Ketika Jogja tak Dominan di Kandang



oleh Kuss Indarto

EMPAT puluh nama perupa dan kelompok perupa, akhirnya, terpilih sebagai seniman peserta Biennale Jogja XI-2011. Mereka terdiri dari seniman dua negara, yakni Indonesia dan India, dan memiliki basis kreatif beragam. Pilihan tersebut didasarkan pada pengamatan atas pencapaian kreatif para seniman itu oleh kurator Alia Swastika (Indonesia) dan co-curator Suman Gopinath (India). Hasil pilihan mereka itu dibeberkan dalam forum terbatas di kantor Biennale Jogja XI-2011 di Taman Budaya Yogyakarta, Senin, 22 Agustus 2011 malam lalu. Presentasi karya mereka secara final dalam bentuk pameran akan berlangsung mulai 25 November 2011 mendatang dan berlangsung selama dua bulan.

Menilik nama-nama perupa dan kelompok perupa peserta, terutama yang berasal dari Indonesia, sedikit banyak akan terlacak dan terbayangkan presentasi karyanya kelak. Seni rupa konvensional dua dimensi, yakni lukisan, sudah nyaris diduga tak akan (banyak) mendapatkan tempat. Sementara karya-karya dengan pendekatan medium di luar yang “konvensional” akan menjadi porsi utama dalam pameran mendatang. Semisal ada multimedia, new media art, video art, art photography, instalasi, dan semacamnya, dipastikan hendak memberi warna pada perhelatan Biennale Jogja kali ini.

Publik seni rupa tentu akan bisa menduga-duga atas gejala itu. Misalnya, ada nama Krisna Murti, tokoh penting video art di Indonesia yang kelak akan mengkreasi ulang (re-create) karyanya yang telah dipresentasikan dalam Artjog 2011 lalu. Ada pula Arahmaiani, performance artist yang akan mengetengahkan karya hasil residensinya di Thailand 5 tahun lalu yang belum dipresentasikan ke publik seni di Indonesia. Ada Albert Yonathan, perupa muda dari Bandung yang kemungkinan besar akan menampilkan instalasi keramik yang cukup rumit dan berskala besar. Juga ada Paul Kadarisman yang hendak menampilkan karya-karya fotografinya sebagai bagian dari art project-nya bertajuk “Mohammad and Me” dengan subjek para “narasumber” yang semuanya memiliki nama Mohammad/Muhamad/Moehamad. Arya Panjalu dan Sarah Nuyteman akan mempresentasikan hasil eksplorasi gagasan kreatifnya tentang miniatur beberapa rumah ibadah yang ditempatkan sebagai bagian dari performance art dan karya dokumentasi fotografi, yang sebagian telah muncul pada Biennale Jogja “Neo-Nation” 2007 lalu.

Pada aspek persebaran geografis para seniman peserta, tak pelak, masih belum banyak beranjak dari peta kekuatan yang selama ini ada. Bahkan untuk kali ini, “penyempitan” cukup terlihat. Mereka terdiri atas seniman Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Bali, plus perupa yang menetap atau ulang-alik Solo-Eropa seperti Melati Suryodarmo. Bahkan nama-nama perupa Yogyakarta (setidaknya yang dalam kurun waktu 10 tahun terakhir menetap, studi, dan berproses kreatif di Yogyakarta) tidak mendominasi perhelatan ini.

Dari sisi lain, jumlah peserta yang “hanya” 45 perupa atau kelompok perupa ini menempatkan Biennale Jogja XI ini menjadi biennale di Kota Gudeg yang tidak seriuh ketimbang 3 perhelatan serupa. Tiga Biennale Jogja sebelumnya, yang dihelat pada tahun 2005 (bertema kuratorial “Di Sini dan Kini”), 2007 (“Neo-Nation”), dan 2009 (“Jogja Jamming”) selalu dengan jumlah seniman/kelompok seniman lebih dari 100 nama. Sebelum tiga kali perhelatan itu, tahun 2003, jumlah seniman peserta Biennale Jogja, yang kala itu bertajuk kuratorial “Country-bution” juga memiliki seniman peserta sedikit, yakni “hanya” 24 nama. Pilihan-pilihan atas sedikit atau banyaknya seniman sebagai peserta dalam sebuah biennale, termasuk Biennale Jogja, tentu sangat bergantung pada konsep, gagasan hingga “ideologi estetik” masing-masing kurator dan panitia. Semua pasti telah dipertimbangkan dengan sekian banyak kalkulasi dan beragam risiko yang pasti akan mengiringinya. Presentasi karya para seniman pilihan kurator inilah yang kelak akan memberi bobot dan nilai atas pilihan-pilihan tersebut. Dan publik pun, sebaliknya, juga berperan untuk memberi apresiasi dan penilaian atas pilihan-pilhan itu. Kita tunggu saja! ***

Berikut daftar seniman peserta Biennale Jogja XI-2011:

Indonesia:
01. Setu Legi (Hestu), Yogyakarta
02. Krisna Murti, Bandung
03. Jompet Dwi Kuswidanarto, Yogyakarta
03. Arahmaiani, Bandung-Yogyakarta
04. Wedhar Riyadi, Yogyakarta
05. Andi Dewantoro, Bandung
06. Ay Tjoe Christine, Bandung-Yogyakarta
07. Paul Kadarisman, Jakarta
08. Albert Yonathan, Bandung
09. Arya Panjalu & Sarah Nuyteman, Yogyakarta
10. Akiq A.W., Yogyakarta
11. Ariadhitya Pramuhendra, Bandung
12. Iswanto Hartono, Bandung
13. Wimo Ambala Bayang, Yogyakarta
14. Tromarama, Bandung
15. Octora Chan, Bandung
16. Theresia Agustina, Yogyakarta
17. Titarubi, Yogyakarta
18. R.E. Hartanto, Bandung
19. Melati Suryodarmo, Solo-Eropa
20. Nurdian Ichsan, Bandung
21. Made Wianta, Bali
22. Irwan Ahmed, Jakarta
23. Ruangrupa, Jakarta
24. Wiyoga Muhardanto, Bandung
25. Edwin Navarin,

India:
01. Atul Dotiya
02. Anita Dube
03. Puspamala N.,
04. Archana Hande,
05. Sakshi Gupta,
06. Sheel Guda,
07. Anup Matthew Thomas,
08. N.S. Harsha,
09. Riyaz Komu,
10. Sheba Chhachi,
11. Prabhavati Meppayil,
12. Valsan Korma Kolleri,
13. Shilpa Gupta,
14. Premnath Shrestha,
15. Amar Kamar

Popular posts from this blog

Lukisan Order Raden Saleh

Memanah

Apa Itu Maestro?