Santri Nusantara: Beragama Secara “Artistik”
Oleh Kuss Indarto ISU tentang praktik beragama (Islam) selalu muncul dari berbagai konteks waktu, tempat, dan senantiasa membawa respons serta implikasi yang beragam—bagi banyak pihak, dan di berbagai kawasan. Isu ini membawa aktualitasnya sendiri dari waktu ke waktu seiring dengan kompleksitas persoalan yang mengikutinya. Agama dan nilai-nilainya, ketika berhadapan manusia dengan konteks ruang dan waktu yang berbeda, mendapatkan perlakuan yang beragam pula. Problem adat dan budaya yang berlainan pada tiap bangsa, termasuk di ruang bernama Indonesia, akan membawa cara dan praktik beragama yang sedikit banyak memiliki “titik beda”. Bertahun-tahun lalu, K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sudah memberi tengara tentang isu ini lewat sebuah artikelnya yang sangat menarik dan fenomenal, yang bertajuk “Pribumisasi Islam” . Menurutnya, agama (Islam) itu bersumberkan wahyu dan memiliki norma-normanya sendiri, atau bersifat normatif, sehingga ia cenderung menjadi permanen. Sedangkan