Candi Gebang









Siang yang terik awal bulan lalu, 1 April 2008, aku janjian untuk bertemu dengan seseorang di bilangan ringroad utara Condongcatur, Yogyakarta. Tapi karena terlalu semangat barangkali, aku datang terlalu awal. Setengah jam lebih cepat, sehingga orang yang akan kutemui justru belum datang.

Maka kuputuskan untuk jalan-jalan dulu, melihat candi mungil, candi Gebang namanya. Jarak candi tersebut sekitar 2,5 kilometer dari pasar Condongcatur di sisi ringroad. Dari pasar menyusur jalan utama kira-kira 1 km hingga menemui jembatan, lalu persis di utara jembatan belok kanan atau ke timur kira-kira 1,5 km. Dari jembatan ke candi harus menyusuri jalan tanah, dan akan salah arah kalau tak cermat. Aku heran, ternyata di kawasan yang sebetulnya sangat berkembang ini, justru rute menuju situs sejarah ini nyaris tak ada perubahan dibanding keadaan sepuluh tahun lalu, saat pertama kali aku berziarah ke candi ini.

Candi Gebang yang berada di kelurahan Wedomartani, kecamatan Ngemplak, Sleman masih dikepung oleh sawah dan kebun tebu. Bererapa ratus meter di timur candi, sekarang ada bangunan baru yang “mewarnai” latar belakang lanskap candi, yakni stadion sepakbola milik pemda Sleman.

Dari catatan yang terpampang di papan informasi di depan pintu masuk, candi ini pertama kali ditemukan oleh penduduk pada bulan November 1936, berupa Arca Ganesha. Dinas Purbakala waktu itu (jaman Hindia Belanda, tentunya) langsung mengadakan penelitian, dan ditindaklanjuti dengan penggalian subyek benda di lapangan. Hasilnya, ditemukan reruntuhan bangunan yang terdiri dari atap candi, sebagian kecil bagian tubuh dan kaki Ganesha yang masih utuh.

Dari hasil temuan itu lalu direkonstruksi meski sebagian dari tubuh candi digunakan dengan batu pengganti. Akhirnya, konstruksi Candi Gebang dapat dipugar secara utuh untuk pertama kalinya antara tahun 1937-1939 yang dipimpin langsung oleh arkeolog Prof. DR. Ir. VR Van Romondt.

Kalau disimak secara rinci, tampang candi ini tak terlalu besar. Bahkan termasuk candi yang sangat mungil. Tingginya 7,75 m, dan panjang serta lebarnya masing-masing “hanya” 5,25 m. Bagian kaki candi memiliki proporsi yang tinggi dan polos tanpa relief. Tubuh candi memiliki satu bilik yang menghadap ke timur yang di dalamnya juga terdapat yoni. Di kiri pintu masuk terdapat relung yang dihiasi dengan arca Nandiswara. Sedang di kanan pintu, seharusnya dihiasi arca Mahakala, tapi telah lenyap. Di sisi barat tubuh candi terdapat arca Ganesha yang duduk di atas yoni dengan cerat yang menghadap ke utara. Sedang bagian atas terdapat lingga yang berada di atas bantalan saroja.

Latar belakang pendirian candi masih belum diketahui. Apakah dia sebagai ruang pemujaan, tempat upacara tertentu, simbol kekayaan tokoh tertentu, atau lainnya. Dugaan yang sudah bisa dipastikan adalah bahwa candi ini bersifat Hinduistis. Hal ini dapat ditengarai dari adanya lingga, yoni, dan arca Ganesha. Di samping itu, dengan merujuk pada proporsi kaki candi yang tinggi, dapat diduga bahwa Candi Gebang termasuk candi dari periode tua, yakni dibuat kira-kira antara tahun 730-800 M. Coba bandingkan dengan candi Borobudur yang diperkirakan didirikan oleh Samaratungga tahun 824 M (menurut disertasi DR. J.G. de Casparis tahun 1950), atau candi Prambanan yang didirikan oleh Rakai Pikatan tahun 850 Masehi.

Candi semacam ini, yang jumlahnya sekian puluh dan berserak (terutama) di sekitar Candi Prambanan, sayangnya, tak banyak dikenal oleh orang di sekitarnya. Anak-anak muda yang kuliah di sekitar candi ini, seperti di UPN, UII, STIPPER, atau USD, mungkin lebih mengakrabi term “candi Gebang” sebagai nama kampung, nama perumahan, atau identitas tempat, bukan mengetahuinya sebagai beradanya situs purbakala yang layak dikenal, Candi Gebang.

Aku juga tak tahu bagaimana strategi pemda Sleman atau DIY untuk memperkenalkan lebih jauh situs semacam ini ke publik. Yang pasti, menurut penjaga candi yang kutemui waktu itu, dalam sebulan candi ini kira-kira dikunjungi oleh 100 orang. Itupun oleh beberapa anak muda karena keblusuk ketika mencari tempat untuk pacaran. Bukan dengan motif dasar untuk menyimak candi ini. Sayang ya!

Comments

Popular posts from this blog

Lukisan Order Raden Saleh

Memanah

Apa Itu Maestro?