Kolektor Dunia Asal Indonesia
Oleh Kuss Indarto
INI bukan berita baru. Tapi masih layak untuk dicermati dan diapresiasi. Di luar nama-nama yang sudah sangat popular dan mendapat pengakuan dari banyak pihak, ternyata Indonesia juga punya kolektor berlevel dunia. Dugaan-dugaan itu tidak bermuara pada nama-nama yang memang sudah sangat jagoan di level Indonesia, seperti Oei Hong Djien, Alex Papadimitrou, Dedi Kusuma, Rudy Akili, Soenarjo Sampoerna, Eddy Katimansjah, Edi Hiantoro, dan sekian banyak nama lain.
Kolektor jagoan berlevel dunia itu adalah: Budi Raharjo Tek atau yang lebih karib dipanggil “Budi Tek”. Atau nama Tionghoa-nya Yu Deyao. (Kolektor ini lebih banyak dikenal di China karena lebih sering menetap di sana). Oleh situs Art & Auction namanya dinobatkan sebagai satu di antara 10 Besar kolektor berpengaruh sepanjang tahun ini. Namanya berjajar dengan deretan kolektor top dunia yang selama ini sangat dikenal telah berada di level elite koletor sejagad dengan karya-karya seni koleksinya yang terdiri dari karya seniman berkualitas dunia yang berharga mahal. Budi Tek berada di urutan nomer 8 dalam Top Ten tersebut. Sedangkan nama-nama lain yang berjajar dalam daftar tersebut masing-masing: (1) Sheikha Al-Mayassa bint Hamad bin Khalifa Al-Thani, (2) Larry Gagosian, art dealer pemilik 11 galeri top berlevel dunia, (3) Eli Broad, (4) Dasha Zhukova yang adalah partner (bisnis) Roman Abrahamovich, (5) Francois Pinault, si pemilik balai lelang Christie, (6) David Zwirner, (7) Peter Brant, (8) Budi Tek, (9) Francois Curiel, dan (10) Stephane Cosman Connery.
Penentuan peringkat kolektor berpengaruh itu tidak dijelaskan secara mendetail. Namun sangat dimungkinkan bertumpu pada kemampuan para kolektor tersebut dalam membelanjakan pundi-pundi uangnya dalam mengoleksi karya seni. Budi Tek sendiri dalam tahun 2010 melakukan aksi menghebohkan banyak pihak ketika bersaing dengan berani untuk membeli sebuah lukisan karya Zhang Xiaogang bertajuk Chapter of a New Century-Birth of the People’s Republic of China II (1992) dibalai lelang Sotheby’s, Hong Kong. Dia nge-bid dengan harga tertinggi: HK$ 52,18 juta atau sekitar Rp 56 miliar. Ini sebuah rekor tersendiri. Apalagi kalau dimasukkan dalam konteks kolektor (berdarah) Indonesia, maka dialah orang “tergila” dalam membelanjakan uangnya pada sebuah karya seni rupa. Lukisan itu sendiri sekarang berada di salah satu rumah mewah Budi di Shanghai, China.
Budi Tek tampak antusias mengoleksi karya seni rupa sekitar sepuluh tahun terakhir. Karya koleksinya sudah ribuan, dan sebagian besar adalah karya-karya seniman China papan atas seperti Yue Minjun, Fang Lijun, Wang Guangyi, and Zhang Xiaogang. Juga karya pasangan seniman berbakat sekaligus kontroversial, Sun Yuan dan Peng Yu. Pilihannya pada karya-karya seniman China bertitik berangkat dari spirit nasionalisme. “Saya orang China, maka saya ingin karya-karya tersebut tidak beranjak dari tanah ini juga,” ujarnya.
