Posts

Showing posts from March, 2008

Survey: Melacak Peta Baru

Image
(Tulisan ini telah dimuat di katalog pameran Survey di Edwin Gallery, yang berlangsung mulai 15 Maret hingga 6 April 2008. Pameran ini dikuratori 2 orang, aku dan Rifky "Goro" Effendi. Foto di atas adalah karya Kusmanto, bertajuk Kate (140x140 cm) yang juga dipajang dalam pameran Survey ) Oleh Kuss Indarto /Satu/ Ada kecenderungan menarik dalam praktik kreatif para perupa muda di Indonesia kurun waktu terakhir ini. Mereka nyaris selalu menjadi agen penting yang terus bergerak mendinaminasi jagat seni rupa. Kecenderungan tersebut – kalau boleh saya disederhanakan – tampak menggejala dalam beberapa dugaan. Pertama, merebaknya upaya pencarian parameter atau alat ukur estetik baru oleh para seniman muda, sekaligus sebagai pengingkaran terhadap “mitos-mitos estetik” yang telah melekat sebelum ini di lingkungan terdekatnya. Dugaan ini dapat ditengarai dengan bergeraknya para seniman muda ini untuk tidak lagi memitoskan atau setidaknya mengacu secara artistik dan estetik – dengan se

Adam Air Kuwalat...

Image
Senin pagi, 3 Maret lalu, aku punya masalah di bandara Adisucipto, Yogya. Aku geram, dan kucari warnet, langsung kukirim email yang kutujukan ke 2 media massa. Imelku kemudian dimuat di rubrik surat pembaca harian Kompas (edisi Yogyakarta) tanggal 5 Maret, dan di Kedaulatan Rakyat (sekitar 10 Maret). Bunyi suratku itu sebagai berikut: Adam Air Diskriminatif Senin pagi, 3 Maret 2008, saya meluncur ke bandara Adisutjipto untuk terbang ke Jakarta dengan naik pesawat Adam Air, flight pukul 07.55 WIB. Tiket pesawat sudah di tangan yang saya booking pada tanggal 1 Maret dengan booking code AKQEEY dan tour code H3D, serta serial number 591583. Ketika sampai depan loket check in, ada 4 orang yang tengah mengantri. Ah, berarti saya belum terlambat karena waktu jam sudah menunjukkan waktu 07.40 WIB. Namun saya terkejut waktu tiba giliran untuk check in , tiba-tiba saya dibilang telat dan tak ada lagi seat . Kenapa pihak Adam Air tidak konsisten dengan menerima check in 4 orang di depan saya tap

Tak Ada Lagikah yang Sakral?

Image
(Di bawah ini tulisan bagus dari Salman Rusdhie tentang aktivitas membaca dan kompleksitasnya. Sastrawan asal India yang menetap di Inggris ini sempat menggegerkan dunia sastra sejagad karena karyanya, Satanic Verses (Ayat2 Setan), dianggap merendahkan Islam. Tulisan di bawah ini diterjemahkan dengan bagus oleh seorang sahabat, Ari Wijaya. Foto di atas adalah momen-momen terakhir kebersamaan Salman dan istri ketiganya, Padma Lhaksmi, yang akhirnya juga bercerai) Oleh Salman Rusdhie SAYA diasuh dibesarkan dengan menciumi buku dan roti. Di rumah keluarga kami, barang siapa menjatuhkan buku atau roti chapati alias “irisan” – ini istilah kami untuk menyebut sepotong segitiga roti yang telah diolesi mentega – bukan cuma wajib mengambil kembali apa yang jatuh tadi melainkan juga harus mencium, sebagai tanda permintaan maaf telah berlaku ceroboh dan tidak menghargai kedua obyek itu. Saya sama ceroboh dan doyan mencolek mentega seperti anak-anak lain, sebab itu, di masa kanak-kanak saya, bukan

Barak yang Menolak Buruk

Image
(Ini adalah teks untuk katalog pameran Kelompok Barak: The Beginning, yang berlangsung di Taman Budaya Yogyakarta, 10-19 Maret 2008. Sedang foto di atasadalah karya Denny 'Snod' Susanto. Maaf, Denny, juga teman2 Kelompok Barak. Visual dan teks di bawah ini tidak ada relevansinya hehe...) Oleh Kuss Indarto TUJUH perupa asal Bali “bersekongkol”. Dalam penanda waktu yang cool, setidaknya gampang diingat — yakni tanggal 7 bulan 7 tahun 2007 — “persekongkolan” ini bermula. Mereka yang berproses dan sebagian telah memutuskan menetap di Yogyakarta itu melanggengkan “persekongkolan” dengan menggenggam sebuah tengara baru: Kelompok Barak. Ya, sebuah art group . Di dalamnya berderet nama-nama yang telah tergenang dalam pasang-surut di permukaan peta seni rupa (di) Indonesia kini: Gusti Alit Cakra, Made “Dalbo” Suarimbawa, Made Sukadana, Made Toris Mahendra, Nyoman Darya, Nyoman Sukari, Nyoman “Jangkrik” Triarta A.P. Mereka nyaris tidak dipertautkan oleh sentimen angkatan dalam administra

Barak that Resists Poor Quality

Image
(Agapetus Kristiandana's work) By Kuss Indarto SEVEN Balinese artists make a “conspiracy”. On a ‘cool’ or at least easy to memorize date – the 7th of the 7th month of 2007 - their “conspiracy” began. They, who have gone through their processes in Yogyakarta and some of them decided to reside in the city, maintain the “conspiracy” and make it bear a new tag: Kelompok Barak – Barak Group. Yes, it is an art group. Listed as the members of the group are the names of artists already discernible on the map of current Indonesian art (or: art in Indonesia): Gusti Alit Cakra, Made “Dalbo” Suarimbawa, Made Sukadana, Made Toris Mahendra, Nyoman Darya, Nyoman Sukari, and Nyoman “Jangkrik” Triarta A.P. There is hardly any “academic generation” sentiment of fellow ex-students of the Indonesian Institute of the Arts to make them join together; rather, they do it more in the intention and spirit of communality based on ethnicity. Such presumption is not without risks as there could be still other