JAS Laporkan JNM & KPH Wironegoro ke Polda DIY




JOGJA Art Share (JAS) secara resmi telah melapor ke Kepolisian Daerah (Polda) DIY atas kehilangan artefak Merapi yang pernah dipamerkan di Jogja National Museum (JNM). Pelaporan dilakukan oleh H. Totok Sudarto dan Kuss Indarto pada hari Rabu, 16 Februari 2011, dengan nomor laporan LP/25/II/2011/DIY/Ditreskrim, dengan subyek terlapor pihak Jogja National Museum (JNM) dan KPH Wironegoro selaku Direktur Eksekutif JNM. Laporan ini menyebutkan bahwa pihak terlapor diduga telah melakukan praktik penggelapan artefak korban Merapi milik warga dusun Ngepringan, desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman, yang dipinjam dan dipamerkan oleh pihak Jogja Art Share.

Upaya pelaporan dilakukan dengan disertai beberapa seniman yang terlibat dalam kepanitiaan Jogja Art Share (JAS). Pameran seni rupa bersifat amal yang menyertakan artefak korban Merapi itu sendiri dilakukan pada 10-24 Desember 2010 di JNM dengan menempatkan artefak Merapi pada 6 ruang di lantai 1 gedung pameran JNM. Sementara dua lantai di atasnya digelar sekitar 500 karya seni (lukis, patung, kriya, dan lainnya) yang dihimpun oleh panitia JAS selama seminggu.

Seusai pameran amal bertajuk “Jogja Gumregah” itu berakhir, panitia menitipkan artefak Merapi kepada JNM selama sebulan. Alasannya, ada pihak lain yang berkehendak memamerkan artefak tersebut di kota lain. Sembari menunggu kepastian jadwal pameran keliling itulah artefak dititipkan. Penitipan yang rencananya sebulan tersebut akhirnya sedikit diperpanjang karena pihak H. Totok Sudarto sebagai ketua umum JAS sedang ada keperluan di luar kota, dan menanti kesiapan studio pribadinya sebagai tempat penampungan “pengganti” setelah dititipkan di JNM. Proses penitipan ini sudah disepakati oleh pihak JNM lewat programme manager-nya, Suryo Hadihandoyo atau Yoyock.

Pihak JNM, pada kurun sebulan itu, telah memindahkan artefak hingga dua kali di luar pemindahan yang pertama. Pada pemindahan artefak kali kedua dan ketiga itulah pihak JAS sama sekali tidak diberitahu oleh JNM. JAS tidak mempermasalahkan hal itu sepanjang artefak masih ada dalam lingkungan JNM dan masih bisa diawasi oleh JAS maupun JNM.

Namun, ternyata, setelah dicek terakhir oleh JAS pada hari Minggu, 23 Januari 2011, lima hari berikutnya, artefak telah dihilangkan, dibakar, dan dijual secara sepihak oleh JNM tanpa pemberitahuan, peringatan, ataupun “ancaman” terlebih dahulu kepada pihak JAS. Pihak JAS baru mengetahui bersama-sama pihak warga dusun Ngepringan pada hari Jumat, 11 Februari 2011 setelah berencana akan mengangkut kembali ke Ngepringan.

JAS dengan terpaksa melaporkan kasus ini setelah pihak JNM dianggap tidak berkehendak untuk menyelesaikan masalah dengan bertanggung jawab sebagaimana mestinya. Pada sisi lain, pihak JAS terus didesak oleh warga Ngepringan untuk mengembalikan artefak yang dipinjam itu. Sedangkan pihak JNM pada langkah berikutnya tidak bersedia untuk melakukan mediasi dengan baik dan secara setara. Dan pihak JAS tidak mungkin bisa bertanggung jawab secara menyeluruh karena titik persoalan penghilangan, pembakaran, dan penjualan artefak Merapi dilakukan oleh JNM secara sepihak.

JAS melaporkan JNM dengan pasal penggelapan barang, setelah melakukan konsultasi dengan beberapa pengacara. Beberapa pihak, terutama dari kalangan seniman yang enggan disebut namanya menyebut bahwa apa yang dilakukan oleh pihak JNM sebagai sebuah tindakan barbar karena tidak mampu memberi apresiasi yang memadai atas artefak tersebut. Bahkan beberapa seniman lain mengatakan kalau JNM memang perlu diberi pelajaran berharga lewat pelaporan ke polisi ini karena telah beberapa kali merugikan seniman atau kelompok seniman yang telah berpameran di situs seni tersebut. ***

Kronologi Kasus Penggelapan Artefak Merapi
Warga dusun Ngepringan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman

10 Desember 2010:
Pembukaan Pameran Amal Seni Rupa “Jogja Gumregah” di Jogja National Museum (JNM). Pameran diadakan dan dipanitiai oleh Jogja Art Share (JAS). Pameran menampilkan artefak (harta benda) korban bencana Gunung Merapi dari dusun Ngepringan, desa Wukirsari, kecamatan Cangkringan, Sleman, DIY, dan sekitar 500 karya seni (lukis, patung, dan lain-lain). Artefak Merapi dipajang dalam 6 ruang di lantai 1 gedung JNM.

