Ijin


Oleh Kuss Indarto

Sekitar tahun 1996 aku dan beberapa teman punya rencana berpameran kartun di Bentara Budaya Yogyakarta. Semua materi sudah 90% siap karena proses perancangan telah berlangsung beberapa bulan sebelumnya. Namun ada hal yang mengganjal, yakni kami diharuskan minta ijin ke kepolisian (Polsek) dan tentara (Korem). Meski sangat malas, akhirnya kami penuhi juga untuk meminta ijin ke kedua lembaga tersebut karena dianggap sebagai prasyarat wajib.

Proposal pameran satu persatu kami ajukan ke kedua lembaga itu. Kami juga harus telaten mendatangi lagi Polsek dan Korem itu untuk memastikan pemberian ijin bagi kami. Itu butuh waktu sekitar seminggu baru keluar ijin. Pada saat wawancara sebelum pemberian ijin itulah para aparat tersebut mengajukan pertanyaan yang elementer dan di luar dugaan kami: Pamerannya berapa hari? Ini ada gambar yang bagus, cara menggambarnya bagaimana? Apa gambar yang bagus bisa diminta gratis? Dan semacamnya.

Pada prinsipnya orang-orang di garda depan dari lembaga itu memang perlu dikasihani karena sistem pengetahuannya masih terbatas dibanding beban tanggung jawab yang harus diembannya. Lebih dari itu, menurutku, memang mengenaskan bila polisi dan tentara harus dipaksa untuk menjadi sosok atau lembaga filter bagi dunia seni yang tidak mereka ketahui dan pahami. Ini, yakinlah, bukan arogansi kami dari dunia seni. Tapi, pilahan kerja yang tidak jelas, bukan proporsinya dan bukan otoritasnya dari lembaga-lembaga tersebutlah yang menjadikan rencana kerja kreatif kami tersendat.

Kenangan hidup di jaman pemerintahan yang militeristik dulu itu sungguh menjengkelkan, dan tak pernah aku rindukan sama sekali. Seolah mereka mengangap bahwa seluruh perikehidupan, termasuk seni, bisa mereka kuasai dan kendalikan. 

Maka, bagiku, pemerintahan dengan janji ketegasan ala militer(istik) sudah tidak relevan lagi untuk jaman ini. Maaf, tak ada kerinduan untuk lebay seperti itu. ***

Popular posts from this blog

Lukisan Order Raden Saleh

Memanah

Apa Itu Maestro?