Monumen Pro-Kontra





"Monument" (2017), seni instalasi karya Manaf Halbouni.

Manaf Halbouni, 34 tahun, menggegerkan kota Dresden setahun lalu. Seniman keturunan Jerman-Suriah ini membuat karya seni instalasi bermaterial ready-made-used object berupa 3 buah bus bekas yang diletakkan persis di Neumarkt Square, atau Nol Kilometer-nya kota Dresden. Tidak jauh dari gereja Frauenkirche atau Church of Our Lady. Karya ini dipasang selama 2 bulan, mulai 7 Februari hingga 3 April 2017.

“Monument”, judul karya tersebut. Konsepnya berkisar pada rasa empati sang seniman terhadap negeri kelahirannya, Suriah, yang luluh lantak oleh perang saudara. Instalasi Manaf Halbouni ini menciptakan representasi atas citra yang kuat dari situasi jejalanan di Aleppo, Suriah pada tahun 2015 di mana tiga bus dibalik secara vertikal, diikat bersamaan, dan digunakan sebagai tempat penampungan bagi warga sipil untuk melindungi dari tembakan para sniper (penembak jitu). Karya seni Manaf "Monument" merupakan simbol perang dan penghancuran, sekaligus merupakan sebentuk harapan akan kedamaian dan kemanusiaan. Lewat karya ini, Manaf ingin mengandaikan bahwa citra bus yang tegak dapat membantu pada generasi muda di Dresden untuk mengingat dan memikirkan dampak horor dan kehancuran yang disebabkan oleh perang. 

Dipasang di pusat kota Dresden, patung tersebut menarik perhatian karena memiliki kesejajaran antara perang saudara di Suriah, dan pemboman tahun 1945 di kota-kota di Jerman. Tapi karya seni tersebut tidak mulus dari pro-kontra. Kelompok sayap kanan kota Dresden melakukan unjuk rasa atas pemasangan karya tersebut tepat saat diresmikan oleh walikota Dresden, Dirk Hilbert pada hari Selasa, 7 Februari. 

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh cabang lokal partai populis sayap kanan Jerman, für Deutschland (AfD), mengecam bahwa karya seni Manaf ini sebagai "penyalahgunaan kebebasan seni" yang sengaja dirancang untuk "menghina warga Dresden", dan dianggap memunggungi pusat simbol kebangkitan kembali pasca-reunifikasi Dresden tersebut dengan "besi tua". Peresmian karya instalasi itu menjadi hiruk-pikuk.

Sang seniman, Manaf Halbouni, juga dikecam oleh AfD sebagai "pengelana yang tak berdaya". Pada lain momentum, Manaf menanggapi kecaman AfD tersebut: "Saya memang tidak berdaya, dalam arti perang sudah mengambil sebagian masa kecil saya, dengan membunuh atau mencerai-beraikan teman-teman masa muda saya ke seluruh dunia," katanya. 

Realitas ini menarik. Bahwa karya seni pun bisa tidak dengan mudah direspons oleh masyarakatnya, meski sudah disepakati oleh pemilik otoritas wilayah dimana karya tersebut dipasang. Sebuah realitas yang tak bisa ditampik dan dibiarkan begitu saja dengan mengatasnamakan kebebasan seni. Ini justru menjadi bahan pemikiran bagi seniman untuk lebih menguatkan konsep karyanya, dan di sisi lain merancang aspek eksekusi karya yang lebih bagus. Atau, jangan-jangan pro-kontra itu juga bagian dari strategi kreatif para pelaku seni agar karya seninya dilirik dan diperbincangkan? Bisa jadi. ***

Popular posts from this blog

Lukisan Order Raden Saleh

Memanah

Apa Itu Maestro?