23 Desember 2010: H. Totok Sudarto, Ketua Umum JAS, meminta ijin secara lisan kepada Suryo Hadihandoyo sebagai Programme Manager JNM untuk menitipkan artefak Merapi selama satu bulan pasca-pameran berakhir. Suryo Hadihandoyo mengiyakan. Penitipan ini dimaksudkan karena artefak Merapi direncanakan akan dipamerkan di kota lain, namun kepastian waktunya sedang menanunggu pihak BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).

24 Desember 2010: Pameran resmi ditutup.

26 Desember 2010: Pembongkaran karya setelah pameran berakhir. Artefak Merapi dititipkan di salah satu ruang di lantai 1 bagian barat-selatan degung pameran JNM. Pembongkaran artefak Merapi dilakukan oleh panitia JAS. Pada kesempatan itu juga panitia JAS juga memberikan salah satu artefak Merapi kepada pihak JNM untuk dikoleksi oleh JNM sesuai permintaan pihak pimpinan JNM sebelumnya.

Awal Januari 2011 (belum diketahui tanggal persisnya): Pihak JNM memindahkan artefak Merapi dari ruang dalam lantai 1 gedung JNM ke pendapa Sasana Ajiyasa (sebelah selatan gedung pameran JNM). Pendapa ini masih satu kompleks dan satu manajemen di bawah JNM. Pemindahan artefak ini tanpa pemberitahuan dan tidak diketahui langsung pihak panitia Jogja Art Share (JAS).

14-19 Januari 2011: Sebagian kecil artefak Merapi dipinjam oleh Bank Indonesia (BI) Yogyakarta untuk dipamerkan. Pengambilan artefak untuk kepentingan pameran ini dilakukan oleh pihak JAS dan BI dengan sepengetahuan satpam JNM. Setelah pameran di BI ini berakhir, artefak diangkut ke rumah Yanto, salah satu panitia JAS di dusun Kersan, Ngestiharjo, Bantul.

23 Januari 2011: Panitia JAS menengok artefak Merapi dan merancang kemungkinan akan dipindahkan di studio H. Totok Sudarto, Ketua Umum JAS. Namun pihak JAS mendapati bahwa artefak telah dipindahkan lagi di halaman sebelah utara-barat gedung pameran JNM, di sekitar semak-semak yang cukup tersebunyi. Pihak JNM tidak memberitahukan ke JAS tentang pemindahan artefak ini. Belakangan, Krisnadi Thole, salah satu orang yang kemudian disebut sebagai “mediator” dari pihak JNM memberitahukan (pada 12 Februari 2011) bahwa pemindahan artefak dilakukan karena di pendapa Sasana Ajiyasa ada acara musik. Pihak JAS belum segera memindahkan artefak dari JNM karena studio H. Totok Sudarto belum 100% bisa siap menampung artefak, dan yang bersangkutan segera aka nada acara di Jakarta. Maka rencana pemindahan artefak ditangguhkan. Perpanjangan ijin penitipan artefak disampaikan oleh H. Totok Sudarto kepada Suryo Hadihandoyo secara lisan, dan diiyakan.

4 Februari 2011: Panitia JAS (H. Totok Sudarto dan Kuss Indarto) menemui warga Ngepringan untk menyampaikan semua hasil pameran “Jogja Gumregah” yang kurang berhasil, dan merencanakan pengambilan artefak dari JNM.

10 Februari 2011: Warga Ngepringan menyampaikan pemberitahuan kepada pihak JAS untuk mengambil artefak Merapi pada hari Jumat setelah shalat Jumat, 11 Februari 2011.

11 Februari 2011: Sekitar pukul 14.00 WIB, puluhan warga Ngepringan menuju ke JNM dengan mengendarai 2 truk dan beberapa sepeda motor untuk mengambil artefak. Panitia JAS juga ikut serta dengan rencana untuk bersama-sama membawa artefak. Di JNM, warga Ngepringan dan JAS mendapati kenyataan bahwa semua artefak Merapi telah lenyap sama sekali.

Pihak JAS dan warga Ngepringan meminta informasi kepada satpam JNM, terutama Jay, dan diperoleh keterangan bahwa artefak telah dibuang, dibakar, dan dijual ke pihak lain. Aksi ini, menurut satpam Jay, dilakukan atas perintah pimpinan JNM, KPH Wironegoro.

