Haul Freddie

Wajah-wajah Freddie Mercury a.k.a. Farroukh Bulsara

27 tahun lalu, 24 November 1991, Farroukh Bulsara—yang kemudian lebih menjulang namanya sebagai Freddie Mercury—meninggal dunia. Tubuhnya digerogoti oleh salah satu penyakit yang mematikan waktu itu, yakni HIV AIDS. Dunia musik populer begitu kehilangan nama besar. Bersama Queen, Freddie Mercury telah memberi warna penting bagi dunia musik.
Setidaknya dalam sebulan terakhir nama Freddie Mercury kembali mencuat dalam medan perbincangan. Tak pelak, ini karena kehadiran film “Bohemian Rhapsody” yang tengah diputar di berbagai bioskop di seluruh dunia. Film itu tidak saja kembali mengangkat popularitas Freddie dan Queen, namun juga menjadi salah satu film laris dunia. Menurut catatan situs boxofficemojo.com dalam 21 hari pemutarannya di seluruh dunia, “Bohemian Rhapsody” diperkirakan telah menangguk keuntungan hingga $ 138,247,250 (sekitar Rp 2 triliun, dengan kurs sekarang).
Tentang film “Bohemian Rhapsody”, mungkin sudah banyak yang menyimak dan membaca ulasannya. Saya hanya ingin mengunggah sebuah reportase yang ditulis di harian “The Sun”, Inggris, yang dimuat pada tanggal 19 Juli 1985. Ya, dimuat 33 tahun lalu, persisnya 6 hari setelah berlangsungnya konser Live Aid 85 yang digagas oleh rocker Inggris Bob Geldof. Konser besar yang diduga dihadiri oleh sekitar 125.000 penonton di stadion Wembley, London ini dianggap melambungkan kembali pamor Queen dan Freddie Mercury.
Queen dianggap telah retak bahkan di ujung perpecahan setelah Freddie Mercury “dibajak” untuk membuat album solo dengan meninggalkan keterlibatan teman-temannya—Brian May, Roger Tyalor dan John Deacon. Konser Live Aid 85 mampu menguatkan kembali soliditas kelompok, dan menyadarkan Freddie sebagai bagian penting dari keluarga Queen.
Menjelang Konser Live Aid 85 juga menjadi momen penting ketika untuk pertama kalinya Freddie memperkenalkan pasangan gaynya--bernama Jim Hutton--pada ayah, ibu dan adik Freddie. Kepada sang ibu, Jer Bulsara, Freddie berpesan untuk menonton konser lewat televisi yang menyiarkan secara langsung. Freddie akan mengirim kecupan sayang pada sang ibu saat pentas. Perhatikan video tentang pentas Queen di Live Aid Concert saat lagu "Bohemian Rhapsody" dilantunkan Freddie.
Berikut terjemahan bebas dari catatan tersebut:

