Pidato dan Kerja
oleh Kuss Indarto
Siapapun yang terpilih, dalam 5 tahun ke depan kita akan punya presiden dengan gaya berpidato yang kurang menarik. Kalau dia adalah Prabowo, maka segenap ruang-ruang di Indonesia akan sering mendengar suara bariton yang seolah tegas tapi kaku, cepat cara bertuturnya meski kurang runtut, jarang memperhatikan sistematika kalimat, serta miskin kosa kata. Andaikan dia Jokowi, maka publik harus punya kesabaran tinggi untuk menyimak luncuran kalimat-kalimatnya yang lamban, kurang memperhatikan alur emosi pendengarnya, berikut gestur tubuh yang kurang bergaya pejabat (khas Indonesia). Kelebihannya, Prabowo serasa memberi rasa aman. Sedang Jokowi memberi rasa nyaman.
Siapapun yang terpilih, dalam 5 tahun ke depan kita akan punya presiden dengan gaya berpidato yang kurang menarik. Kalau dia adalah Prabowo, maka segenap ruang-ruang di Indonesia akan sering mendengar suara bariton yang seolah tegas tapi kaku, cepat cara bertuturnya meski kurang runtut, jarang memperhatikan sistematika kalimat, serta miskin kosa kata. Andaikan dia Jokowi, maka publik harus punya kesabaran tinggi untuk menyimak luncuran kalimat-kalimatnya yang lamban, kurang memperhatikan alur emosi pendengarnya, berikut gestur tubuh yang kurang bergaya pejabat (khas Indonesia). Kelebihannya, Prabowo serasa memberi rasa aman. Sedang Jokowi memberi rasa nyaman.
Ya, 5 tahun ke depan kita hanya bisa bermimpi punya presiden dengan gaya berbicara yang ekspresif, lugas, namun tertata sekaligus punya spontanitas. Ah, mungkin aku terobsesi pada akting Robert de Niro, Jack Nicholson, Marlon Brando, Al Pacino, atau Slamet Rahardjo, Dedy Miswar, El Manik, Mathias Muchus... Tapi presiden kan tidak sekadar pidato atau akting, tapi kerja, kerja, kerja! ***