Sepatu
Ada beragam ide penciptaan karya seni, khususnya seni patung, yang telah berderet dalam sejarah. Salah satunya ide tentang "comemmoration", yakni menampilkan ingatan atas sesuatu yang dihasratkan untuk memberi penghormatan terhadap peristiwa atau sosok tertentu dari masa lalu. Ide ini telah banyak diwujudkan oleh banyak seniman di berbagai negara. Risiko yang kemudian muncul dari penghormatan atas sosok tertentu tersebut adalah heroisasi berlebihan yang kadang seperti memalaikatkan seseorang. Tentu tidak semuanya karena masih banyak berserak karya dengan ide "comemmoration" yang menarik.
"Shoes on the Danube Bank",
bagi saya, adalah salah satu karya patung menarik karena begitu menyentuh emosi
penontonnya. Minimal saya. Idenya dari sutradara film Can Togay dan dieksekusi
dengan ciamik oleh pematung Hungaria, Gyula Pauer. Karya ini berujud 60 pasang
sepatu yang berjajar sekitar 40 meter di gigir sungai Danube di sisi timur. Tak
jauh jadi jembatan Széchenyi yang molek, dan sekitar 300 meter dari gedung
parlemen Hungaria yang ikonik.
Karya ini digagas untuk mengenang
kekejaman pasukan Arrow Cross Party yang bengis yang menguasai Hungaria sekitar
dasawarsa 1940an. Pasukan Arrow Cross pada kurun 1944-45 diduga membunuh secara
keji 3.500an orang, 800 di antaranya orang-orang keturunan Yahudi yang menetap
di negeri tersebut. Ya, polanya seperti Hitler dan Nazi-nya yang ingin
mengunggulkan bangsa Arya dengan melakukan genosida terhadap bangsa Yahudi.
Patung 60 pasang sepatu itu terbuat dari
perunggu yang dipasang secara masif di lantai di tepi sungai Danube. Ada cerita
bahwa pasukan Arrow Cross dulu, antara lain, menembaki orang-orang Yahudi atau
yang menghalangi misi partai penguasa itu di tepi sungai. Setelah tumbang
tertembak, mayat-mayat itu dicemplungkan ke sungai. Keluarga korban kekejian
itu, atau orang-orang yang masih berperikemanusiaan mengangkat mayat yang
tercebur sungai lalu dimakamkan selayaknya manusia. Dan sepatu-sepatu mereka
itu dilepaskan dari kaki mayat ketika terangkat dari sungai, dan dijajarkan di
pinggir sungai Danube.
Sepatu-sepatu yang berjajar tersebut
menyedot emosi masyarakat yang menyaksikan. Benda-benda itu menjadi salah satu
representasi atas kekejian manusia atas manusia lain demi meraih dan
mengawetkan kekuasaan.
Bagi Can Togay dan Gyula Pauer,
sepatu-sepatu itu adalah simbol yang laik untuk diketengahkan kembali kepada
publik untuk mengingat kembali kekejian yang semestinya tak perlu terjadi. Ini
sebuah monumen peringatan agar peristiwa serupa tak kan lagi terulang.
Sepatu-sepatu model dan gaya dasawarsa 1940an itu menjadi medan pengingat bahwa
realitas kekejaman itu pernah terjadi.
Saya sempat menyaksikan karya itu pada
sebuah senja yang mulai meremang di awal Juni 2015 bersama teman saya, Valentinus Rommy Iskandar.
Kami awalnya terkecoh oleh satu dua sepatu yang bentuknya bagus--dari jarak
agak jauh. Saya kira ada orang-orang sedang mandi di sungai Danube dengan
terlebih dulu melepaskan sepatu. Ah, saya jadi malu karena kurang referensi
atas karya bagus itu yang dibuat tahun 2005, ya 10 tahun sebelum kami hadir di depan
karya bertajuk "Shoes on the Danube Bank". Ah, sayang tidak sempat
memotret karya itu.
Karya yang berukuran relatif kecil itu
ternyata memiliki kekuatan narasi besar. Jauh mengalahkan banyak karya patung
berukuran besar, mahal, tapi kosong makna karena dibuat tanpa gagasan yang
matang. Termasuk yang visualnya sama: sepatu.