa

Image
Tarian Anak Bangsa, lukisan karya Priyaris Munandar. (Catatan di bawah ini untuk menyertai pameran Energi 3: Priyaris Munandar, Agus YK Priyono, dan Dedeo Wahyu Widayat a.k.a. Yoan di Balai Budaya Jakarta yang dibuka 27 Maret 2010) Oleh Kuss Indarto TIGA perupa yang tengah berpameran ini berkolaborasi dengan modal perbedaan. Bukan disatukan oleh banyak persamaan. Setidaknya, gejala tersebut kentara dari segenap visualitas pada tiap kanvas trio ini. Agus YK. Priyono, Priyaris Munandar, dan Dedeo Wahyu Widayat, masing-masing mengemukakan minat, karakter, dan kecenderungan visual yang berbeda. Semuanya punya bekal dan “tradisi” kreatif yang relatif berlainan satu sama lain dengan membopong keyakinan sendiri-sendiri. Dalam sebuah perhelatan pameran seni rupa seperti yang tengah berkembang dewasa ini, “agenda keseragaman dan penyeragaman” seolah justru menjadi titik tumpu untuk mempertautkan sebuah pameran kolektif. Apalagi dalam perkembangan paling mutakhir ketika tema kuratorial menjadi

Adopt! Adapt!

Image
Oleh Kuss Indarto ADA saatnya tatkala jagad seni rupa diasumsikan bagai hendak “berhenti” justru oleh pesatnya perkembangan dunia teknologi. Kala itu, 1839, L.J. Mande Daguerre berhasil melakukan eksperimen karya fotografinya dengan teknik “daguerreotype” yang menghasilkan karya fotografi dengan capaian image yang teramat realistik. Dunia seni lukis terguncang. Ini sempat dikhawatirkan oleh para seniman lukis, terutama pelukis potret pada jaman itu yang menganggap penemuan Daguerre segera akan membangkrutkan eksistensi mereka. Getar-getar kecemasan itu terekspresikan oleh pernyataan salah seorang pelukis Perancis, Paul Delaroche (1797-1856) yang mencium gelagat tak mengenakkan atas kenyataan tersebut sembari mengatakannya dengan cukup sarkastik namun galau: “from today painting is dead!” Kekhawatiran itu bisa jadi dimafhumi. Tapi mungkin juga dianggap berlebihan karena pada kenyataannya justru dengan munculnya medium baru tersebut telah memberikan alternatif kemungkinan (antara la

Sidji Mencari Taji

Image
Oleh Kuss Indarto (english scroll down) ADA banyak komunitas seni rupa, art group, sanggar, paguyuban, dan semacamnya, di Yogyakarta. Mereka bertumbuh, berkembang, dan mendinaminasi diri untuk berkompetisi dengan lingkungannya. Ada kalanya mereka mati karena tak banyak dihidupi oleh anggotanya sendiri. Ada kalanya juga mereka tetap bertahan namun tetap dengan kebersahajaan capaian atau prestasi, dan tenggelam di antara reriuhan dinamika seni rupa itu sendiri. Namun juga, di sela-sela itu, muncul satu dua kelompok seni yang begitu kuat, berkarakter, dinamis, hingga menjadi trend setter bagi lingkungannya. Paguyuban seni Sidji merupakan satu di antara sekian banyak komunitas seni itu. Usianya kini sudah masuk tahun ke 10. Tentu bukan sebuah penanda waktu yang pendek, namun juga belum sangat panjang. Ada takaran relativitas untuk menyebut rentang usia tersebut sebagai panjang atau pendek yang bertumbuh pada tilikan sejarah komunitas seni di Yogyakarta. Artinya, usia komunitas yang