Posts

Showing posts with the label gramedia

Selamat Jalan, Pak Jakob Oetama...

Image
Orang besar itu, Jakob Oetama (JO), wafat siang hari ini, Rabu, 9 September 2020, di usianya yang ke-88 tahun. Ya, dia orang besar karena berani menempuh jalan penuh liku dengan mendirikan usaha media mulai dari nol hingga tumbuh menjadi salah satu perusahan media terbesar dan berpengaruh di negeri ini. Jakob sadar bahwa masuk di lahan knowledge industry hingga sukses besar bukan perkara mudah. Idealisme tetap dimunculkan tapi tetap mengatur ritme untuk bisa survive di sisi ekonomi. Maka ketika sukses secara ekonomi, Jakob teringat kalimat pendiri raksasa industri Jepang, Panasonic, yakni Konouke Matsushita (1894-1989) yang membilang bahwa "laba bukanlah cermin kerakusan perusahaan. Laba tanda kepercayaan masyarakat. Laba tanda efisiensi." Begitulah. Kompas dan perusahaan media garapan JO dan Petrus Kanisius PK Ojong (1920-1980) beserta sekian banyak perintis dan penerus lain merunuti jalan kesuksesannya. Knowledge industry atau industri pengetahuan yang dikelola oleh JO lew...

Embuh. Entah.

Image
Kabar tentang tutupnya majalah remaja Hai, bagi saya, cukup mengharukan—meski kemudian harus dipupus dengan permakluman bahwa fakta ini adalah bagian kecil dari keniscayaan. Zaman telah bergerak, gadget telah menyita begitu banyak prosentase perhatian sekian miliar manusia planet tua ini. Dan buku, majalah, Koran serta sekian banyak bahan bacaan fisik yang tercetak di atas kertas telah terasa lampau, dan lalu secara pelahan ditinggalkan. Majalah Hai, meski di bawah grup penerbitan terbesar di Indonesia, yakni Kelompok Kompas Gramedia, toh tak bisa beringsut menghindari vonis kematiannya. Tiras yang menurun tajam seiring dengan bergesernya pola konsumsi informasi masyarakat dari tradisi cetak menuju tradisi digital, semakin tak terelakkan. Realitas ini menambah deret panjang terempasnya media cetak oleh gelombang tsunami internet dan media digital yang tak bisa dielakkan. Di internal Gramedia sendiri naga-naganya ada penyusutan daya serap konsumen yang makin teras...

Berkubu dengan Buku

Image
Dalam keluarga, perlu membangun atmosfir untuk mencintai buku. (foto: kuss indarto) oleh Kuss Indarto SAYA terkejut ketika suatu sore mendapati anak perempuan saya—yang masih duduk di kelas 2 SD—tengah duduk di tempat tidur sembari takzim menyimak sebuah buku di hadapannya: Kumpulan Cerita Pendek karya Dostoyevky. Buku itu tentu hasil terjemahan, dan dipinjamnya dari perpustakaan sekolahan. Saya berusaha menyembunyikan keterkejutan dengan mencium kening anak saya, lalu meninggalkannya sendiri—agar dia khusyuk menuntaskan bacaannya. Keterkejutan saya, karena, pertama, pada usia yang belum genap 8 tahun, anak pertama saya itu sudah mulai fasih dan doyan membaca—kukira jauh lebih fasih ketimbang saya ketika masuk dalam usia yang sama puluhan tahun lalu. Generasi muda bangsa ini, tampaknya, berkembang kecerdasannya. Kedua, kebutuhan untuk membaca pada generasi sekarang—setidaknya anak saya—relatif bisa terakomodasi oleh banyaknya kehadiran buku fisik, termasuk di sekolahan anak saya...