Sandi(wara)


Sebagai sebuah tawaran isu, omongan Sandiaga Uno bahwa "harga makanan di Singapura lebih murah daripada di Jakarta" sebenarnya berpotensi menarik untuk diikuti. Di belakang Sandi, saya menduga ada pasukan intelektual yang siap mengelaborasi dengan baik, argumentatif, padat data dan gigih mempertahankan tawaran isu tersebut.

Salah satu yang mencoba mempertahankan isu itu adalah anggota DPR dari Gerindra, Rahayu Saraswati, yang tampil di acara talk show "Mata Najwa", Rabu, 10 Oktober 2018 malam. Dia sempat bilang bahwa lontaran isu Sandi itu didukung oleh data dari World Bank. Sayang sekali dia tidak mampu menjelaskan dengan jernih dan detail plus rentetan data faktual. Maka, ketika dia mampat kata-katanya karena tanpa bukti data dan fakta, lawannya--si mpok Irma dari kubu Jokowi yang juga anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat--menghadangnya dengan data yang diperolehnya dari media barat, The Economist (lihat nukilannya di bagian bawah status ini). Lumayanlah sebagai counter.

Sayangnya, Rahayu Saraswati langsung lunglai daya defensi atau ofensinya. Dia malah seperti mengalah pasrah dengan kurang lebih mengatakan: "Iya sih, Singapura kan negaranya kecil, sumber daya alamnya terbatas, maka maklum kalau mahal." Alih-alih memberikan komparasi yang seimbang, mbak Saras yang manis ini justru bikin blunder bagi kubunya. Maka, selesai dan mati kutulah--bagi saya--tawaran isu Sandi tersebut. Itu betul-betul sebagai gosip atau rumour murahan, bukan isu (issue) atau bahkan wacana yang pantas untuk dielaborasi.

Mungkin Sandi makan nasi briyani di Little India atau ayam kremes di kawasan Bugis, Singapura lalu membandingkannya dengan ketika dia makan sop buntut di Hotel Borobudur atau Hotel Sultan, Jakarta. Pasti jelas tidak "apple to apple". Nggak sepadan.
Tawaran isu ala Sandi ini niscaya akan berlanjut terus, dengan tema lain yang mungkin terus dibuat, diintroduksikan ke publik untuk kemudian digoreng. Gagal atau berhasil gorengan itu ya urusan lain. Mungkin dia cuek. Dia seperti tengah merayakan situasi pos-crut eh post-truth (pascakebenaran, atau kebenaran bodong) yang tengah menggejala.

Oxford Dictionary atau Kamus Oxford memasukkan istilah itu, post-truth, dan menjadikannya sebagai Word of the Year 2016. Post-truth adalah hal yang bertalian dengan situasi di mana fakta-fakta objektif diabaikan atau dianggap tak begitu penting dalam membentuk opini publik. Yang penting adalah hasutan terhadap emosi dan keyakinan pribadi. Post-truth terjadi pada era di mana konsep kebenaran menjadi tidak penting atau tidak relevan lagi. Masuk di zaman post-truth, orang tidak selalu mencari kebenaran, tetapi mencari afirmasi, konfirmasi, dan dukungan terhadap keyakinan yang dimilikinya. Yang penting seseorang bergegas memunculkan sesuatu, tanpa mempertimbangkan kebenaran objektif di dalamnya. Heboh dulu, ngeles kemudian.

Sandi tampaknya sedang menikmati praktik seperti itu. Heboh tercipta, lalu serdadu intelektual di belakangnya terseok-seok membela. Apakah ini akan berdampak pada elektabilitas diri dan pasangannya dalam Pilpres mendatang? Para pendukung setianya pasti tidak terpengaruh. Pinter-goblok, cerdas-pekok, dia tetaplah junjungan yang akan dipilihnya di Pilpres 2019. Tapi ya belum tentu bagi para pemilih baru yang jumlahnya tidak sedikit. Inilah pertaruhannya. Apakah mereka memilih tokoh asmuni (yang asal muni, asal bunyi), atau yang aspuni (asal mumpuni, cakap dan teruji dalam bekerja). Anda milih siapa? Anda ingin negara ini dibawa kemana?

https://lifestyle.kompas.com/…/11…/10-kota-termahal-di-dunia

---------

10 Kota Termahal di Dunia

Sabtu, 17 Maret 2018 | 11:47 WIB
KOMPAS.com - Kehidupan di kota besar yang terlihat glamor seringkali diinginkan banyak orang. Ini terbukti dengan kepadatan penduduk di kota besar yang lebih tinggi daripada kota-kota yang notabene terletak di pinggiran.

