Potongan Kecil Dunia Seni Rupa Indonesia
Oleh Kuss Indarto
Seni lukis yang
menggambarkan pemandangan alam memiliki sejarah yang cukup panjang di
Indonesia. Raden Saleh Sjarief Boestaman (1811-1880) merupakan pelukis modern
pertama Indonesia yang telah membuat cukup banyak lukisan pemandangan alam.
Karya-karyanya yang dibuat di Indonesia maupun ketika dia menetap puluhan tahun
di daratan Eropa tampak jelas kecenderungan naturalismenya. Ada pemandangan
yang menggambarkan keindahan alam di Jawa Barat seperti di kawasan Buitenzorg
(sekarang menjadi kota Bogor), lalu di Puncak Pass Megamendung, sekitar gunung
Gede Pangrango, dan lainnya. Juga tentang pemandangan kawasan Jawa Tengah
seperti sekitar dataran tinggi (plateau)
Dieng, gunung Merapi yang tengah tenang dan saat meletus, serta masih banyak
lagi. Tentu itu tidak termasuk karya-karya pemandangan yang di dalamnya
terdapat, misalnya, aksi pertarungan antara banteng dan harimau, singa dan
kuda, atau aksi pemburu yang sedang berburu singa, harimau, dan lainnya.
Di Indonesia,
lukisan pemandangan alam terus tumbuh setelah itu. Di Sumatera Barat ada tokoh
utamanya, yakni pelukis Wakidi yang banyak membuat karya pada kurun waktu
sekitar dekade 1930-an hingga 1960-an. Untuk level nasional publik sangat akrab
dengan karya-karya lukian Basoeki Abdulah yang menjadi salah satu bintang utamanya.
Keberadaan lukisan yang berkecenderungan pemandangan alam atau naturalisme ini
bahkan sempat menimbulkan pro dan kontra, terutama pada dekade 1940-an. Ketika
itu ada sebutan “mooi Indie” atau
“Hindia yang molek”. (Hindia Belanda adalah sebutan lama untuk Indonesia).
Sebutan itu merupakan bentuk sinisme terhadap para pelukis yang hanya
melukiskan pemandangan alam karena dianggap sangat “turistik” dan tidak peka
terhadap irama dan situasi sosial dan perjuangan bangsa kepada penjajah. Kondisi
seperti itu, tentu, berkaitan antara teks dan konteks. Karya lukis sebagai
“teks visual” pada sekelompok pihak diharapkan memiliki konteks ruang, waktu,
dan persoalan yang bertalian secara erat. Itu merupakan hal yang biasa dalam
dunia seni rupa. Selalu ada lapis-lapis persoalan yang berlainan, tergantung
konteks, persepsi dan jiwa jamannya. Tapi pada prinsipnya, di Indonesia karya
lukis panorama atau pemandangan alam nyaris tidak pernah mati. Selalu dibuat,
digeluti dan ditekuni oleh banyak seniman di Indonesia.
***
Deretan karya
lukisan dalam pameran kali ini, saya kira, adalah salah satu potongan bukti
bahwa dunia seni lukis dengan subyek utama pemandangan alam tumbuh dan berbiak
terus-menerus tanpa henti. Kita bisa melihat dalam pameran ini ada karya Arok
yang melukiskan tentang pemandangan kampung-kampung di Bali—sebuah pulau dengan
mayoritas penduduk beragama Hindu dan kulturnya yang relatif kuat terjaga. Pemandangan
tersebut memberi potret yang berbeda dibanding realitas scene pulau Bali yang lain yang telah banyak tergerus oleh
pembangunan berbagai hotel dan berbagai property
lain sebagai konsekuensi dari dunia turisme yang sangat pesat. Lukisan-lukisan
permai tentang alam pesedaan karya Arok ini seakan memberi ingatan kembali
bahwa masih ada celah-celah pedesaan yang sejuk, tenang, damai, yang memberi energi
positif bagi hidup.
