Posts

Showing posts with the label indonesia art

Yustoni Volunteero Berpulang

Bersama teman-teman seniman Yogya, paruh kedua 1998, Yustoni Volunteero mendirikan Taring Padi, sebuah komunitas seni rupa kerakyatan. Garis orientasi estetikanya kurang lebih berupaya menngeluti seni rupa realisme sosial yang kekiri-kirian haluan politiknya. Ya, kira-kira seperti komunitas serupa yang hidup sekitar 1950-1960-an, yakni Bumi Tarung. Komunitas Taring Padi diresmikan pendiriannya pada sebuah sore, di halaman kantor LBH (Lembaga Bantuan Hukum), bilangan Kadipaten, Yogyakarta. Taring Padi menjadi ruang ekspresi penting seorang Yustoni. Aktivitas seninya adalah juga aktivitas politik yang cukup relevan untuk mengisi masa pancaroba setelah jatuhnya rezim Orde Baru untuk memasuki era Reformasi. Itu masa-masa penting ketika masyarakat yang telah 3 dasawarsa dikungkung oleh pemerintahan yang totaliter di bawah Soeharto, tiba-tiba menikmati kebebasan penuh. Toni dan Taring Padi bisa dibilang sebagai "art-tivist" karena beberapa aktivitas seninya dipra...

Three "Mengurai" Sampah

Image
SAYA berhenti cukup lama di booth Standing Pine, sebuah galeri komersial dari Nagoya, Jepang, yang ikut berpartisipasi di ArtStage 2018 Singapura, 27 Januari lalu. Bersama hampir seratusan galeri atau ruang seni dari berbagai negara di dunia, Standing Pine terlibat “menjajakan karya” dalam pasar seni yang makin marak di dunia—meski ArtStage Singapura tahun kini mulai berkurang crowded- nya dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ada yang membilang bahwa banyak galeri memilih menyewa booth di Hongkong Art Fair yang lebih riuh dan waktunya tak jauh dari perhelatan ArtStage Singapura. Pun ada yang mengatakan bahwa pihak ArtStage yang bikin blunder karena membuat ArtStage Singapura di bulan Januari dan sekarang juga menghelat ArtStage Jakarta tiap bulan Juli atau Agustus. Tak heran bila galeri di Indonesia memilih untuk menyewa booth di ArtStage Jakarta ketimbang di Singapura yang relatif jauh lebih mahal. Tahun ini, hanya ada 3 atau 4 galeri yang ikut ArtStage Singapura, ...

Pameran Seni Rupa "Imajinesia"

Image
Halo para pecinta seni! Jangan lewatkan agenda besar kebudayaan di kota Semarang ini: “Graha Padma Art Project” Untuk memarakkan rangkaian grand launching Cluster Taman Anggrek, PT. Graha Padma Internusa dengan bangga mempersembahkan: PAMERAN SENI RUPA “IMAJINESIA” Pembukaan Pameran Hari Sabtu, 7 April 2018 pukul 18.00 sd selesai Oleh Bapak Hendrar Prihadi (Walikota Semarang) Pameran berlangsung pada: 7 – 15 April 2018 Waktu: Buka mulai jam 10.00 sd 20.00 WIB Tempat: Cluster Taman Anggrek Jl Boulevard, Perumahan Graha Padma, Semarang, Jawa Tengah PERUPA: • Ambara Liring • Ambrosius Edi Priyanto • Angga Yuniar Santosa • Bambang Pramudyanto • Basrizal Albara • Budi Ubrux Haryono • Chandra Rosellini • Danni Febriana • Dewa Mustika • Dunadi • Eddy Sulistyo • Galuh Tajimalela • Gatot Indrajati • Guruh Ramdani • Hedi Hariyanto   • Indarto Agung Sukmono • M. Irfan Ipan • Nasirun • Ngakan Putu Agus Arta Wijaya • Oetje Lamno • Operasi Rach...

