CARA
Di Indonesia, dalam kurun 3-4 tahun terakhir, mencintai atau membenci Jokowi sepertinya sudah satu paket dengan mencintai atau membenci Ahok. Artinya, mereka yang mencintai Jokowi seperti sebangun dan sejajar dengan mencintai Ahok. Sebaliknya, mereka yang membenci Jokowi sepertinya juga membenci Ahok. (Maaf kalau oposisi biner “mencintai-membenci” mungkin kurang tepat). Tentu ini bisa jadi sekadar praduga karena tanpa dukungan data statistik yang memadai. Tapi “fenomena” ini cukup terasa, setidaknya yang berkembang pelataran medsos—yang saya amati dalam 3 tahun terakhir ini. Drama pertarungan kedua belah pihak ini begitu dahsyat melebihi “el clasico” antara Real Madrid dan Barcelona, antara Spanyol dan Catalan (sebutan “rasis” para pendukung Real bahwa Barcelona bukanlah bagian dari Spanyol, tapi ya kawasan bernama Catalan). Realitas yang terjadi memang begitu menarik. Tahun 2014, ketika Jokowi memenangi pertarungan Pilpres melawan Prabowo, kata-kata yang berkembang dan...