"Sastra dan Daya Hidup" (halah, medeni men judhule, su!)
Dulu, saat kuliah dan tinggal di Baciro, aku mengenal Yono, seorang tukang becak yang diduga juga preman kampung. Orangnya relatif masih muda, perawakannya besar dengan tinggi sekitar 175 cm. Meski terbilang jarang, namun sesekali dia menyambangiku dan berbisik, “Mas, mbok aku nunut baca Koran KR dan Bernas-nya ya.” Aku menduga tindakan itu dilakukannya karena sepagian dia belum dapat penumpang, atau sudah dapat tapi belum tersisa “anggaran” untuk membeli Koran Kedaulatan Rakyat (KR) atau Bernas, Yogyakarta. Ternyata yang jadi santapan utamanya adalah cerita bersambung (cerbung) karangan SH. Mintardja, “Seri Api di Bukit Menoreh” (di KR) dan “Mendung di Atas Cakrawala” (Bernas). Sementara berita lain jadi menu sekunder bahkan tersier yang tak penting-penting amat baginya. Cerbung itu memang bertahan bertahun-tahun, entah berapa ribu episode, yang seolah diulur-ulur oleh pengarangnya yang seorang (pensiunan) pegawai Kanwil Depdikbud Yogyakarta. Kelak diketahui bahwa “Se...