DPR yang D-Rp
"Di Sini Mandi Uang". Kukira ini merupakan salah atu karya performance art yang jenial di Yogyakarta dalam tiga tahun terakhir ini. 15 orang kampung Gamping itu didaulat oleh teman2 Kelompok Seringgit untuk memajang kalimat cerdas dan kontekstual ketika mereka hadir persis di depan gedung DPRD Yogyakarta, kira-kira Agustus 2004 lalu.
Ini menjadi bagian dari kreasi ratusan seniman Yogyakarta yang waktu itu diprakarsai oleh Kerupuk (Komunitas Ruang Publik Kota) Yogyakarta yang menggalang proyek seni "Di Sini Akan Dibangun Mall". Ya, itulah bentuk respons seniman dan aktivis perkotaan atas rencana pembangunan belasan mall di sekujur kota Yogyakarta. Dan beginilah salah satu "sikap politik" Kelompok Seringgit atas wacana mall-isasi Yogya. Dapat dipahami bahwa menurut para seniman ini, kunci persoalan kasus mall-isasi teramat berkait pada attitude politik para anggota DPRD yang sangat permisif bin akomodatif bukan karena nilai fungsional bangunan kotak sabun raksasa tersebut, tapi lebih pada kalkulasi ekonomis yang akan mereka terima kalau melicinkan perizinan pendirian mall-mall di Yogya.
Ya, dangkal memang kepentingan mereka. Aku juga Kerupuk tentu bukannya anti-mall, karena itu adalah keniscayaan zaman yang tak mungkin ditolak. Namun penolakanku lebih pada politik perizinan yang amat mudah untuk membangun mall telah menjadikan mall sebagai simpul kemacetan baru yang amat mengganggu. Coba cek, nyaris semua mall di Yogya dibangun persis di pusat kota atau jalan protokol yang telah jenuh oleh pertokoan. Idealnya, dia hadir di pingir kota dengan lahan parkir yang luas, jauh dari permukiman penduduk dan cukup jauh dari pasar tradisional.
Yah, lagi2 kita mesti mengelus dada karena anggota DPR kita, termasuk di Yogyakarta berisikan orang2 miskin wawasan dan melarat kepeduliannya pada masa depan publiknya sendiri. Bagaimana dampak sosial mall pada gaya konsumtivisme, sepertinya mereka cuek.
Jadi benarlah foto di atas. DPR(D) cuma bisa mandi uang, tak peduli dengan kemacetan yang ditimbulkan oleh keputusan ngawur mereka. Mungkin gedung itu bisa diplesetkan menjadi DRp. Duit lagi, duit lagi yang jadi paradigma mereka!
Comments