Posts

Showing posts from June, 2009

Dunia-Dalam dan Pertaruhan Estetika Ugy

Image
(Disarikan dari hasil wawancara oleh Kuss Indarto dan Satmoko Budi Santoso. Foto di atas adalah Ugy Sugiarto (kiri) dan Kuss Indarto di depan lukisan Ugy bertajuk Struggle yang berukuran 2x3 m) [Satu]: Momentum Ugy PADA sebuah acara pelelangan lukisan di Singapura—seperti yang ditulis majalah Visual Arts pada edisi 30, April-Mei 2009, halaman 18—karya Ugy Sugiarto yang bertajuk The Mud Play (100 x 125 cm) terjual seharga 11.400 dollar Singapura. Kenyataan ini boleh jadi menjadi satu alat ukur tersendiri dalam memosisikan perupa Ugy Sugiarto sebagai perupa yang memang berpotensi dan bernilai cukup penting dalam konstelasi dunia seni rupa Indonesia kontemporer. Meskipun, tentu saja, momentum pelelangan (dengan sistemnya yang penuh problem dan kompleksitas) masih diragukan oleh banyak kalangan dalam seni rupa sebagai hal yang bukan berisi kemutlakan ukuran kualitas karya. Namun, apa boleh buat, jika terkadang momentum lelang dianggap oleh tak sedikit orang akan ikut berpengaruh terhadap

Bodyscape: Scenes Becoming and Transcending the Body

Image
By Kuss Indarto This presentation of Ugy Sugiarto’s works in a solo exhibition offers two points worth talking about. First, the artist emerges in the current setting of Indonesian art as a sort of anomaly. He is an autodidactic, self-made artist that comes from a small town of Wonosobo in Central Java while the great majority of Indonesian artists – particularly of the upper-middle level – have academic-training backgrounds and work in regions that are (still regarded) significant centers of art that are Yogyakarta, Bandung and Bali. Ugy Sugiarto “only” finished his general Senior High School, not the Senior High School for Art, let alone any Faculty of Art, and he’s been pursuing creative art “just” in an unrecognized or, say, ahistorical locality to Indonesian art. (Notes on some personal backgrounds of the artist are given in another section of this catalog). Secondly, Sugiarto imparts a lot of messages through his body. We can see that through his works presented here he is demon

Bodyscape: Lanskap yang Menubuh dan Melampaui Tubuh

Image
Oleh Kuss Indarto Penghadiran karya-karya perupa Ugy Sugiarto dalam pameran tunggalnya yang pertama ini membawa dua hal penting yang layak untuk dipercakapkan. Pertama, Ugy muncul dengan cukup istimewa sebagai semacam “anomali” dalam pelataran seni rupa Indonesia kini karena dia “hanya” berangkat dari seniman yang belajar secara otodidak dan berasal dari kota kecil Wonosobo, Jawa Tengah. Realitas ini tentu berseberangan dengan kecenderungan menyeruaknya mayoritas para perupa Indonesia—terutama di level menengah dan atas—yang berangkat dari ranah akademis dan berproses di kawasan-kawasan (yang masih dianggap paling) penting dalam seni rupa, yakni Yogyakarta, Bandung, dan Bali. Perupa ini berjarak dari kecenderungan tersebut: Ugy “hanya” lulusan Sekolah Menengah Umum, bukan dari Sekolah Menengah Seni Rupa atau apalagi pernah menenggak pendidikan di Fakultas Seni Rupa, dan “sekadar” berproses kreatif di kawasan yang tak tertilik bahkan mungkin “ahistoris” dalam percaturan seni rupa di In

Bertolak dari Kesejatian

Image
Oleh: Syifa Amori (Tulisan ini telah dimuat di harian Jurnal Nasional, Jakarta, Minggu, 24 Mei 2009) Seniman yang terlibat menggagas nilai tradisi dan nasionalisme yang tak melulu menggunakan simbol yang umum. 99 perupa dari 21 propinsi di Indonesia yang berusaha mengungkapkan pemaknaan mereka akan akar lewat karya-karya yang dipamerkan dalam Pameran Seni Rupa Nusantara 2009 di Galeri Nasional malam itu, Rabu (20/5). Sebagian seniman berusaha mengantarkan penikmat karya seninya menuju pemahaman akar yang mereka gagas, sebagian lainnya mencoba merangsang pencarian pengunjung akan akar terkait pengalaman masing-masing saja. Atau malah, seolah tidak merespon akar, ada juga seniman yang melalui karyanya membebaskan siapa pun untuk menangkap semua yang ada di sekelilingnya lebih dulu baru kemudian merasa “kekenyangan” dan beralih melihat ke dalam diri untuk menemukan akarnya, kesejatiannya. Rocka Radipa, dengan karyanya yang dijuduli Memetik Buah Kesadaran adalah salah seorang seniman yan

Roots, identity, modernity

Image
Nusantara Art Exhibition 2009: Tracing Roots By Anissa S. Febrina, The Jakarta Post, Jakarta, Thu, 05/28/2009, Arts & Design Trying to define Indonesian modern art is probably as difficult as summing up an array of things in one word. Looking at the elements used to construct it might help, a current exhibition suggests. Almost 100 artists, representing the country’s 21 provinces, have their say on what roots and identity mean for the future of Indonesian visual art, in the Nusantara Art Exhibition at the National Gallery. Held since 2001, the biennale, which aims to represent artists from all over Indonesia, is all about tracing roots. If the phrase “Indonesian modern art” tends to generalize the richness that one can find the term encapsulates, then looking at the roots of that art might prove a worthwhile exercise. “One of the most important things that people of a nation have is the imagination of a shared life and identity,” curator Kuss Indarto said. “But individual experie

Relevansi Kontemporer Hari Ini

Image
oleh Frigidanto Agung* (Tulisan ini telah dimuat di Harian Suara Merdeka , Minggu 31 Mei 2009. Foto di atas adalah salah satu karya dalam pameran tersebut, berjudul "Sedot", kreasi kelompok Sedes, Semarang) Melalui waktu yang panjang dari pameran ke pameran satu tahun terakhir, mulai pertengahan 2008 hingga hari ini, senirupa kontemporer mendapatkan tempat yang sebagaimana mestinya, meskipun apa yang secara harfiah pengertian kontemporer kadang sulit dipahami. Karena memang pengertian kontemporer di sini tidak ada pengertian yang baku. Apalagi meyangkut definisi karya kontemporer sendiri. Hanya permainan visual yang mendukung untuk disebut lain dari pada yang lain menjadikan visual diluar kebiasaan konvensi yang ada maka disebut kontemporer. Apakah demikian adanya? Pameran seni rupa nusantara 2009 yang bertema Menilik Akar diselenggarakan di Galeri Nasional Indonesia, Jl Medan Merdeka Timur 15 Jakarta, dapat dilihat bagaimana perkembangan visual yang ditelaah oleh sebagian