Posts

Showing posts from August, 2013

Citra Khatulistiwa

Oleh Kuss Indarto /1/   DARI sebuah buku lama yang terbit tahun 1949 dengan tajuk “Ragam-ragam Perhiasan Indonesia” , penulisnya, A.N.J. Th. A Th. Van der Hoop mengumpulkan ratusan ilustrasi dan foto tentang berbagai ragam hias yang telah hidup (dan masih dihidupi) selama berabad-abad di berbagai kawasan di Nusantara. Buku yang ditulis dalam 3 bahasa itu (Belanda-Melayu-Inggris), di halaman 274, antara lain tercatat bahwa: “Beberapa suku-suku orang Dajak pertjaja pada dewa benua atas, dilambangkan dengan burung enggang dan dewa bawah, dilambangkan dengan ular air. Diatas kedua dewata ini berdirilah satu ketuhanan, jang meliputi benua atas dan benua bawah, dilambangkan dengan pohon hajat. Inilah lambang keesaan tertinggi, djumlah-kesatuan (totaliteit) yang dapat disamakan dengan “Brahman” dalam agama Hindu dan dengan “Tao” dalam filsafat Tionghoa. Pohon hajat adalah sumber semua hidup, kekajaan dan kemakmuran dan oleh karena itu sering dihiasi dengan permata, kain-kain dan sebagai

Indie, Proses atau Pilihan?

Image
Indie (dari indepenpent label atau indie label ) menjadi istilah yang seksi dalam beberapa tahun terakhir ini. Publik memiliki asosiasi yang cukup mengental bahwa indie merupakan cara produksi serta distribusi produk atau karya seni yang tidak bergantung terhadap suatu label besar ( major label ). Meski indie label menjadi modus dalam banyak aspek produksi karya seni, namun kita dapat menjumpai kasus ini terutama pada seni musik. Dan untuk penerbitan Mata Jendela edisi kali ini, beberapa tulisan berkait tentang indie lebih berkonsentrasi pada ulasan tentang indie dalam musik. Mulai dari aspek historis hingga kasus perkasus yang terimplementasi di tanah air, terutama yang selama ini telah mewabah pada kawasan Yogyakarta, Bandung, Jakarta, hingga kota kecil yang tak kita sangka. Indie sendiri, khususnya dalam musik, oleh awan dipahami sebagai karya yang relatif sulit dicerna masyarakat kebanyakan, penggemarnya relatif sedikit, dan jenis musiknya sedang tidak begitu digemari masy

"Hang Tuah Tak Lagi Berlayar"

Image
Kesan Pendek Kuss Indarto:   DARI sekian ratus karya seni rupa yang dipajang dalam perhelatan ARTJOG13, ada lukisan F. Sigit Santosa yang menurutku menyedot perhatian karena kekayaan simbol yang tumpah di situ. "Hang Tuah Tak Lagi Berlayar", judul lukisan tersebut. ARTJOG13 sendiri bertema "Maritime Culture". Tampak dalam lukisan, ada sosok yang sebagian gesture- nya persis "The Death of Marat" karya Jacques-Louis David (1793) . Ada teks Sanskerta "jalesveva jayamahe" yang kata terakhirnya dicoret dengan warna putih. Tentu juga ada judul lukisan ini yang menggoda.   Marat yang ilmuwan dan menjadi jurnalis kritis yang turut berandil menjatuhkan raja Louis XVI, untuk apa diseret sebagai bagian dari simbol visual di sini? Apakah sosok serupa Marat di negeri ini memang ada/banyak tapi tetap lunglai untuk mengingatkan kekuatan dunia bahari Nusantara yang tak banyak tergali? Apa memang negeri pemilik dua pertiga wilayah beruj