Satu Januari pagi aku dalam keadaan capek. Semalaman, dan tentu dengan persiapan beberapa waktu sebelumnya, aku memanitiai Festival Segara Kidul di pantai Parangtritis, Bantul, Yogyakarta. Puncaknya memang saat mala pergantian tahun. Penonton melimpah di depan panggung. Setidaknya memnucak hingga sekitar 2.000-an orang menyemut di areal itu. Ini lumayan mengobati kekecewaanku pada happening art-nya pak Djoko Pekik di sepanjang pantai yang gagal. Serabut kelapa dan kain yang terentang sekitar 2 kilometer gagal dibakar saat sunset karena angin yang kencang. Puluhan wartawan tak menemukan momen istimewa yang sangat ditunggu2. Sayang memang, tapi apa boleh buat. Pak Pekik tampaknya kurang memperhitungan kekuatan alam itu.

Seharian penuh tiduran aja. Diselingi dengan kondangan tak jauh dari rumah pada jam 12.0-an. Abis itu tidur lagi.

Malam hari, aku dan istriku keluar rumah. Mo ke pameran buku di gedung Pamungkas di timur stadion Kridosono, Kotabaru. Cukup ramai, meski kota belum banyak bergeliat. Kukira ini pameran buku pertama di gedung kepunyaan militer. Menarik, karena dalam setahun terakhir di Yogya dipenuhi oleh sejumlah pameran buku. Mungkin ada sekitar 5 atau enam kali. Tentu menguntungkan bagi orang sepertiku yang pengin belanja buku sebanyak mungkin dengan harga yang dibanting hehehe. Ada 8 judul buku yang kami beli. Bukan buku yang baru2 amat, tapi penting untuk kubaca dan siapa tahu buat referensi bagi tulisanku mendatang. Beli buku, bagiku, pasti berguna meski tak seketika.

Saat mo pulang, istriku ngajak dulu ke toilet lewat pintu samping. Baru mo keluar pintu, eh, ada yang manggil2 namaku. Setelah dari toilet, kesamperi mereka. Ada teman2 yang selama ini berbisnis buku. Ada Anas dan Buldanul Khuri, dan teman lain yang aku lupa berkenalan. Juga ada Kelik Pelipur Lara yang lagi moncer di media tv sebagai komedian. Ngobrol sekitar setengah jam sambil nunggu gerimis reda.

Sama Kelik alias Ucup Kelik aku sempat ngobrol berdua. Aku sih sebetulnya akrab dengan kakaknya, Japrak yang sekarang juga berkarier di Jakarta. Kata Kelik, "Mbok kamu banyak nggambar aja. Bikin komik yuk. Aku punya naskahnya." Wah, tanganku sudah tak cukup fasih lagi buat nggambar je. Pasti memori Kelik masih menguat ihwal aku yang ngartun dan ngarikatur di koran lokal Bernas dulu. Apa boleh buat!

Ah, tahun baru. Banyak mimpi dan harapan baru yang terealisasi dengan baik deh! Semoga!

Comments

Popular posts from this blog

Lukisan Order Raden Saleh

Memanah

Apa Itu Maestro?