Turki Menyerbu...


KALAU sekarang opera sabun Turki bertebaran di televisi Indonesia seperti sinetron "Shehrazat", "Elif", dan lainnya, bisa diduga itu bagian dari disain besar Turki untuk meluaskan pasar pariwisatanya yang terus dikebut. Mereka hanya memiliki sedikit energi dalam perut buminya ketimbang Indonesia. Maka kebudayaannya yang tua dan masih terawat dengan relatif baik inilah yang dikedepankan untuk meraup sebanyak mungkin helai-helai euro demi menghidupi negeri Erasia itu.

Semua yang bertalian dengan dunia pariwisata digenjot dengan ritme tinggi. Apalagi ketika mereka melihat bahwa tetangganya, Yunani, yang juga mengandalkan sektor wisata untuk menggerakkan perekonomiannya ternyata sekarang ambruk. Itu yang coba dielakkan oleh Turki. Kini mereka sedang mengebut membangun bandara yang kalau tuntas tahun 2017 akan menjadi bandara terbesar di dunia. Maskapai penerbangan mereka pun, Turkies Airline menjadi salah satu maskapai internasional yang relatif termurah dan banyak terkoneksi ke berbagai kota di banyak negara--dibanding maskapai negara-negara Eropa dan Asia lainnya semisal Lufthansa, KLM, Air France atau Emirates, Etihad, Malaysia Airlines apalagi Garuda.

Di luar itu, para turis kelas backpacker-an bisa menemukan ruang idealnya di Turki. Mereka kini bisa dengan mudah menemukan rumah-rumah penduduk yang bisa ditinggali untuk menginap dengan tarif yang murah. Kesepakatannya saja yang unik. Misalnya, sang turis bisa tinggal saat pemilik rumah juga ada di rumah. Ketika pagi hingga sore mereka berangkat ngantor, si turis backpacker harus juga keluar rumah karena kunci tunggal hanya ada di tangan pemilik rumah. Bagi sebagian turis, ini alternatif liburan yang murah dan bisa lebih "mengalami" Turki.

Ambisi Turki untuk berjaya turismenya sudah mulai terlihat. Tahun 2014 lalu, ada 41,2 juta orang asing berkunjung ke Turki. Dibanding 2 tahun sebelumnya, ini sebuah peningkatan yang tajam karena tahun 2012 baru dikunjungi 31,7 juta turis asing. Penduduk Turki sendiri hanya sekitar 73 juta jiea. Cobalah secara iseng kita bandingkan dengan Indonesia yang tahun 2012 dikunjungi sekitar 8 juta wisatawan asing, dan meningkat tahun 2014 menjadi 9,4 juta. Ya, ngos-ngosan juga sih data dan fakta kita.

Tapi inilah yang bisa dipelajari dari Turki di sektor wisata. Akhir dasawarsa 1990-an hingga awal 2000-an budapa pop Amerika Latin berhambur ke layar kaca Indonesia lewat sinetron. Akhir dekade 2000-an dan masih tersisa kini: membanjirnya budaya pop Korea. Dan kini Turki mulai memeluk pasar mereka. Ada satu nilai lebih yang bisa ditawarkan oleh Turki pada publik Indonesia yakni: kita sama-sama Islam lho. Kita punya sejarah keislaman yang bertautan lho. Ini yang bisa menggeser dominasi pop culture Korea (di Indonesia) karena mereka "kafir". Dari sinetron, sangat mungkin itu mempersuasi publik untuk mengunjungi langaung tanah Turki. Cihhuuuyyy... ayo "Nurki"... ***

Popular posts from this blog

Lukisan Order Raden Saleh

Memanah

Apa Itu Maestro?