Sebel, cah...

Aku sebel banget dengan tulisan Kun Adnyana di Kompas, Minggu 8 Oktober 2006 lalu. Bagaimana tidak, sebuah ulasan seni rupa yang ditulis oleh seorang dosen seni rupa, bahkan mahasiswa pascasarjana, isinya cuma puja-puji melulu. Seperti tulisan wartawan biasa yang sekadar memenuhi kaidah jurnalistik, 5W + 1H. Miskin kritisisme yang bisa mencerahkan pembaca. Inikah produk pendidikan S2 ISI Yogyakarta yang ngejar kuantitas aja? Hahahaha. Bener lho, respon semacam ini juga menghinggapi banyak teman seniman yang baca tulisan Kun tersebut. Ora mutu. Atau takut sama kurator pameran yang diulasnya, Dwi Marianto, yang kebetulan dosen dan direktur S2 ISI Yogya? Ah, lebih gombal lagi kalo itu yang terjadi. Bikin seni rupa gak maju-maju. Hihihi. Untung di hari yang sama tulisanku juga muncul di harian Media Indonesia. Isinya juga ulasan tentang pameran yang sama, Icon: Retrospektif. Ya, cuma nasibnya agak beda. Kalau dimuat Kompas, pasti yang baca lebih banyak karena tirasnya sampai 500 ribu eksemplar. Ketimbang Media Indonesia yang cuma 200 ribu eksemplar. Tapi cobalah baca tulisanku itu di bawah ini. Salam!

Comments

Popular posts from this blog

Lukisan Order Raden Saleh

Memanah

Apa Itu Maestro?