Sayangnya, kehidupan di kota besar tersebut juga menuntut biaya yang mahal. Dilansir dari New York Post, The Economist’s IntelligenceUnit baru saja merilis daftar kota metropolitan dengan biaya hidup yang dibutuhkan.

Ini menjadi bukti bahwa kota-kota impian tersebut juga membutuhkan 'tiket mahal' untuk tinggal di dalamnya. Menurut laporan tersebut, Singapura adalah kota termahal di dunia, diikuti oleh Paris, Zürich, Hong Kong dan Oslo.

Amerika yang terkenal sebagai negara super power tidak memiliki satu kota pun yang masuk dalam daftar 10 kota termahal di dunia. New York, yang terkenal sebagai kota paling mahal di Amerika, hanya menempati posisi 13 sebagai kota paling mahal di dunia.
Bahkan 5 tahun lalu, New York hanya menempati posisi 27 sebagai kota paling mahal di dunia. Kenaikan peringkat yang sangat tajam ini menunjukan begitu besarnya kenaikan biaya hidup untuk tinggal di The big apple tersebut.

Sementara itu, Los Angeles menempati peringkat 14 sebagai kota dengan biaya hidup termahal di dunia. Berikut 10 kota termahal di dunia.

1. Singapura
2. Paris, Perancis
3. Zürich, Swiss
4. Hong Kong, China
5. Oslo, Norwegia
6. Jenewa, Swiss
7. Seoul, Korea Selatan
8. Kopenhagen, Denmark
9. Tel Aviv, Israel
10. Sydney, Australia


Untuk menentukan kota mana yang paling mahal harganya, The Economistmembandingkan harga komoditas dasar - seperti harga roti, sebotol anggur, harga satu pak rokok yang berisi 20 batang atau seliter bensin - pada masing-masing kota.

Di Singapura, harga rata-rata roti adalah 3,71 dolar atau setara dengan 13 ribu rupiah, harga sebotol anggur adalah 23,78 dolar atau 327 ribu rupiah. Sementara itu, 20 batang rokok di Singapura seharga 9,66 dolar atau 132 ribu rupiah dan satu liter bensin seharga 1,56 dolar atau setara dengan 21 ribu rupiah.

Di Sydney, harga sepotong roti adalah 3,99 atau 54 ribu rupiah, sebotol anggur adalah 20,49 dolar atau 281 ribu rupiah, 20 batang rokok seharga 23,89 dolar atau 328 ribu rupiah dan satu liter bensin adalah 98 sen atau sama dengan 13 ribu rupiah.

Berdasarkan laporan tersebut, hal unik dari riset ini adalah temuan bahwa kota-kota di Asia memiliki harga bahan makanan umum yang relatif tinggi dibanding kota di benua lainnya. Namun, kota-kota Eropa cenderung memiliki harga tinggi untuk barang kategori rumah tangga, perawatan pribadi, rekreasi dan hiburan.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia. Berdasarkan laporan kompas.com pada 4 Desember 2016, Indonesia menempati posisi ke 12 sebagai negara dengan biaya hidup termurah. berikut daftar 10 besar kota termurah di dunia.

1. Damascus, Syria
2. Caracas, Venezuela
3. Almaty, Kazakhstan
4. Lagos, Nigeria
5. Bangalore, India
6. Karachi, Pakistan
7. Aljir, Aljazair
8. Chennai, India
9. Bucharest, Rumania
10. New Delhi, India


Di Damaskus, harga rata-rata roti roti adalah 60 sen atau 8 ribu rupiah, sebotol anggur adalah 3,35 dolar atau 46 ribu, 20 batang rokok seharga 1,55 dolar atau 21 ribu dan satu liter bensin adalah 50 sen atau 6 ribu rupiah.

Sementara itu, harga sepotong roti di New Delhi adalah 1,07 dolar 14 ribu, sebotol anggur adalah 19,03 dolar 261 ribu rupiah, 20 batang rokok seharga 5,11 dolar atau 70 ribu rupiah dan satu liter bensin adalah 1,07 dolar atau 14 ribu rupiah.

Beberapa kota seperti Damaskus, Caracas dan Lagos, telah mengalami perselisihan politik, dan pada beberapa kasus, telah terjadi kekerasan dan peperangan ekstrim dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut laporan The Economist terdapat elemen risiko yang cukup besar di beberapa kota termurah di dunia. Dengan kata lain, kota dengan biaya hidup murah juga cenderung tak layak untuk ditinggali. ***

Popular posts from this blog

Lukisan Order Raden Saleh

Memanah

Apa Itu Maestro?