Liang Lahat Kolonialisme
Perupa asal suku Tlingit-Unangax, Alaska, Amerika Serikat, Yeil Ya-Tseen Nicholas Galanin membuat karya menarik di 22nd Sydney Biennale 2020. Karyanya kurang lebih mempertanyakan ulang keberadaan kolonialisme masa lalu yang masih diawetkan simbolisasinya hingga kini. Sebagai seniman yang juga native atau penduduk asli benua Amerika, Galanin memposisikan setara keberadaan dirinya atau sukunya di Amerika Serikat, dengan penduduk Aborigin di Australia. Atau orang-orang Maori di Selandia Baru. Sama, mereka dikolonialisasi (hingga kini, meski dengan gradasi persoalan yang bergeser).
Galanin mengeksekusi ide karyanya dengan membuat semacam lubang ekskavasi (atau penggalian artefak arkeologis) yang bentuknya sama persis dengan outline sosok patung James Cook. Karya Galanin itu ada di pulau Cockatoo, Sydney's Hyde Park.
James Cook sendiri, kita tahu, adalah pria kelahiran Marton, Yorkshire, Inggris tahun 1728 yang memimpin penjelajahan laut dari Inggris dengan kapal Endeavour dan mendarat di daerah yang kemudian dinamakan sebagai Queensland di pantai tenggara Australia. Cook dan timnya berangkat dari London pada 26 Agustus 1768 dan mendarat di pantai tenggara benua Australia pada 19 April 1770. Itulah momen pertama kali orang Eropa menjejakkan kaki di Australia. Dan itulah titik awal Inggris mengkolonisasi Australia.
Karya Galanin berupa lubang ekskavasi itu diimajinasikan sebagai liang lahat bagi patung James Cook, dan tentu juga liang lahat bagi praktek kolonialisme. Ingatan tentang James Cook sebagai "penemu" benua Australia dan menjadikannya sebagai superhero, bagi Galanin, sudah saatnya dikubur dalam-dalam. Cook bisa jadi adalah pahlawan bagi Inggris, tapi hantu kolonialisme bagi penduduk asli Australia--yang kemudian dipinggirkan. Karya Galanin ini bertajuk "Shadow on the Land, an Excavation and Bush Burial".