Oei Hong Djien, kolektor seni rupa yang berpengaruh di Indonesia, pada Indonesia Art News akhir tahun 2011 lalu mengatakan bahwa sosok Budi memang tampak sekali bergairah mengoleksi karya seni setelah bisnis pertanian dan makanan ternaknya berkembang pesat. Modalnya yang besar memungkinkan bisa membeli karya-karya yang bagus dari seniman top dengan harga tinggi. Tahun lalu, kata pak dokter Oei, dirinya bersama Budi berada dalam satu forum diskusi seni di Singapura. Pada kesempatan itu Oei memprovokasi bahwa tidak sedikit seniman Indonesia yang karyanya berkualitas dan layak untuk dikoleksi.
Entah karena provokasi itu atau memang sudah menjadi rencana dari awal, kini Budi Tek dengan pelahan mulai melirik seniman-seniman Indonesia. Museum pribadinya bernama Yuzs Museum yang didirikan tahun 2010 di Jakarta telah banyak karya berkelas dunia. Juga yang tak kalah menariknya, museum di Dharmawangsa, Jakarta itu dibuat dengan konsep yang lebih populis, sehingga mendekatkan lebih jauh museum dengan publiknya.
Dan saat ini ada satu seniman Indonesia yang telah mendunia sedang menggarap art project-nya untuk museum Budi Tek tersebut. Art project itu terbilang serius karena sang seniman diberi keleluasaan untuk menempatkan karya-karyanya dalam 5 lantai sekaligus. Sudah barang pasti itu kerja kolosal yang perlu banyak waktu dan perhatian khusus dalam mengeksekusi karya. Dan bisa diduga, art project ini tidak mungkin dikerjakan dengan budget dana di bawah Rp 1 miliar. Karya-karya keramik seniman tersebut kini sedang dikerjakan di sentra keramik Kasongan, Yogyakarta. Seniman yang beruntung mendapatkan kehormatan itu adalah seniman yang sekitar 12 tahun terakhir ini menetap di Australia. Siapakah seniman yang hendak mendapatkan giliran dikoleksi karyanya? Ups, siapa tahu yang sedang baca tulisan ini! Maka, berdoalah! ***
Berita ini diambil dari www.indonesiaartnews.or.id
INI bukan berita baru. Tapi masih layak untuk dicermati dan diapresiasi. Di luar nama-nama yang sudah sangat popular dan mendapat pengakuan dari banyak pihak, ternyata Indonesia juga punya kolektor berlevel dunia. Dugaan-dugaan itu tidak bermuara pada nama-nama yang memang sudah sangat jagoan di level Indonesia, seperti Oei Hong Djien, Alex Papadimitrou, Dedi Kusuma, Rudy Akili, Soenarjo Sampoerna, Eddy Katimansjah, Edi Hiantoro, dan sekian banyak nama lain.
Kolektor jagoan berlevel dunia itu adalah: Budi Raharjo Tek atau yang lebih karib dipanggil “Budi Tek”. Atau nama Tionghoa-nya Yu Deyao. (Kolektor ini lebih banyak dikenal di China karena lebih sering menetap di sana). Oleh situs Art & Auction namanya dinobatkan sebagai satu di antara 10 Besar kolektor berpengaruh sepanjang tahun ini. Namanya berjajar dengan deretan kolektor top dunia yang selama ini sangat dikenal telah berada di level elite koletor sejagad dengan karya-karya seni koleksinya yang terdiri dari karya seniman berkualitas dunia yang berharga mahal. Budi Tek berada di urutan nomer 8 dalam Top Ten tersebut. Sedangkan nama-nama lain yang berjajar dalam daftar tersebut masing-masing: (1) Sheikha Al-Mayassa bint Hamad bin Khalifa Al-Thani, (2) Larry Gagosian, art dealer pemilik 11 galeri top berlevel dunia, (3) Eli Broad, (4) Dasha Zhukova yang adalah partner (bisnis) Roman Abrahamovich, (5) Francois Pinault, si pemilik balai lelang Christie, (6) David Zwirner, (7) Peter Brant, (8) Budi Tek, (9) Francois Curiel, dan (10) Stephane Cosman Connery.