Sore itu juga, JAS dan warga Ngepringan meminta keterangan pihak manajamen JNM di ruang pertemuan di lantai 3 gedung selatan-barat JNM. Pertemuan diikuti oleh KPH Wironegoro selaku pimpinan JNM, Suryo Hadihandoyo sebagai Programme Manager, satpam Jay, dan 3 orang lain (sekretaris, perempuan bule, dan laki-laki berkepala botak) dari pihak JNM. Dari pihak warga Ngepringan 2 orang, yakni Rambat (salah satu ketua RT), dan Sri (pemilik artefak 2 sepeda motor). Sedang dari JAS masing-masing H. Totok Sudarto, Kuss Indarto, Argo Pratomonugroho, dan Esti.

Pada pertemuan itu, H. Totok Sudarto meminta maaf kepada warga Ngepringan dan JNM karena tidak segera mengambil artefak Merapi karena sejumlah alasan, dan bertanggung jawab kepada warga Ngepringan. KPH Wironegoro juga mengaku akan bertanggung jawab di garis depan atas kasus ini.

Setelah pertemuan itu, H. Totok Sudarto meminta satpam Jay untuk menemui penerima artefak yang “dibuangnya”. H. Totok Sudarto berhasil menghubungi lewat telepon pihak penerima artefak, dan diketahui bahwa ada transaksi finansial atas artefak itu seharga Rp 1 juta lebih.

12 Februari 2011: Sekitar pukul 10.00 pihak JAS, manajemen JNM dan saudara Herry bertemu muka di JNM untuk klarifikasi. Dari pertemuan itu diketahui secara tertulis dan lisan bahwa pihak JNM (lewat tangan satpam Jay) menjual kepada saudara Herry artefak Merapi seberat 660 kg dengan harga Rp 1.700.000,-. Herry juga menyampaikan bahwa artefak Merapi tersebut telah dijualnya kembali ke Surabaya, dan selanjutnya telah dilebur setelah sampai di Surabaya. Diketahui juga dalam pertemuan ini bahwa pihak JNM menjual artefak Merapi pada tanggal 28 dan 29 Januari 2011. Berikutnya, pihak Herry mengirimkan artefak Merapi itu ke Surabaya pada tanggal 4 Februari 2011.

Pihak JNM belum bisa langsung bersikap. Mereka (diwakili oleh Suryo Hadihandoyo) meminta waktu untuk berapat terdahulu, dan sepakat untuk bertemu lagi dengan pihak JAS pada malam harinya, Sabtu 12 Februari 2011 pukul 19.00 WIB.

Pertemuan malam harinya, dari pihak JAS ada H. Totok Sudarto dan Kuss Indarto. Sedang JNM ada Suryo Hadihandoyo, Krisnadi “Thole”, dan laki-laki botak yang kurang diketahui persisnya dalam struktur manajemen di JNM. Salah satu keputusan pertemuan itu, pihak JNM (ini diucapkan oleh Suryo Hadihandoyo) berjanji akan memberi jawaban pertanggungjawaban pada hari Minggu, 13 Februari 2011 pukul 10.00 WIB.

13 Februari 2011: Panitia JAS (5 orang) menemui warga Ngepringan di dusun Ngepringan, Wukirsari, Cangkringan sekitar 3,5 jam mulai pukul 11.00 WIB. Pihak JAS sekali lagi meminta maaf dan menyampaikan kenyataan atas artefak Merapi. JAS bersama warga Ngepringan melakukan inventarisasi atas artefak yang telah dibawa dari Ngepringan ke JNM. Pihak JAS siap bertanggung jawab atas kasus ini.

Pihak JAS beberapa kali, setelah pukul 10.00 WIB, “mengalah” untuk menghubungi Suryo Hadihandoyo lewat telepon. Telepon tidak diangkat. SMS juga tidak direspons.

14 Februari 2011: Pihak JAS (H. Totok Sudarto) kembali mengontak perwakilan pihak JNM (Suryo Hadihandoyo) untuk menanyakan pertanggungjawaban resminya, namun telepon TIDAK digubris. Demikian juga SMS yang telah dilayangkan.

15 Februari 2011: Pihak JAS kembali menelepon Suryo Hadihandoyo (JNM) untuk meminta pertanggungjawaban. Kali ini telepon diangkat, namun tidak ada kejelasan tentang pertanggungjawaban seperti yang telah dijanjikan pada 12 Februari 2011.

16 Februari 2011: JAS secara resmi melaporkan ke Polda DIY Jogja National Museum (JNM) dan KPH Wironegoro (Direktur Eksekutif JNM) sebagai pihak yang diduga melakukan penggelapan artefak korban Merapi yang dipamerkan di JNM.

Popular posts from this blog

Lukisan Order Raden Saleh

Memanah

Apa Itu Maestro?