Posts

Showing posts from April, 2017

Ironi Patung Yesus?

Image
Oleh Kuss Indarto   Sekitar 10 hari lalu, seorang teman seniman berbincang padaku tentang sebuah rencana proyek besar yang ditawarkan kepadanya. Dia mengaku pusing, tak bisa memikirkan rencana yang jauh di luar kemampuannya itu. Dan dia merasa itu bukan kapasitasnya. Pagi ini, rencana proyek besar itu ternyata mulai berseliweran di beberapa situs berita: Pemerintah Provinsi Papua berencana membangun patung Yesus dengan alokasi dana Rp 300 miliar sampai Rp 500 miliar !   Patung Yesus itu dirancang dibangun di Puncak Gunung Swajah, Kampung Kayu Batu, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura. Kalau jadi, patung tersebut tingginya sekitar 50-67 meter dan landasannya sekitar 100 meter. Jadi, total 150-167 meter. Sebagai perbandingan, tinggi patung Yesus di Brasil hanya 30 meter, dan landasannya 8 meter, total 38 meter. Sementara patung di Tana Toraja tingginya 23 meter dan landasannya 17 meter, keseluruhan 40 meter. Di Dili, Timor Leste, ada patung Kristus Raja atau Cristo Rei pa

Seratan Luru Raos

Image
Lukisan "Bring the Spirit" karya Astuti Kusumo, 200 x 300 cm2016 "Seri Merapi IV", 50 x 60 cm, ail on canvas, 2017   [perca-perca pembacaan atas gagasan dan karya Astuti Kusumo]   Oleh Kuss Indarto   MENYIMAK pameran tunggal pertama Astuti Kusumo ini adalah menyimak, setidaknya, tiga hal penting. Pertama , perihal posisinya sebagai seniman yang menghadirkan diri mencari eksistensi dalam pusaran dinamika seni rupa Yogyakarta dari jalur otodidak. Kedua , problem perempuan yang dibawa oleh seniman ini, dari perkara personal yang melekat dalam dirinya dan perkara substansial yang menempel pada sebagian karya-karya yang dipresentasikannya kali ini. Ketiga , ihwal “perburuan rasa” yang telah dan terus dilakukannya sebagai seorang seniman—sebagaimana tema pameran ini, “Seratan Luru Raos”, catatan perihal perburuan rasa. Mengenai hal pertama, yakni kenyataan bahwa Astuti berangkat sebagai seniman dari jalur otodidak, saya tidak akan memberi teka

CARA

Di Indonesia, dalam kurun 3-4 tahun terakhir, mencintai atau membenci Jokowi sepertinya sudah satu paket dengan mencintai atau membenci Ahok. Artinya, mereka yang mencintai Jokowi seperti sebangun dan sejajar dengan mencintai Ahok. Sebaliknya, mereka yang membenci Jokowi sepertinya juga membenci Ahok. (Maaf kalau oposisi biner “mencintai-membenci” mungkin kurang tepat). Tentu ini bisa jadi sekadar praduga karena tanpa dukungan data statistik yang memadai. Tapi “fenomena” ini cukup terasa, setidaknya yang berkembang pelataran medsos—yang saya amati dalam 3 tahun terakhir ini. Drama pertarungan kedua belah pihak ini begitu dahsyat melebihi “el clasico” antara Real Madrid dan Barcelona, antara Spanyol dan Catalan (sebutan “rasis” para pendukung Real bahwa Barcelona bukanlah bagian dari Spanyol, tapi ya kawasan bernama Catalan). Realitas yang terjadi memang begitu menarik. Tahun 2014, ketika Jokowi memenangi pertarungan Pilpres melawan Prabowo, kata-kata yang berkembang dan

Documenta 14

Image
Gordon Hookey, Solidarity , 2017. by Ben Eastham ATHENS CONSERVATOIRE / ATHENS SCHOOL OF FINE ART / BENAKI MUSEUM / MUSEUM OF ANTI-DICTATORSHIP / NATIONAL MUSEUM OF CONTEMPORARY ART / PARKO ELEFTHERIAS ,  Athens April 8-July 16, 2017 The fourteenth edition of Documenta takes place, for the first time in the institution’s history, across two locations. By staging it in Germany and Greece, and expressing the hope that an exhibition bankrolled by the former might effectively critique the infrastructures of power that have immiserated the latter, curator Adam Szymczyk signalled that this would be a Documenta defined by its internal contradictions. The embrace of paradox continued in the press conference for the Athens opening, during which Szymczyk spoke about the possibility of “learning from Athens” through a process of “unlearning what we know.” That revealing “we” encapsulates some of the concerns surrounding the decision to splay Documenta 1

Spaces—The Historical Gallery

Image
Maurizio Cattelan, Novecento, 1997. Taxidermized horse, leather slings, rope 78 3/4 x 27 9/16 x 106 5/16 inches. Castello di Rivoli Museo d’Arte Contemporanea Gift of the Supporting Friends of the Castello di Rivoli, 1997. Image courtesy of Castello di Rivoli, Rivoli-Torino.   Leigh Markopoulos’s Spaces feature, dedicated to “The Historical Gallery,” appears here in its original draft. The editorial process was interrupted by Leigh’s sudden death, which left her words, alongside all her future projects, forever suspended. Those who had the privilege of knowing Leigh will recognize the tone of her voice along these lines; those who weren’t personally acquainted with her will have the opportunity to encounter her sharp mind directly. It still seems impossible to write about Leigh using the past tense. This text, alongside her previous contributions to art-agenda and other publications, will ensure that her ideas remain alive. Through it she exists in a continuous pr