Posts

Showing posts from August, 2008

Mondar-mandir di Agustus

Image
Ini gedung Museum Akili saat siang hari (paling atas), para seniman finalis dan dewan juri tengah berpotret bersama, dan suasana halaman depan museum saat penyerahan award di malam hari (foto bawah) Agustus ini ada beberapa acara yang mengharuskanku untuk mondar-mandir ke Jakarta hingga tiga kali. Semuanya, tentu, masih berkait dengan urusan seni rupa, namun cukup beragam variasinya. Dan jelas menyenangkan untuk diikuti. Pertama, 13-14 Agustus, menghadiri diskusi terbatas untuk membahas hasil laporan penelitian tentang "Pemetaan Pelaksanaan Program Seni di Indonesia". Acara yang diadakan oleh Ford Foundation ini berlangsung di Hotel Alila di kawasan Pecenongan, Jakarta. Diskusi sehari penuh tersebut cukup produktif meski dihadiri oleh sedikit peserta. Ada Ratna Riantiarno, Marco Kusumawijaya, Oscar Motuloh, Iwan Irawan Permadi, Dyan Anggraini, Sudarmadji Damanik (?), dan beberapa orang lain yang aku lupa namanya (karena tidak semuanya ikut diskusi hingga tuntas). Sedang "

Praktik Konsumsi, Ruang, dan Yogya

Image
Tujuh Bintang Art Space tampak dari depan. venue seni ini dibuka pada 17 Agustus 2008 dengan pameran Indonesia Contemporary All Star 2008 yang melibatkan 37 seniman . Oleh Kuss Indarto (Catatan ini dimuat dalam katalogus pameran Indonesia Contemporary All Star 2008 sekaligus launching Tujuh Bintang Art Space, di Jalan Sukonandi 7, Kusumanegara, Yogyakarta. Pembukaan pameran dilakukan pada hari Minggu, 17 Agustus 2008 dengan 37 seniman, antara lain Ugo Untoro, Tisna Sanjaya, Nasirun, Entang Wiharso, Hanafi, Edo Pop, Suraji, Nurkholis, Laksmi Shitaresmi, dan lainnya) “Marilah kita pikirkan, bahwa di samping segala investasi yang hasilnya kelak di kemudian hari dapat diukur dengan uang, investasi kulturil tidak demikian halnya. Apa yang pernah kita tanamkan sebagai modal seni, modal kebudayaan, akan memberikan bunga dan buah karya-karya seni yang tak ternilai nilainya. Mungkin generasi kita tidak bisa menikmatinya, tapi generasi anak-anak kita, yang akan mengenyam hasilnya. Investasi seni

Realitas Sketsa ala Arsitek-Seniman

(Catatan ini dimuat dalam buku kumpulan sketsa Eko Prawoto yang diluncurkan pada pembukaan pameran tunggalnya di Cemeti Art House, Kamis, 7 Agustus 2008) Oleh Kuss Indarto Saat kecil, saya merasa beruntung memiliki secuil minat untuk membaca. Di samping buku-buku pelajaran yang menjemukan dengan metode pengajaran beberapa guru yang membosankan, di sekolah dasar (yang saya kenyam di Yogyakarta dan Banyumas pada awal 1980-an), ada pilihan lain untuk menyimak bacaan yang cukup mengayakan pengalaman batin. Setidaknya ada tiga majalah anak-anak yang cukup rajin saya baca waktu itu, yakni Kawanku, Si Kuncung (keduanya terbitan Jakarta), dan Gatotkaca (terbitan grup harian Kedaulatan Rakyat , Yogyakarta). Majalah anak-anak lainnya yang sesekali menyita perhatian adalah Bobo (Gramedia, Jakarta) dan Putera Kita (terbitan grup harian Bernas , Yogyakarta). Ya, sesekali mereka itu menjadi pelarian yang mengasyikan dari kerumunan rutinitas di kelas. Seperti pada umumnya anak-anak, saya mendahulukan