Juga ada karya-karya
Mozes Misdy dan Mois yang membincangkan tentang lanskap perahu-perahu di tepian
pantai. Lukisan ini seperti mengingatkan sebuah kilasan sejarah tentang
Indonesia atau Nusantara yang berabad-abad lalu banyak berkembang bahkan
berjaya di kawasan bahari. Indonesia sebagai Negara maritime yang 2/3-nya
terdiri dari lautan seperti diingatkan oleh karya ini—agar laut tidak lagi
“dipunggungi” (seperti yang diistilahkan oleh presiden Jokowi), namun mestinya
kembali diakrabi. Teknik karya lukis ini menarik, yakni dengan torehan palet
yang kasar namun mengena karena senimannya telah sangat menguasai subyek benda
yang dilukisnya.
Pun dengan lukisan
pemandangan pegunungan, hutan, sawah, sungai seperti yang dipresentasikan oleh
Jaka SP., terasa manis dan melengkapi karya-karya pemandangan alam lainnya. Pola
visual seperti yang diketengahkan oleh Jaka SP. ini telah ribuan dibuat oleh
sekian banyak seniman di Indonesia. Namun, selalu saja ada titik beda satu sama
lain yang membuat karya tersebut diminati oleh banyak kalangan masyarakat. Apalagi
di Indonesia deretan pulau-pulaunya memanjang hingga sekitar 3.000 kilometer
ini memiliki banyak kawasan yang permai situasinya. Di mata pelukis seperti
Jaka SP. ini (atau lainnya), pemandangan itu dipindahkan dengan baik ke bidang
kanvasnya. Jaka SP. tampaknya termasuk pelukis yang terbiasa menyeleksi
fakta-fakta yang sesungguhnya kurang menarik dalam subyek benda di alam, dan
menjadikannya lebih manis, indah, dan eksotik di dalam kanvas. Ini sah dan dialami
oleh banyak seniman karena itulah pilihan “ideology estetik” dar tiap-tiap
seniman.
Di tengah
karya-karya yang mengeksplorasi pemandangan alam, terdapat pula penggambaran
tentang wayang. Nyoman Gunarsa melukiskan wayang dengan pilihan karakter yang
ekspresif. Dia tidak menggambarkan sosok-sosok wayang secara realistik dengan
detail yang penuh kerumitan. Sebagai seniman senior dan termasuk deretan
seniman papan atas Indonesia, pola visual yang meluiskan subyek benda dengan
detail sudah pernah dilaluinya puluhan tahun lalu. Itu adalah bagian dari
proses kreatif seorang Nyoman Gunarsa. Kini, seniman ini tidak sekadar
memindahkan wayang ke dalam kanvas. Namun juga spirit tentang tokoh wayang tersebut.
Spirit yang segera tampak sekilas dalam lukisannya adalah tentang gerak,
kegagahan tokoh wayang, dan sebagainya. Dalam konteks ini, Nyoman tidak sedang
melakukan mimesis atau menirukan
bentuk fisik wayangnya saja, namun lebih dari itu, mencoba untuk melakukan
tafsir atas dunia wayang itu dengan perspektifnya yang subyektif. Subyektivitas
yang personal dalam dunia seni lukis—atau secara umum dalam dunia seni
rupa—sangat penting untuk proses pencarian identitas atau jati diri. Nyoman
Gunarsa adalah salah satu seniman yang telah masuk dalam proses penemuan
identitas kreatif. Meski, tentu saja, identitas bisa saja terus bergerak.
Lebih dari itu,
karya-karya yang tergelar dalam pameran ini bisa memberi salah satu potongan
kecil atas kekayaan dunia seni rupa atau seni lukis yang terus berkembang pesat
di Indonesia. Pameran ini bisa memberi jendela untuk melongok keluasan seni
rupa Indonesia. ***
Kuss Indarto,
kurator dan penulis seni rupa. Pengelola
situs www.indonesiaartnews.or.id
(Catatan ini untuk mendampingi pameran seni rupa dalam acara "Indonesia Showcae 2015" di bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, 29 Okt - 1 Nov. 2015)