Jupri Abdullah: Rhythm of Freedom

Image
Keragaman Antar Bangsa 2, (150 x 385 CM), akrilk pada kanvas, 2017 Membaca Tanda Tanda, (140 X 160 CM, 2 panel), akrilik pada kanvas, 2016 Oleh Kuss Indarto   LEWAT buku “Painting Today” (2009), Tony Godfrey membuat 16 pilahan kecenderungan seni lukis berdasarkan penelitiannya terhadap perkembangan gerakan dan tema seni rupa yang bergerak selama sekitar 40 tahun terakhir—sejak dasawarsa 1970-an. Dia mendasarkan diri pada pengamatan atas ratusan karya para seniman di lebih dari 30 negara. Dua di antara 16 pilahan itu disebutnya sebagai “pure abstraction” dan “ambiguous abstraction”. Pada “pure abstraction” Godfrey mendasarkan dan mencontohkan karya para seniman seperti Ian Davenport, Helmut Federle, Bernard Frize, Ha Chong-Hyun, Peter Halley, Alexis Harding, Callum Innes, Yves Klein, Jane Lee, Lee Ufan, Tim Maguire, Robert Mangold, Joseph Marioni, Sarah Morris, hingga nama-nama yang lebih populer seperti Gerhard Richter, Bridget Riley, Robert Ryman, Sean S...

Embuh. Entah.

Image
Kabar tentang tutupnya majalah remaja Hai, bagi saya, cukup mengharukan—meski kemudian harus dipupus dengan permakluman bahwa fakta ini adalah bagian kecil dari keniscayaan. Zaman telah bergerak, gadget telah menyita begitu banyak prosentase perhatian sekian miliar manusia planet tua ini. Dan buku, majalah, Koran serta sekian banyak bahan bacaan fisik yang tercetak di atas kertas telah terasa lampau, dan lalu secara pelahan ditinggalkan. Majalah Hai, meski di bawah grup penerbitan terbesar di Indonesia, yakni Kelompok Kompas Gramedia, toh tak bisa beringsut menghindari vonis kematiannya. Tiras yang menurun tajam seiring dengan bergesernya pola konsumsi informasi masyarakat dari tradisi cetak menuju tradisi digital, semakin tak terelakkan. Realitas ini menambah deret panjang terempasnya media cetak oleh gelombang tsunami internet dan media digital yang tak bisa dielakkan. Di internal Gramedia sendiri naga-naganya ada penyusutan daya serap konsumen yang makin teras...

Ironi Patung Yesus?

Image
Oleh Kuss Indarto   Sekitar 10 hari lalu, seorang teman seniman berbincang padaku tentang sebuah rencana proyek besar yang ditawarkan kepadanya. Dia mengaku pusing, tak bisa memikirkan rencana yang jauh di luar kemampuannya itu. Dan dia merasa itu bukan kapasitasnya. Pagi ini, rencana proyek besar itu ternyata mulai berseliweran di beberapa situs berita: Pemerintah Provinsi Papua berencana membangun patung Yesus dengan alokasi dana Rp 300 miliar sampai Rp 500 miliar !   Patung Yesus itu dirancang dibangun di Puncak Gunung Swajah, Kampung Kayu Batu, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura. Kalau jadi, patung tersebut tingginya sekitar 50-67 meter dan landasannya sekitar 100 meter. Jadi, total 150-167 meter. Sebagai perbandingan, tinggi patung Yesus di Brasil hanya 30 meter, dan landasannya 8 meter, total 38 meter. Sementara patung di Tana Toraja tingginya 23 meter dan landasannya 17 meter, keseluruhan 40 meter. Di Dili, Timor Leste, ada patung Kristus Raja atau Cris...

Rismanto (Semoga) Tak Berhenti Lama…

Image
"Perjalanan Malam" , 2015, 150 x 250 cm, cat minyak di atas kanvas, karya Rismanto. Oleh Kuss Indarto (Catatan ini dimuat dalam buku Pameran Tunggal Rismanto: "Awas Spoor", Taman Budaya Yogyakarta, 3-12 Desember 2016)   Naik kereta api tut... tut... tut... Siapa hendak turut? Ke Bandung, Surabaya… Bolehlah naik dengan percuma Ayo, kawanku lekas naik Kretaku tak berhenti lama Lagu anak-anak judul “Kereta Apiku” atau “Naik Kereta Api” diperkirakan pertama kali dipopulerkan oleh RRI (Radio Republik Indonesia) pada awal dasawarsa 1960-an. Kini, puluhan tahun kemudian, lagu ciptaan Saridjah Niung Bintang Soedibio atau yang lebih karib dipanggil sebagai ibu Soed tersebut telah menjadi salah satu lagu anak-anak yang legendaris di Indonesia. Ada nuansa kegembiraan dalam lagu tersebut. Dan kalau digali lebih jauh pada bait pertama lirik lagu ini mengisyaratkan sebuah ungkapan akan harapan dan cita-cita anak-anak Indonesia atas transporta...