Press Release – Pameran Seni Rupa “Titik Balik”
Putri Pertiwi, seorang anak down syndrome, akan menggelar karya-karya seninya mulai hari Sabtu, 5 Januari 2019 mendatang di gedung Bentara Budaya Yogyakarta (BBY), Jl. Suroto 2, Kotabaru, Yogyakarta. Karya-karya seni rupa yang dipamerkan itu terdiri dari lukisan di atas kanvas dan kertas, serta sketsa-sketsa di atas kertas. Ada sekitar 85 karya yang siap dipertontonkan ke hadapan publik. Sebagian besar karya itu dibuat dalam rentang waktu 2 tahun terakhir.
Rencananya, pameran dengan tajuk “Titik Balik” ini dibuka oleh Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng. dan dilengkapi dengan orasi seni bersama dr. Oei Hong Djien—seorang kolektor seni rupa kenamaan dari Magelang, Jawa Tengah. Juga penampilan vokalis muda, cantik penuh talenta, Vari, yang diiringi Bagus Mazasupa. Berbeda dengan kebiasaan perhelatan pameran seni rupa di Yogyakarta, kali ini pameran akan dibuka pada siang hari pukul 12.00 WIB.
Pameran seni rupa ini bertajuk “Titik Balik”, yang diandaikan sebagai upaya penting bagi Putri Pertiwi untuk bisa memperkenalkan diri sebagai anak yang berkebutuhan khusus agar bisa diapresiasi lebih jauh oleh masyarakat. Bukan saja diapresiasi karya-karyanya, namun juga keberadaannya sebagai anak down syndrome yang membutuhkan rasa empatik dari kehangatan bermasyarakat. Putri Pertiwi sendiri menjadi anak dengan down syndrome sejak lahir, dan saat ini telah berusia 27 tahun.
Sang ibu, Titiek Broto, menjadi sosok paling penting yang selama ini merawat, membimbing, dan mendampingi Putri—termasuk menggali ketertarikan anak ketiganya itu pada dunia seni rupa. Bahkan kariernya yang tengah menanjak sebagai Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kota Surabaya pun ditinggalkan. Dia memilih untuk pensiun dini, untuk kemudian merawat anak perempuan satu-satunya ini.
Sementara sekitar 1,5 tahun terakhir ini, aktivitas Putri dalam dunia gambar-menggambar lebih intensif. Seorang guru melukis yang alumnus FSRD ISI (Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia) Yogyakarta, Joelya Nurjanti (Lia) membimbing Putri seminggu dua kali. Lia mengakui bahwa dalam rentang waktu 1,5 tahun, lambat-laun sudah terasa perkembangannya. Setidaknya sensor motorik dalam diri Putri bisa aktif dengan relatif baik. “Dia bisa membuat outline sebuah obyek gambar dengan telaten dan baik hasilnya,” tutur Lia. Meski demikian, aspek penting dalam ekspresi seni, yakni spontanitas, tidak menutup kemungkinan untuk tetap dieksplorasi dalam aktivitas melukis Putri.
Menurut ibunya, Titiek Broto, Putri Pertiwi sangat terpukul saat sang ayah, Drs. Maryadi Broto S, MS meninggal dunia karena kanker tahun 2013. Putri sempat sakit dan beberapa kali opname di rumah sakit. Semangatnya untuk menggambar, terutama mewarnai, sempat mengendur. Setelah itu Putri justru menyukai untuk membuat sketsa atau melukis untuk menggambarkan realitas yang bergayut dalam imajinasinya. Misalnya, dia menggambar suasana menjelang pemakaman ayahnya. Sketsa itu sederhana namun begitu dramatis, apalagi Puteri mampu mengingat satu persatu figur yang digambarkannya—selaras dengan kemampuan artistiknya. Karya tersebut juga akan dipamerkan dalam pameran “Titik Balik” ini.
Sang ibu, Titiek Broto mengakui bahwa Puteri memiliki keterbatasan. Misalnya, bila berlatih melukis bersama pembimbingnya. “Dia hanya akan fokus dan bertahan selama satu jam. Setelah itu, konsentrasinya sudah berpindah pada yang lain. Maka, kegiatan melukis tak lagi bisa dipaksakan,” tutur Titiek. Maka, untuk sebuah lukisan kanvas berukuran sekitar 40 x 60 cm, Puteri memerlukan waktu untuk menyelesaikannya hingga 3-4 kali pertemuan.
Salah satu dosen senior di Fakultas Teknlogi Pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Sigit Supadmo Arief, M.Eng yang menjadi penggagas pameran ini juga menyatakan bahwa salah satu karya yang sangat menarik dari Puteri adalah sketsa tentang suasana pemakaman jenazah ayahnya. Lebih jauh dinyatakannya bahwa, “Salah satu ciri karya Putri khas adalah selalu ada garis-garis horisontal tegas dan kemudian diisi dengan warna-warna ceria.”
Sementara itu, Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng. menyatakan simpatinya atas pameran ini. “Saya berharap pameran ini tidak hanya menjadi titik balik bagi Putri Pertiwi, namun juga menjadi momen titik balik bagi lingkungannya. Semoga karya-karya yang dipamerkan dapat memberikan inspirasi dan meningkatkan semangat juang untuk terus berkarya. Bukan hanya bagi anak-anak berkebutuhan khusus, namun juga bagi masyarakat luas,” ulas Panut.
Pameran ini rencananya berlangsung mulai tanggal 5 hingga 13 Januari 2019, terbuka dan gratis bagi masyarakat umum yang ingin menyaksikannya. Selama pameran, yakni mulai hari Senin, tanggal 7 Januari juga akan diadakan aktivitas lain seperti belajar menggambar bagi anak berkebutuhan khusus, dan kegiatan lainnya. ***