Posts

Showing posts from 2014

Untuk Apa dan Siapa Karya Seni Itu?

Image
Aku bersama So Khin alias Sugeng, mahasiswa seni Phnom Penh yang pernah kuliah di ISI Solo (kiri), dan 2 orang Meksiko yang telah lama menetap di ibukota Kamboja itu. Ini dipotret setelah pembukaan pameran seni rupa "Socio-Landscape" di National Museum of Cambodia, 9 Desember 2014. Oleh Kuss Indarto (Catatan ini, dalam versi bahasa Inggris, dimuat dalam katalog pameran "Socio-Landscape" yang berlangsung di National Museum of Cambodia, Phnom Penh, Kamboja) SEPERTI halnya banyak seniman di berbagai belahan wilayah di dunia, para seniman atau perupa di Indonesia banyak mendasarkan dan terinspirasi oleh perkara sosial politik kemasyarakatan sebagai subject matter bagi karya-karyanya. Bahkan, dalam beberapa kajian mengisyaratkan bahwa laju perkembangan seni rupa relatif berjalan dalan satu rel yang sama dengan sejarah sosial politik kemasyarakatan Indonesia. Dengan kata lain, sejarah seni rupa Indonesia adalah miniatur dari sejarah sosial politik kemasy...

Upaya Menemu Kebaruan

Image
Mok Yan Jong atau wooden dummy bersama patung kayu yang menggambarkan sosok Ip Man. (foto: setyo priyo nugroho) Oleh Kuss Indarto   24 September 2014 lalu, putri bungsu novelis dan pelukis almarhum Nasjah Djamin, Laila Tifah—salah satu peserta dalam pameran seni rupa ini—membuat catatan pendek yang menyentuh di dinding akun Facebook- nya. Saya ingin mengutipnya secara utuh seperti di bawah ini:   “Jadi semuanya ke Jakarta?” Sepi sejenak, dan aku tidak berani melihat wajah bapakku yang duduk di sebelahku. Sudah beberapa hari kutunda untuk pamitan, dan terpaksa hari ini harus diutarakan karena tiket kereta sudah di tangan untuk keberangkatan besok. Barangkali itu adalah obrolan terakhir antara diriku dengan bapak, beberapa hari kemudian bapak jatuh, tidak sadarkan diri selama dua hari dan berpulang ke rahmatullah. Bapak memang lebih banyak diam, terlalu banyak diam malah. Keinginannnya agar aku melukis tak pernah disampaikan langsung padaku, tetapi lewat O...

Tiada Lagi SMS dari Gandung

Image
Oleh Kuss Indarto   Di pemakaman kampung Gampingan, Wirobrajan, di tepi sungai Oya, di bawah rindangnya pohon “asem Jepang”, akhirnya, tubuh Wahyudiono atau yang karib dipanggil Gandung direbahkan. Tubuhnya yang bertahun-tahun lalu terbilang tambun, di bulan-bulan terakhir tampak menyusut karena digerogoti penyakit gula darah (diabetes melitus), juga ditambah penyakit lain. Belum lagi sebuah kecelakaan kendaraan bermotor sempat mengempaskan tubuhnya hingga mencederai bagian tulang lengan kirinya. Tubuhnya hanya bertahan menyangga penyakit-penyakit itu hingga di usia 44 tahun. Jumat Kliwon, 7 November 2014, sekitar pukul 07.00-an WIB, Gandung meninggal di salah satu sal di RS Pemda Wirosaban, Yogyakarta. Tak hanya keluarga dan kampungnya, dunia seni rupa Yogyakarta pun kehilangan sosok ini—terutama bagi para seniman, pekerja seni, atau mereka yang pernah mengenyam bangku kuliah di Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia (FSR ISI), Yogyakarta, khususnya saat berkampus di ...

What is Art and What is It for?

By Kuss Indarto   AS many artists in many parts of the world , artists from Indonesia base their works on socio-political matter in the community. They are also inspired by it as the ideology of their works. Many studies even indicate that the development of art works in line with the socio-political history of Indonesian society. In other words, Indonesian art history is the miniature of Indonesia’s social and politic history of society. The Indonesianists from the West, who study a lot of Indonesian’s beats of art in Indonesia, from Claire Holt, Helena Spanjaard, Werner Krauss, Brita L. Miklou-Mkalai, to Heidi Arbucle, and other names, base a lot of understanding that ideology problem in Indonesian artworks is a socio-political society problem that develop around it. History proved it, for example, during the years of Indonesian movement in seizing independence in 1940s, the artists did not only go into battle as patriots who used weapons physically, but they also made...