Akulah Sang Juara,
Mengapa Penampilan Fantastis Freddie Mencuri Perhatian di Konser Live Aid
Harian “The Sun”, 19 Juli 1985
Penggemar music rock telah bersepakat bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini Freddie Mercury adalah yang terbesar di dunia. Dunia kini tahu persis betapa mereka—Freddie dan bandnya, Queen—telah mencuri perhatian dalam konser Live Aid yang bertabur bintang. Pertunjukan Queen itu begitu “panas”, dan berakhir menggetarkan, membuat para bintang pop hebat lainnya berdiri terpaku.
Freddie, yang begitu energik dalam usianya yang ke-38, memberikan semua kemampuan yang dimilikinya tatkala dia berada di atas panggung.
Dia berujar: "Aku mesti memenangkan hati banyak orang. Jika tidak, itu bukan pertunjukan yang sukses. Tugas sayalah untuk memastikan orang-orang memiliki kesempatan yang baik untuk menikmati pertunjukan. Itu bagian dari tugasku. Semua ini bertalian dengan pengendalian perasaan. Lagu We Are The Champions telah begitu populer bagi para penggemar sepak bola karena itu adalah lagu pemenang.
"Aku tidak percaya bahwa orang lain belum ada yang menulis lagu baru semacam itu untuk menggantikan We Are The Champion."
Pada beberapa kesempatan wawancara, Freddie dengan lepas dan lugas membincangkan tentang teman-teman sesama superstar, perihal hasil penulisan lagu yang mengeruk keuntungan mencengangkan, serta kehidupan cintanya yang menyedihkan.
Terkejut
Komposisi lagu-lagunya telah membuat Freddie sejajar keberadaannya dengan Elton John, Rod Stewart dan Michael Jackson—yang suka menyendiri.
"Saya merekam sekitar dua atau tiga lagu bersama Michael, tetapi belum ada yang perlu diungkapkan saat ini,” kata Freddie. Kedua bintang itu, Freddie dan Michael Jackson, mulai berkolaborasi merekam album “State of Shock”. Tetapi tampaknya dia (Michael) tidak punya waktu untuk menuntaskannya.
Duo Mercury-Jackson merencanakan agar album Thriller bisa sukses besar, tapi faktanya hal itu tidak kunjung datang. Bukan berarti Freddie khawatir akan beban tersebut. Toh karir bermusiknya sangat bagus, termasuk ketika ia meluncurkan album solonya, Mr Bad Guy.
"Aku senang dengan itu," katanya. "Saya senang dengan suaraku. Itu juga karena merokok. Karena merokok, aku mendapatkan sedikit suara serak itu."
Tentang salah satu lagu di album baru Freddie yang berjudul “Love Is Dangerous”, apa pandangannya? Ujarnya: "Aku bisa menjadi seorang kekasih yang baik. Tapi setelah kupikir sekian lama, sepertinya aku bukan pasangan yang sangat baik bagi siapa pun. Barangkali cintaku berbahaya, namun siapa sih yang ingin memiliki rasa cinta dengan aman?"
Tragis
"Aku dikuasai oleh cinta. Tetapi bukankah semua orang juga demikian? Sebagian besar laguku adalah lagu balada cinta dan hal-hal yang berkaitan dengan kesedihan, penyiksaan, dan rasa sakit.”
"Dalam persoalan cinta, niscaya kamu sulit mengendalikan, dan aku benci perasaan semacam itu. Aku menulis begitu banyak lagu tentang kesedihan karena aku orang yang (bernasib) sangat tragis. Namun selalu ada unsur humor pada akhirnya." Betatapun, atas semua ketenaran dan sanjungan padanya, sosok Freddie tetaplah seorang pria yang kesepian.
Dia mengatakan: "Album lagu “Living on My Own” itu sangat mewakili diriku. Aku harus pergi keliling dunia dan tinggal di hotel. Anda dapat memiliki komunitas orang yang Anda kenal yang mampu menjaga Anda. Namun pada akhirnya mereka semua pergi. Aku tidak bisa mengeluh. Aku memang harus hidup sendiri."
Freddie—pria dengan jutaan penggemar di seluruh dunia—ini mengaku memiliki beberapa sahabat. Katanya: "Ketika Anda menjadi seorang selebritas, sulit untuk mendekati seseorang dan berkata: 'Lihat, bagian bawah saya normal.' Kemudian hal yang terjadi adalah orang-orang itu menginjak harga diriku karena dengan mencoba menjadi normal pada seseorang, tiba-tiba aku bagai keluar dari cangkang diriku sendiri, lepas dari kepribadianku, dan ini menjadi begitu rentan posisinya ketimbang orang kebanyakan."
Senang-senang
"Karena aku sukses dan berlimpah uang, maka banyak orang serakah mencoba memangsa diriku. Dari hal seperti itulah aku belajar. Diriku penuh gurat-gurat luka yang mendalam, dan aku tidak mau lagi." Pengalaman itu membuat Freddie ingin beralih kembali pada para fans. Katanya: "Aku menemukan kenyataan bahwa ada orang yang membiarkan aku jatuh, namun banyak pula yang menginginkan aku kembali ke panggung. Begitu menyenangkan mengetahui bahwa begitu banyak orang menginginkan aku kembali."
Freddie juga belajar betapa nikmatnya ketenarannya itu. Dia menuturkan bahwa: "Aku dilambungkan menjadi bintang dan kupikir, ah, inilah cara seorang bintang berperilaku. Sekarang aku tidak peduli pada para bedebah itu. Aku ingin melakukan banyak hal dengan caraku sendiri, dan dengan penuh kesenangan."
"Andaikan semua uangku ludes besok, aku akan tetap merasa seperti punya uang melimpah karena (dengan kesederhanaan) itulah yang biasa kulakukan sebelumnya. Aku akan selalu berjalan seperti Poppinjay Persia dan tidak ada yang akan menghentikanku."
"Aku mencintai hidupku yang penuh liku. Inilah sifatku. Tidak ada seorang pun yang mampu mengendalikan apa yang harus aku lakukan."
Sosok Freddie adalah pengagum musik modern, dan musik modern yang luar biasa itu telah digelutinya selama bertahun-tahun. Dia mengatakan: "Saya suka grup-grup Tears For Fears, Wham!, dan Culture Club—mereka semua sangat bagus. Tapi kelompok Tears For Fears adalah favorit saya karena mereka banyak menciptakan lagu yang betul-betul sangat saya sukai."
Mimpi
"Mereka punya banyak irama yang mendayu-dayu, dan pada tempo yang berbarengan mereka memiliki banyak “daya serang”. Mereka juga punya banyak lagu sangat bagus. Saya suka Queen of Soul, Aretha Franklin, yang kemampuannya di atas rata-rata penyanyi lain. Dia memiliki suara terbaik yang pernah ada. Dia bernyanyi seperti mimpi. Aku berharap bisa bernyanyi separuh saja dari kemampuannya yang begitu alami itu.
"Dia menempatkan seluruh emosinya ke titik terdalam. Setiap kata yang dia nyanyikannya penuh makna dan ekspresi. Aku bisa mendengarkan hal itu selamanya."
Freddie mengungkapkan cintanya yang mendalam terhadap dunia opera. Inilah yang ikut mengilhami lagu legendarisnya, “Bohemian Rhapsody”. Dia mengatakan: "Montserrat Cabelle itu begitu sensasional. Emosi yang dimilikinya serupa seperti Aretha Franklin. Cara dia mengekspresikan sebuah lagu begitu alami. Ini merupakan hadiah yang sangat berbeda."
Namun band favorit Freddie tetaplah Queen yang telah menjalin kebersamaan dengannya hingga 13 tahun (pada tahun 1985). Dengan sangat keras dia menyangkal bahwa upayanya untuk membuat album solo telah mengancam masa depan salah satu band rock terbesar di dunia tersebut. Freddie berkilah: "Inilah titik penting yang mungkin akan membawa kami menjadi lebih dekat kembali demi meningkatkan karier kami di musik."
Lebih Dekat
"Hubungan saya dengan Queen seperti ketika melukis sebuah gambar. Anda harus sesekali membuat jarak dan menjauhinya untuk melihat seperti apa (kondisinya dari jauh). Saya melangkah menjauh dari Queen dan saya pikir itu akan memberi kesempatan pada setiap orang (untuk melemahkan kami dengan) tembakan di lengan.”
"Aku akan kembali berkarya dengan Queen. Tak perlu diragukan lagi. Queen akan kembali lebih besar." ***

Popular posts from this blog

Lukisan Order Raden Saleh

Memanah

Apa Itu Maestro?