Penentuan peringkat kolektor berpengaruh itu tidak dijelaskan secara mendetail. Namun sangat dimungkinkan bertumpu pada kemampuan para kolektor tersebut dalam membelanjakan pundi-pundi uangnya dalam mengoleksi karya seni. Budi Tek sendiri dalam tahun 2010 melakukan aksi menghebohkan banyak pihak ketika bersaing dengan berani untuk membeli sebuah lukisan karya Zhang Xiaogang bertajuk Chapter of a New Century-Birth of the People’s Republic of China II (1992) dibalai lelang Sotheby’s, Hong Kong. Dia nge-bid dengan harga tertinggi: HK$ 52,18 juta atau sekitar Rp 56 miliar. Ini sebuah rekor tersendiri. Apalagi kalau dimasukkan dalam konteks kolektor (berdarah) Indonesia, maka dialah orang “tergila” dalam membelanjakan uangnya pada sebuah karya seni rupa. Lukisan itu sendiri sekarang berada di salah satu rumah mewah Budi di Shanghai, China.
Budi Tek tampak antusias mengoleksi karya seni rupa sekitar sepuluh tahun terakhir. Karya koleksinya sudah ribuan, dan sebagian besar adalah karya-karya seniman China papan atas seperti Yue Minjun, Fang Lijun, Wang Guangyi, and Zhang Xiaogang. Juga karya pasangan seniman berbakat sekaligus kontroversial, Sun Yuan dan Peng Yu. Pilihannya pada karya-karya seniman China bertitik berangkat dari spirit nasionalisme. “Saya orang China, maka saya ingin karya-karya tersebut tidak beranjak dari tanah ini juga,” ujarnya.
Oei Hong Djien, kolektor seni rupa yang berpengaruh di Indonesia, pada Indonesia Art News akhir tahun 2011 lalu mengatakan bahwa sosok Budi memang tampak sekali bergairah mengoleksi karya seni setelah bisnis pertanian dan makanan ternaknya berkembang pesat. Modalnya yang besar memungkinkan bisa membeli karya-karya yang bagus dari seniman top dengan harga tinggi. Tahun lalu, kata pak dokter Oei, dirinya bersama Budi berada dalam satu forum diskusi seni di Singapura. Pada kesempatan itu Oei memprovokasi bahwa tidak sedikit seniman Indonesia yang karyanya berkualitas dan layak untuk dikoleksi.
Entah karena provokasi itu atau memang sudah menjadi rencana dari awal, kini Budi Tek dengan pelahan mulai melirik seniman-seniman Indonesia. Museum pribadinya bernama Yuzs Museum yang didirikan tahun 2010 di Jakarta telah banyak karya berkelas dunia. Juga yang tak kalah menariknya, museum di Dharmawangsa, Jakarta itu dibuat dengan konsep yang lebih populis, sehingga mendekatkan lebih jauh museum dengan publiknya.
Dan saat ini ada satu seniman Indonesia yang telah mendunia sedang menggarap art project-nya untuk museum Budi Tek tersebut. Art project itu terbilang serius karena sang seniman diberi keleluasaan untuk menempatkan karya-karyanya dalam 5 lantai sekaligus. Sudah barang pasti itu kerja kolosal yang perlu banyak waktu dan perhatian khusus dalam mengeksekusi karya. Dan bisa diduga, art project ini tidak mungkin dikerjakan dengan budget dana di bawah Rp 1 miliar. Karya-karya keramik seniman tersebut kini sedang dikerjakan di sentra keramik Kasongan, Yogyakarta. Seniman yang beruntung mendapatkan kehormatan itu adalah seniman yang sekitar 12 tahun terakhir ini menetap di Australia. Siapakah seniman yang hendak mendapatkan giliran dikoleksi karyanya? Ups, siapa tahu yang sedang baca tulisan ini! Maka, berdoalah! ***
Berita ini diambil dari www.indonesiaartnews.or.id